Selasa, 26 November 2019

BAB I

MANAJEMEN MEDIA : SEBUAH KAJIAN TEORI DAN PRAKTEK

Pengertian Manajemen Media

Manajemen media bisa diartikan sebagai sebuah ilmu yang mempelajari bagaimana Pengelolaan media dengan prinsip-prinsip dan seluruh proses manajemennya dilakukan, baik terhadap media sebagai industri yang bersifat komersial maupun sosial, media sebagai institusi komersial maupun institusi sosial. Media dipelajari secara lengkap, karakteristiknya, posisi dan peranannya dalam lingkungan dan sistem ekonomi, sosial, dan politik tempat media tersebut berada. Pengelolaan media meliputi berbagai aspek filosofis, metodologis dan praktis baik sebagai institusi komersial maupun sosial (Siregar, 2010:5).

Di beberapa perguruan tinggi, kajian manajemen komunikasi menjadi peminatan/konsentrasi dalam pendidikan sarjana Ilmu Komunikasi. Nomenklatur pendidikan tinggi Ilmu Komunikasi yang diperjuangkan oleh Asosiasi Pendidikan Tinggi Ilmu Komunikasi (Aspikom) menaikan posisi manajemen komunikasi sebagai program studi/departemen mandiri dalam pendidikan tinggi Ilmu Komunikasi di Indonesia, bersama dengan Ilmu Komunikasi, Jurnalistik, Periklanan, Humas serta Film dan Televisi.

Jika manajemen media yang berasal dari ranah manajemen komunikasi lebih didominasi oleh paradigma positivistik, oleh paradigma kritis, kajian manajemen media mendapatkan pengaruh dari studi media (media studies). Studi media melihat bahwa media merupakan instrumen dari kekuatan ekonomi-politik dimana beragam kepentingan mempengaruhi media, sehingga manajemen media bisa dilihat sebagai arena pertarungan beragam kepentingan yang melibatkan struktur dan agency.

Manajemen media mempelajari aspek media dari sisi manajemen dilakukan dan kajian tentang bagaimana manajemen media dipengaruhi oleh beragam aspek baik ekonomi, sosial dan politik. Manajemen media harus memberikan pengetahuan tentang pengelolaan media, prinsip-prinsip manajemen dengan seluruh proses manajemennya yang utuh, dimana ini meliputi berbagai fungsi manajemen, yaitu planning, organizing, actuating dan controlling, yang biasa disingkat dengan fungsi POAC.

Hal ini memperlihatkan bahwa akar manajemen media yang bersumber dari manajemen komunikasi sebenarnya banyak mengambil teori-teori manajemen di bidang ilmu ekonomi, terutama manajemen. Jika dalam manajemen komunikasi, teori manajemen diserap untuk berbagai aktivitas komunikasi, maka dalam manajemen media secara lebih spesifik teori-teori manajemen dipergunakan untuk mengelola media.

Format media yang berbeda menuntut manajemen yang berbeda pula, artinya karakteristik media sangat berpengaruh pada bagaimana media seharusnya dikelola. Manajemen media pada media cetak akan berbeda dengan media elektronik dan online. Media cetak dalam bentuk koran, yang terbit setiap hari, dengan majalah yang terbit setiap minggu juga menuntut pengelolaan yang berbeda pula. Perubahan teknologi juga berperan dalam mempengaruhi manajemen media. Sebagai ilustrasi adalah penemuan dan perkembangan teknologi internet. Kini dengan internet, wartawan yang ada di lapangan dapat langsung mengirimkan berita dalam bentuk teks, foto, audio bahkan video-audio dengan menggunakan layanan internet. Perubahan di bidang sosial, politik, dan ekonomi, sebagaimana juga dengan teknologi, juga berpengaruh dalam manajemen media.

BAB II

MEMAHAMI MANAJEMEN

Jelas kiranya bahwa media masa kini dan di masa depan telah mengalami beragam perubahan. Perubahan-perubahan dalam berbagai aspek ini menjadikan manajemen media semakin menarik untuk dikaji. Tantangan-tantangan yang disebabkan oleh perubahan sosial, ekonomi, politik dan teknologi inilah yang menjadikan manajemen menempati posisi penting dalam pengelolaan media. Ada tiga alasan utama yang menempatkan manajemen dalam posisi penting, yaitu :
1. Manajemen diperlukan untuk mencapai tujuan. Hal ini berarti bahwa manajemen dilakukan dalam rangka pencapaian tujuan organisasi.
2. Manajemen dibutuhkan untuk menjaga keseimbangan. Ini berarti bahwa manajemen diperlukan untuk menjaga keseimbangan antara tujuan-tujuan, sasaran-sasaran dan kegiatan-kegiatan yang saling bertentangan dari pihak-pihak yang berkepentingan dalam organisasi.
3. Manajemen diperlukan dalam rangka mencapai efisiensi dan efektifitas. Suatu kerja organisasi dapat diukur dengan banyak cara yang berbeda, salah satu cara yang umum yang banyak digunakan adalah dengan menggunakan patokan efisiensi dan efektifitas (Handoko dalam Morissan,2009:127).

A. Pengertian Manajemen

Kata manajemen menjadi kata yang sangat akrab bagi telinga kita. Kata ini sering muncul dalam berbagai konteks, mulai dari konteks yang terbatas sampai dengan konteks yang luas. Beragamnya konteks manajemen menjadikan kata ini bisa didefinisikan secara berbeda-beda oleh orang yang berbeda. Jika ditelusuri dari asal katanya (etimologi) kata manajemen bermula dari kata management yang berasal dari Bahasa Perancis yang berarti seni melaksanakan dan mengatur. Sedangkan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memberikan arti manajemen sebagai proses penggunaan sumber daya yang efektif untuk mencapai sasaran (KBBI,1990:553). Ini bisa diartikan dengan sederhana bahwa manajemen adalah bagaimana melakukan tindakan untuk mencapai tujuan dengan memanfaatkan orang lain. Hal ini berarti dalam manajemen melibatkan serangkaian proses yang tidak hanya dilakukan oleh satu orang, namun dikerjakan oleh beberapa orang sebagai kesatuan tim yang masing-masing memiliki posisi, fungsi dan tugas yang berbeda.

Morissan meringkas beberapa pengertian manajemen dari berbagai pakar sebagai berikut :
• Schoderbek, Cosier dan Aplin memberikan definisi manajemen sebagai A process of achieving organizational goal through others (sebuah proses untuk mencapai tujuan organisasi melalui pihak-pihak lain).
• Stoner memberikan definisi manajemen sebagai proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
• Pandangan lain ada yang lebih menekankan pada aspek sumber daya (resource acquisition) dan kegiatan koordinasi disampaikan oleh Pringle, Jennings dan Longenecker yang mendefinisikan manajemen sebagai berikut :  Management is the process of acquiring and combining human, financial, informational and physical resources to attain the organization's primary goal of producing product or service desire by some segment of society (Manajemen adalah proses memperoleh dan mengkombinasikan sumber daya manusia, keuangan, informasi dan fisik untuk mencapai tujuan utama organisasi, yaitu menghasilkan suatu barang atau jasa yang diinginkan sebagian segmen masyarakat).
• Howard Carlisle (1987) menjelaskan pengertian manajemen dengan lebih menekankan pada pelaksanaan fungsi manajer yaitu : directing, coordinating, and influencing the operation of organization so as to obtain desired results and enchance total performance (mengarahkan, mengoordinasikan dan mempengaruhi suatu operasional organisasi agar mencapai hasil yang diinginkan serta mendorong kinerjanya secara total).
• Wayne Mondy (1983) dan kawan-kawan menyebutkan definisi manajemen dengan memberikan penekanan pada faktor manusia serta materi sebagai berikut : the process of planning, organizing, influencing and controlling to accomplish organizational goals through the coordinated use of the human and material resources (proses perencanaan, pengorganisasian, mempengaruhi dan pengawasan untuk mencapai tujuan organisasi melalui koordinasi penggunaan sumber daya manusia dan materi) (Morissan,2009:126-127).

Beragam pengertian tentang manajemen mengindikasikan bahwa manajemen bisa dilihat dalam aspek berikut ini :
• Manajemen berkaitan dengan proses, hal ini berarti bahwa manajemen bukan tindakan yang bersifat tunggal, namun serangkaian tindakan yang bertata dalam alur proses tertentu yang telah direncanakan sebelumnya.
• Manajemen melibatkan aspek sumber daya manusia dan materi, ini mengindikasikan bahwa dalam manajemen melibatkan orang lain, bukan merupakan tindakan yang dilakukan oleh satu orang saja, namun tindakan yang dilakukan oleh beberapa orang.
• Manajemen diarahkan untuk mencapai tujuan bersama dari organisasi, ini berarti bahwa dalam manajemen, selalu ada perencanaan yang dilakukan sebelum pelaksanaan dilakukan. Ketika pelaksanaan sudah dilakukan, kontrol pengawasan atas pelaksanaan dilakukan dengan maksud agar arah untuk mencapai tujuan bersama dapat tercapai.
• Manajemen berkaitan dengan fungsi-fungsi manajemen, fungsi manajemen ini menyangkut perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan.

B. Fungsi Manajemen

Secara garis besar, fungsi manajemen dapat dirangkum dalam empat fungsi yaitu :
• Fungsi perencanaan (planning).
• Fungsi pengorganisasian (organizing).
• Fungsi pelaksanaan (actuating) yang mencakup adanya pengaruh (influencing) dan pengarahan (directing).
• Fungsi pengawasan (controlling).

1. Perencanaan



Perencanaan merupakan fungsi pertama dalam organisasi. Perencanaan dalam manajemen media menyangkut apa yang harus dilakukan di masa mendatang, bagaimana hal tersebut dan kapan hal tersebut harus dilakukan di masa mendatang. Perspektif yang berorientasi ke masa mendatang dalam fungsi perencanaan ini berhubungan dengan visi dan misi organisasi, karena fungsi perencanaan yang selalu berkaitan dengan tujuan organisasi. Tujuan organisasi yang baik adalah yang berasal dari visi dan misi organisasi. Visi dapat diartikan sebagai cita-cita mengenai keadaan ideal yang dikehendaki di masa depan, sedangkan misi adalah maksud ideal yang dikehendaki dan tindakan apa yang harus dilakukan untuk mencapai visi.

2. Pengorganisasian

Fungsi pengorganisasian dalam manajemen menempati posisi yang penting dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Pengorganisasian dalam kegiatan manajemen bisa diartikan sebagai kegiatan-kegiatan penyusunan struktur organisasi dan sumber daya yang ada di organisasi dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Dalam media ada berbagai pekerjaan yang perlu diatur dalam struktur pembagian kerja. Pembagian kerja ini bisa dilakukan dengan berdasarkan pada divisi atau departemen yang dikelompokan pada jenis atau bentuk pekerjaannya. Sebagai contoh dalam manajemen media cetak, aktivitas organisasi yang berkaitan dengan pencarian berita dimasukan dalam divisi pemberitaan. Aktivitas yang berkaitan dengan editing menjadi divisi penyuntingan. Aktivitas yang berkaitan dengan tata letak (lay out) media cetak masuk dalam divisi lay out. Aktivitas untuk mencari pengiklan dimasukan dalam divisi marketing iklan. Aktivitas untuk mendistribusikan media dimasukan dalam divisi sirkulasi.

Masing-masing media memiliki pembagian divisi yang berbeda-beda disesuaikan dengan tujuan media, kebutuhan media, sumber daya yang dimiliki dan lingkungan yang ada. Media cetak dan media penyiaran juga memiliki pembagian divisi karena kebutuhan yang berbeda. Di media cetak, sirkulasi menjadi aspek penting sehingga perlu ada divisi yang mengurusi sirkulasi, sedangkan dalam media penyiaran, yang lebih dibutuhkan adalah kualitas siaran yang baik sehingga divisi teknik menjadi dibutuhkan. Setelah ada pembagian divisi, pembagian kerja menjadi mutlak dalam pengorganisasian. Pembagian kerja ini mencakup rincian tugas yang diemban oleh setiap individu dalam organisasi. Sebagai contoh adalah deskripsi kerja dalam media cetak dimana wartawan mengemban kewajiban untuk meliput berita. Fotografer memiliki tanggung jawab untuk mencari berita foto. Marketing iklan bertugas untuk mencari pengiklan.

3. Pelaksanaan

Fungsi ketiga dalam manajemen adalah pelaksanaan. Pelaksanaan ini meliputi bagaimana manajer memberikan pengarahan dan pengaruhnya pada individu-individu dalam organisasi untuk melakukan kewajiban mereka masing-masing sesuai dengan paparan pekerjaannya. Pengarahan ini bisa dilakukan baik secara tertulis, melalui surat-surat resmi organisasi, rapat-rapat organisasi dan interaksi dengan individu-individu lain di level yang berada di bawahnya. Pelaksanaan dalam fungsi manajemen tidak bisa dilakukan hanya dengan memberikan pengarahan saja. Pengarahan umumnya berkaitan dengan aspek teknis pekerjaan sesuai dengan paparan tugas, padahal dalam pelaksanaan tugas perlu adanya dorongan motivasi pada individu-individu untuk melakukan pekerjaannya secara antusias dan bersemangat. Aspek penting dalam pengarahan adalah kemampuan untuk melakukan komunikasi secara efektif. Paparan kerja yang telah disusun dalam fungsi pengorganisasian perlu disampaikan pada individu-individu yang berada di organisasi.




4. Pengawasan

Fungsi terakhir dalam manajemen adalah fungsi pengawasan. Pengawasan melibatkan adanya pemberian penghargaan (reward) bagi individu yang berprestasi di organisasi karena mampu mencapai atau bahkan melampaui indikator pekerjaan, dan sebaliknya juga pemberian hukuman (punishment) bagi individu yang melanggar aturan atau tidak berhasil mencapai indikator pekerjaan. Menjadi tugas manajer untuk menjalankan pengawasan dalam organisasi. Pengawasan yang dilakukan secara teratur memberi manfaat bagi organisasi dalam rangka mengetahui dengan segera tantangan dan hambatan yang dialami oleh organisasi.

BAB III

MANAJEMEN MEDIA CETAK

Manajemen media cetak merupakan praktek manajemen media yang pertama kita bahas. Ini dikarenakan media cetak berkembang lebih awal dibandingkan dengan media massa yang lain. Secara garis besar manajemen media cetak terbagi dalam dua lingkup manajemen yaitu :
1. Manajemen perusahaan, yang mengatur aspek bisnis dari media yang bersifat non jurnalistik dan meliputi pekerjaan promosi, pencetakan, iklan, humas, sumber daya manusia dan sebagaimana.
2. Manajemen redaksional, yaitu manajemen dalam media yang mengurusi pada aspek jurnalistik, mulai dari pencarian berita (news gathering) dan penulisan berita (news writing).

Dulu pengiriman dilakukan secara manual, dimana wartawan harus datang ke kantor redaksi. Kini, dengan teknologi internet, wartawan dapat mengirimkan berita ke redaksi melalui surat elektronik (e-mail). Wartawan inilah yang berposisi sebagai unit paling dasar dari staf koran. Wartawan dianggap sebagai mata dan telinga bagi koran dan sekaligus juga bagi pembaca (Schement,2002:657). Walaupun sudah ada internet, wartawan umumnya setelah liputan kembali ke kantor untuk mengetik berita. Mereka menulis dan kemudian mengirimkan berita ke redaktur melalui jaringan komputer yang berada di ruang redaksi. Selanjutnya redatur akan menyunting berita. Penyuntingan yang dilakukan redaktur ini meliputi kelengkapan berita, penambahan atau pengurangan pada naskah berita, akurasi berita, penggunaan Bahasa Indonesia yang baik dan benar serta etika jurnalistik dalam berita. Redaktur akan memeriksa apakah judul berita sudah cocok dengan isi berita. Jika sudah dirasa layak, naskah akan diserahkan pada redaktur pelaksana untuk mendapat persetujuan. Berita yang sudah disetujui selanjutnya diletakan pada posisi halaman dan kolom yang sudah disiapkan. Akhirnya setelah tertata, diserahkan pada bagian produksi dan bagian percetakan akan mencetak media cetak.

Manajemen Majalah

Majalah merupakan pengembangan lebih lanjut dari media cetak dalam bentuk koran. Dalam perbedaan yang paling mendasar dengan koran, majalah menyediakan informasi yang lebih mendalam daripada koran, namun disisi lain informasi tersebut kalah dari sisi aktualitas dengan pemberitaan di koran. Majalah umumnya memfokuskan pada trend atau isu dan juga memberikan gambaran yang lebih mendalam mengenai peristiwa yang diberitakan (Schement,2001:569).

Dari sisi produksi, majalah juga memiliki kelonggaran untuk menyajikan produk yang lebih menarik, baik dalam cetakan maupun penggunaan bahasa yang indah. Dengan produk yang berkualitas tinggi, dilihat baik dari sisi kualitas cetakan maupun sisi jurnalisme, maka majalah memiliki peluang hidup lebih panjang daripada koran. Bahkan majalah tidak perlu khawatir dengan invasi internet (’Eisy,2009:26).

Memang, berbeda dengan koran, majalah umumnya memfokuskan pada target khalayak yang lebih kecil. Dengan kata lain, majalah memang tidak di orientasikan untuk memenuhi kebutuhan khalayak secara keseluruhan. Kajian yang ada memang memperlihatkan bahwa penerbitan majalah modern selalu di tandai dengan audiens yang spesialis (specialized audience). Untuk mencapai audiens yang spesialis ini, majalah dapat melakukannya dengan menerbitkan edisi khusus. Majalah Sports Illustrated misalnya diterbitkan dalam empat edisi regional di amerika serikat (Bittner,1986:63).

Sub kategori pertama umumnya adalah apa yang ada di benak khalayak sebagai apa yang disebut sebagai ‘majalah’. Secara umum ada tiga kategori majalah yaitu :
1. Majalah Konsumen dapat dipecah dalam sub kategori seperti majalah pria, majalah perempuan,majalah hiburan, majalah regional, majalah politik dan sebagainya (Schement,2001:569).
2. Majalah Perdagangan (trade magazine) berisi isu yang secara khusus yang isinya fokus pada subyek yang berhubungan dengan pekerjaan. Majalah ini umumnya biaya iklannya tinggi karena kemampuannya menjangkau khalayak.
3. Majalah Organisasi (organization magazine) dapat dibagi dalam tiga subkategori, yaitu majalah Asosiasi dan masyarakat, majalah kehumasan dan majalah yang disponsori. Majalah asosiasi dan masyarakat sering disediakan sebagai bagian dari keanggotaan di organisasi.
Tujuan dari majalah dalam sub kategori ini adalah untuk memperkuat organisasi, bukan pada keuntungan ekonomi. Majalah seperti ini juga menyediakan ruang untuk beriklan, anggota organisasi bisa berlangganan dengan biaya keanggotaan organisasi.

Sub kategori kedua adalah majalah kehumasan yang di buat oleh organisasi dan perusahaan untuk kegiatan kehumasan. Bisa jadi sebuah institusi memiliki lebih dari satu majalah seperti ini. Umumnya majalah kehumasan dibagi gratis pada pembaca.

Sub kategori ketiga adalah adalah majalah “custom” atau sponsor, dimana majalah dalam kategori ini dibuat atas pesanan pihak tertentu. Khalayak bisa mendapatkan majalah seperti ini karena membeli produk atau jasa tertentu dan mendapat bonus majalah ini. Tujuan dari majalah ini adalah untuk promosi produk perusahaan kepada khalayak (Schement,2001:569).

BAB IV


MANAJEMEN MEDIA PENYIARAN RADIO

A. Struktur Manajemen Organisasi Radio

Struktur organisasi pada manajemen penyiaran radio berbeda beda menurut genre siaran radio, jenis stasiun radio dan besarnya manajemen pada stasiun radio. Radio yang bergenre musik akan memiliki struktur yang berbeda dengan radio yang bergenre berita. Demikian pula radio komunitas yang jangkauannya terbatas akan berbeda strukturnya dengan radio komersial swasta yang memiliki jaringan nasional. Walaupun ada perbedaan struktur organisasi manajemen, pada umumnya struktur radio penyiaran dapat dijabarkan sebagai berikut. Pada bagian puncak diduduki oleh manajer umum (general manager). Manajer umum ini mengemban fungsi perencanaannya dalam manajemen organisasi yaitu dalam tugas untuk menyusun rencana kerja stasiun penyiaran radio, baik rencana kerja jangka panjang, rencana kerja jangka menengah dan rencana kerja jangka pendek. Dalam fungsi pengarahan, manajer umum memberikan pengarahan dalam penerapan rencana yang telah disusun pada semua divisi. Manajer umum dalam fungsi pengorganisasian bertugas juga mengorganisasikan pelaksanaan program kerja. Akhirnya, dalam penerapan program kerja, manajer umum juga bertugas untuk mengawasi jalannya pelaksanaan.


Manajer umum membawahi setidaknya empat manajer yaitu sales manager, program director, news director, dan chief engineer. Keempat manajer ini membawahi divisi yang berbeda yang sesuai dengan tugasnya. Manajer penjualan (sales manager) membawahi departemen penjualan (sales department), program director membawahi departemen program (program department), direktur pemberitaan (news director) membawahi departemen pemberitaan (news department) dan kepala teknik (chief engineer) membawahi departemen teknik (engineering department).

Manajer penjualan memiliki tugas untuk melakukan penjualan dan promosi program-program acara radio kepada pihak eksternal yang berpotensi bisa menjadi pemasang iklan. Program director (pengarah program) mempunyai tanggung jawab untuk membuat perumusan serta menentukan programming penyiaran radio telah di tetapkan oleh perusahaan, termasuk aspek-aspek pendukung keberhasilan penyiaran radio, dengan memperhatikan kebutuhan pendengar sekaligus kebutuhan pengiklan (Prayuda,2006:79).

Harley Prayuda mencatat setidaknya ada tiga belas kerangka dasar untuk optimalisasi kerja program director yang bisa dijabarkan sebagai berikut :
1. Pengarah program menjalankan fungsi memonitor (monitoring) yang dalam bentuk nyatanya dilakukan dengan mendengarkan stasiun penyiaran radio setiap saat, setiap hari dan dalam kondisi apapun.
2. Pengarah program menjalankan fungsi bertindak (act) yaitu melakukan koreksi atas kesalahan yang dilakukan oleh penyiar dengan sesegera mungkin. Kesalahan ini mungkin karena disebabkan oleh penyiar dan juga mungkin disebabkan oleh tim kerja yang memproduksi program acara tersebut.
3. Pengarah program menjalankan fungsi mencipta (create), yang dilakukan dengan memunculkan ide-ide segar terhadap program acara.

Pengarah program juga harus banyak melakukan dialog dengan tim kerja, untuk mendapatkan umpan balik dan masukan dari tim kerja. Umpan balik yang didapatkan sebagai masukan (input) tidak hanya berasal dari tim kerja namun juga dari berbagai pihak, baik pihak internal di stasiun penyiaran radio maupun dari pihak eksternal. Pihak eksternal ini bisa merujuk pada pendengar dan pengiklan.

Pengarah program harus mampu menyadarkan tim kerja bahwa tujuan perusahaan adalah menghasilkan keuntungan dengan tidak membuang waktu dan material dalam bekerja. Terakhir adalah dengan do something (melakukan sesuatu) setiap hari, biarkan tim kerja mengetahui kerja pengarah program, ketertarikan dan keseriusan serta kepedulian terhadap stasiun penyiaran radio (Prayudha,2007:80-81).

B. Posisi On-Air dan Off-Air

Untuk posisi off air, tenaga kerja yang dibutuhkan umumnya adalah individu yang memiliki keahlian dalam kemampuan vokal, memiliki latar belakang dalam kepenyiaran (announcing) serta reportase maupun memiliki keahlian pada bidang tertentu, seperti jurnalisme dan olahraga. Sedangkan posisi off air, tenaga kerja yang dicari adalah orang yang memiliki kemampuan di bidang penjualan, pencarian dana, pengorganisasian dan keahlian manajemen atau mampu bekerja dalam bidang teknis, elektronik dan komputer.

Perkembangan Programming dan Formatting Radio

Industri penyiaran radio setidaknya bisa dipetakan dalam dua pasar, yaitu industri penyiaran radio yang berorientasi pada pasar local dan industri penyiaran radio yang berorientasi pada pasar internasional. Secara singkat, seluruh format radio bisa dibedakan menjadi tiga kelompok besar, yaitu format musik, format informasi, dan format khusus (speciality) (Pringle, Star dan McCavitt dalam Morissan,2010:223). Penjelasan masing-masing format bisa dijabarkan sebagai berikut :
1. Format Musik adalah format yang paling mudah ditemui di berbagai stasiun radio swasta komersial. Perkembangan format musik ini banyak dipengaruhi oleh perkembangan radio penyiaran di Amerika Serikat.
2. Format Informasi yang dapat lagi dibagi menjadi dua sub format yaitu format yang didominasi berita (all news) dan format yang lebih banyak didominasi oleh dialog (talk news). Dalam perkembangannya, kedua sub format ini ada yang dipadukan dimana stasiun radio menggunakan keduanya dalam porsi yang seimbang. Sub format campuran ini dinamakan sebagai news talk.
3. Format Khusus, format ini bisa ditemui pada stasiun radio yang ditujukan pada segmen tertentu berdasarkan etnis atau agama.

Produksi Siaran Radio


Secara garis besar siaran radio terbagi atas dua jenis yaitu musik dan informasi, yang semuanya memerlukan kompetensi dari pembuatnya. Kita akan mengawali pembahasan pada jenis informasi yaitu berita radio. Berita radio bisa diartikan sebagai siaran radio yang mengabarkan informasi yang memiliki nilai berita yang disusun menurut kaidah jurnalistik penyiaran radio dengan mengindahkan kode etik jurnalistik. Siaran berita di radio disesuaikan dengan target segmentasi pendengar dari radio bersangkutan, seperti pada radio khusus ekonomi akan banyak membahas berita-berita ekonomi.

Bentuk format siaran berita di radio bisa dibagi menjadi dua yaitu :
1. Siaran radio yang dilakukan secara langsung (live report). Siaran ini dilakukan dengan melibatkan reporter berada di lokasi peristiwa untuk mencari (gathering) berita dan sekaligus melaporkannua pada khalayak. Kemajuan teknologi seluler dan Internet semakin memudahkan kegiatan laporan langsung dari lokasi peristiwa ini.
2. Siaran tunda. Siaran tunda dilakukan dengan mekanisme dimana reporter mencari berita ke area liputan, kemudian hasil liputan dibawa ke studio untuk diolah dan selanjutnya disiarkan.

Jenis selanjutnya dari format informasi adalah dialog radio (talk show). Dalam dialog radio penyiar harus memiliki dua kompetensi yaitu kemampuan berbicara dan kemampuan melakukan wawancara. Program dialog umumnya melibatkan satu penyiar radio sebagai host (pemandu acara) yang melakukan wawancara dengan satu atau lebih nara sumber.

Tiga bentuk dialog radio yang lazim dikenal adalah sebagai berikut :


1. One-on-one show
Dialog ini melibatkan seorang penyiar dengan narasumber dengan mikrofon terpisah namun keduanya pada ruang studio yang sama.

2. Panel Discussion
Dialog dengan menghadirkan beberapa narasumber sebagai panelis dan penyiar dalam posisi sebagai moderator antar panelis.

3. Call in show
Dialog yang dilakukan lewat sambungan telepon. Hal ini dilakukan oleh reporter yang mengajukan pernyataan atau pertanyaan dari studio yang diajarkan dan dalam siarannya penyiar meminta respon pendengar melalui sambungan telepon.

Dalam manajemen media penyiaran yang dikelola secara modern, persoalan tentang bagaimana programming dan formatting stasiun radio tidak bisa dilepaskan dari aspek lain yaitu segmentasi (segmentation) dan targetting khalayak.

BAB V

MANAJEMEN MEDIA PENYIARAN TELEVISI

Televisi : Sejarah dan Perkembangan

Sejarah perkembangan televisi menjadi latar dari terbentuknya programming dalam penyiaran televisi. Perkembangan teknologi televisi dapat dilacak mulai berkembang pada tahun 1923. Pada saat itu, Vladimi K. Zworykin, seorang pegawai di Westinghouse, mempatenkan tabung gambar televisi yang di dalamnya terdapat iconoscope. Empat tahun kemudian, bersamaan dengan NBC mengorganisir siaran radio jaringannya, Philo Faswordth mengembangkan sistem dan mempatenkan tabung disektor (dissector tube). Di saat orang-orang lain bereksperimen dengan cara bagaimana menyiarkan gambar, dua orang peneliti independen ini memberikan sumbangsih besar dalam kelahiran seluruh transmisi televisi (Schement,2002:1024). Namun demikian sebelum mereka menemukan teknologi yang kemudian dikenal sebagai televisi, konsep tentang televisi sebenarnya telah ditemukan oleh seorang ahli fisika Perancis bernama Alexandre Edmond Becquerel yang melakukan observasi tentang efek electromagnetik cahaya (Bittner,1986:116). Observasi inilah yang kemudian menjadi dasar dari perkembangan teknologi televisi sampai saat ini.

Penerapan teknologi digital dalam ranah penyiaran televisi di Indonesia kini sudah di depan mata. Era televisi digital akan menambah kecanggihan layar televisi dengan sajian program yang semakin beragam. Televisi akan menjadi magnet bagi khalayak yang memiliki daya tarik yang kuat. Polesan teknologi digital akan menambah kualitas gambar dan suara di pesawat televisi. Televisi digital memudahkan dan memanjakan penonton di rumah, stasiun televisi, rumah produksi dan juga pemerintah.

Pada sisi manajemen, perkembangan teknologi digital menjadikan persoalan manajemen dalam penyiaran televisi juga harus semakin profesional. Perkembangan teknologi yang kian pesat dalam era digital harus dibarengi dengan kualitas manajemen stasiun televisi yang dikelola secara profesional dengan menggunakan prinsip manajemen modern yang disesuaikan dengan perkembangan teknologi. Teknologi televisi digital secara langsung juga akan menyebabkan persaingan antar stasiun juga semakin ketat. Teknologi digital setidaknya akan menyebabkan peningkatan jumlah stasiun televisi. Hal ini disebabkan karena digitalisasi televisi akan memberikan efisiensi dalam penggunaan frekuensi sehingga satu frekuensi yang biasanya hanya dapat digunakan oleh satu siaran analog bisa dilipatgandakan menjadi 12 saluran program siaran dengan asumsi menggunakan teknologi sekarang. Dengan asumsi adanya perkembangan teknologi digital, pelipatgandaan ini bisa lebih banyak lagi (Rianto dkk,2011:24).

Struktur dan Posisi dalam Manajemen Televisi

Stasiun televisi dipimpin oleh manajer yang disebut sebagai manajer umum (general manager). Di stasiun televisi besar juga disebut sebagai direktur utama. Selain itu ada istilah lain yang digunakan seperti presiden direktur, direktur utama dan CEO (Chief Executive Director). Pimpinan tertinggi dalam institusi media televisi ini sekaligus menjabat posisi sebagai ketua dewan direksi (board of directors). Anggota dewan direksi meliputi beberapa direktur yang memimpin berbagai divisi dalam stasiun televisi. Direktur utama mengemban tanggung jawab pada seluruh bagian dalam stasiun televisi, dimana hal ini nisa dirujuk pada dua tanggung jawab utamanya yaitu menetapkan sasaran (target) pemasaran dan mengendalikan pengeluaran (Herford dalam Morissan,2009:145).

Tugas dari pimpinan tertinggi dalam manajemen di stasiun televisi meliputi beberapa tugas yaitu :
1. Manajemen harus mengkoordinasikan berbagai program acara yang ada di stasiun televisi tersebut. Ini termasuk kemampuan manajemen untuk memonitor program acara. Manajemen harus segera mengetahui jika ada program acara yang kualitasnya menurun, kemudian segera melakukan kebijakan atas program acara tersebut.
2. Manajemen harus dapat mengarahkan, program acara yang ditayangkan adalah program acara yang diminati oleh pemasang iklan.
3. Manajemen harus mampu memberikan arahan kepada seluruh karyawan agar mampu melakukan kerjasama antar berbagai divisi yang ada. Hal ini menyangkut tentang bagaimana penjualan program pada pengiklan dam kerjasama dengan pihak-pihak eksternal.

Ada empat fungsi dasar dalam struktur organisasi media penyiaran televisi yaitu :
• Teknik
• Program
• Pemasaran
• Administrasi

Masing-masing dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Bagian Teknik mengemban tanggung jawab dalam menjaga kelancaran siaran. Siaran televisi melibatkan peralatan yang sangat mahal dan memiliki nilai penyusutan yang sangat cepat. Bagian teknik bertugas merawat peralatan yang ada agar selalu prima ketika digunakan untuk produksi program televisi. Sumber daya manusia yang berada di bagian teknik tentu saja adalah teknisi yang memiliki kemampuan untuk melakukan perawatan berkala pada peralatan audio-visual yang dimiliki oleh stasiun televisi. Jika ada peralatan yang mengalami kerusakan, bagian teknik harus dengan segera memberikan respon dengan mengatasi kerusakan yang ada.

2. Bagian Program Siaran. Bagian ini mengemban tugas untuk menyuguhkan program acara bagi khalayak. Untuk itu, bagian ini harus mampu melakukan penataan program siaran agar sesuai dengan khalayak. Kegiatan penataan program ini disebut programming. Dalam melakukan programming, bagian program siaran harus mempertimbangkan jenis acara, waktu tayang serta perilaku menonton khalayak.

3. Bagian Pemasaran dan Penjualan Program Televisi (sale-marketing). Bagian ini memiliki tugas untuk menjual program-program yang dimiliki stasiun televisi pada pengiklan. Dengan demikian, bagian ini menjadi vital bagi stasiun televisi swasta yang membutuhkan pendapatan dari iklan untuk menjamin keberlanjutan siarannya. Penayangan iklan pada program siaran televisi dicatat dalam program log. Program log ini diurus oleh staf yang berada pada bagian traffic. Tugas bagian traffic selanjutnya adalah melalukan pengawasan pada iklan yang ditayangkan. Jika ada iklan yang mengalami kerusakan teknis, maka bagian traffic harus melakukan pendataan dan perbaikan pada iklan tersebut untuk ditayangkan lagi pada waktu lain.

4. Bagian Administrasi. Bagian administrasi sebenarnya ada di hampir semua struktur perusahaan, baik perusahaan media maupun non media. Sebagaimana namanya, bagian ini mengemban tugas dalam fungsi-fungsi organisasi yang berkaitan dengan fungsi administrasi. Fungsi administrasi ini meliputi tanggung jawab pada pengelolaan sumber daya manusia, pembukuan, pembayaran gaji dan pengelolaan anggaran. Selain itu, fungsi administrasi yang lain adalah mengurus perizinan dan menjalin kerjasama dengan pihak-pihak eksternal (Morissan,2009:151).

BAB VI

SEGMENTASI, TARGETING, DAN POSITIONING

Menurut Kotler ada tiga tahap dalam menganalisis khalayak yaitu :

1. Segmentasi — segmentasi khalayak merupakan suatu strategi untuk memahami struktur khalayak.
2. Targeting — targeting bisa diartikan sebagai target khalayak, yaitu persoalan bagaimana memilih, menyeleksi dan menjangkau khalayak.
3. Positioning — positioning yaitu bagaimana strategi untuk memasuki otak konsumen.

Segmentasi menjadi hal yang penting dalam pemasaran media. Pemasaran yang baik dimulai dari penentuan target khalayak (Andreason dan Kotler,2003:143). Prinsip yang secara umum dilakukan dalam pemasaran ini juga dilakukan dalam manajemen media. Dalam media komersial, dimana media seperti hidup dari pendapatan iklan, prinsip ini menjadi kian penting agar media mendapat perhatian khalayak. Semakin banyak khalayak yang mengkonsumsi media, maka semakin mudah pula bagi media tersebut untuk mendapatkan pengiklan.

Belajar dari Riset : Siapa Pembaca Media Cetak di Indonesia

Nielsen Research adalah lembaga yang secara rutin melakukan penelitian tentang konsumsi masyarakat atas media. Lembaga ini dikenal dengan rating-nya untuk mengukur jumlah kepemirsaan penonton program acara televisi. Sebenarnya Nielsen juga melakukan penelitian tentang pembaca media cetak. Berdasarkan survey lembaga ini, pembaca media cetak digolongkan dalam beberapa kategori. Surat kabar dibaca oleh mayoritas pria yang berusia di atas 20 tahun, pendidikan SMA ke atas dengan Status Ekonomi Sosial (SES) B kenatas sebagai entrepreneur, white, dan blue collar. Sementara majalah dan tabloid dibaca mayoritas wanita berusia 20 tahun ke atas, pendidikan SMA dengan SES level B ke atas sebagai mahasiswa dan blue collar (Darmawan, 2008:28).

Segmentasi Khalayak

Pada media penyiaran, pemahaman tentang segmentasi khalayak juga penting. Jika media penyiaran tidak mampu membaca segmentasi khalayak yang hendak dibidik, maka bisa dipastikan media tersebut tidak mampu bersaing dengan media penyiaran yang lain. Keberhasilan melakukan segmentasi, dan selanjutnya menyiarkan program acara yang sesuai dengan kebutuhan khalayak pada segmentasi yang telah dipilih, menjadi kunci kesuksesan.

Untuk memudahkan segmentasi khalayak, maka segmentasi bisa dilakukan dengan beberapa dasar yaitu :
1. Segmentasi berdasarkan demografis. Segmentasi ini didasarkan pada data-data kependudukan, seperti usia, jenis kelamin, pekerjaan, suku bangsa, pendapatan, pendidikan agama, ras dan sejenisnya (Anderson dan Kotler,2003:147).
2. Segmentasi berdasarkan gender, yaitu didasarkan pada khalayak laki-laki dan perempuan. Dalam penerbitan majalah dan tabloid, segmentasi berdasar gender ini dengan mudah kita jumpai. Segmentasi perempun dalam bisnis majalah dan tabloid di Indonesia dipenuhi oleh berbagai penerbitan seperti Aneka, Go Girl, Cosmo Girl, Cosmopolitan, Femina, Nova dan sebagainya.
3. Segmentasi geografis (geographic segmentation). Memperlihatkan bagaimana orang dari satu daerah lain di dunia, bahkan di satu negara yang sama, dalam hal kebutuhan, keinginan dan konsumsi yang mereka lakukan (Arens,2006:174).
4. Segmentasi behaviorial (behavoiristic segmentation). Yaitu segmentasi yang didasarkan pada beragam variabel yang berkaitan dengan perilaku khalayak, yang umumnya adalah status, tingkat sosial, purchase occasion dan benefits sought. Kategori ini merefleksikan kepada kita tentang konsumen saat ini, kapan dan mengapa mereka membeli serta berapa banyak mereka mengkonsumsi (Arens,2006:171).

Targeting Khalayak Media

Setelah membahas tentang segmentasi khalayak, maka langkah selanjutnya dalam relasinya dengan khalayak adalah dengan targeting. Tahap targeting dilakukan setelah institusi atau perusahaan media melakukan pengidentifikasian beragam segmen sebagaimana yang tersebut sebelumnya. Setelah identifikasi dilakukan, perusahaan melakukan kajian atas segmen tersebut, dan kemudian dipilih segmen yang menjadi sasaran. Segmen yang menjadi sasaran inilah yang disebut sebagai targeting. Setiap institusi atau perusahaan media pasti memiliki pertimbangan tertentu sehingga memilih segmen tertentu sebagai target media. Pertimbangan utama yang digunakan perusahaan setidaknya berkaitan pada dua hal yaitu :
1. Faktor eksternal yang berupa segmentasi khalayak yang dianggap memiliki potensi.
2. Faktor internal yang berupa kemampuan sumber daya perusahaan.

Dalam proses penentuan target, media dapat melakukan beberapa pilihan model targeting, yaitu :

1. Konsentrasi pada Segmen Tunggal (Single Segment Concentration)
Konsentrasi pada Segmen  khalayak tunggal ini, sesuai dengan namanya adalah dimana dalam proses targeting, perusahaan media memilih satu saja segmen khalayak. Jika perusahaan media memilih segmen yang tunggal maka perusahaan media harus memiliki pertimbangan yang kuat karena tingginya resiko kegagalan. Jika gagal membaca kemauan segmen yang hanya satu saja, media tidak lagi memiliki khalayak.
2. Spesialisasi secara Selectif (Selective specialization)
Spesialisasi secara selektif adalah proses targeting yang dilakukan oleh perusahaan dengan menyeleksi beberapa segmen. Segmen yang diseleksi dan dipilih mungkin tidak saling berelasi atau membangun sinergi, namun masing-masing segmen menjanjikan keuntungan.
3. Spesialisasi Produk (Products Specialization)
Spesialisasi target ini dilakukan dengan fokus pada produk tertentu yang sifatnya khusus. Dalam spesialisasi ini perusahaan melakukan pertimbangan targeting atas dasar membangun reputasi yang kuat diproduk yang spesifik. Spesialisasi ini dirasa lebih aman dari resiko kegagalan daripada spesialisasi segmen tunggal.
4. Spesialisasi Market (Market Specialization)
Spesialisasi market adalah targeting yamg dilakukan dengan proses dimana perusahaan benkonsentrasi melayani kebutuhan dalam kelompok segmen tertentu. Pertimbangan pasar yang kuat menjadi alasan dalam targeting yang didasarkan pada spesialisasi market. Resiko menjadi lebih kecil dibandingkan dengan segmentasi yang tunggal, karena pasar yang sudah kuat. Namun resiko bisa muncul ketika pasar tersebut mengurangi konsumsi nya.
5. Jangkauan Semua Pasar (Full Market Coverage)
Sesuai dengan namanya, targeting ini dilakukan dengan berusaha menjangkau semua segmentasi yang ada. Resiko kegagalan pada satu segmen bisa dengan cepat diganti dengan segmen yang lain. Banyak media yang bermain pada model targeting ini.

BAB VII

PROGRAMMING RADIO DAN TELEVISI

setelah memahami tentang segmentasi, targeting, dan positioning, bagian ini akan membahas tentang programming radio dan televisi. Pada media televisi, programming semakin penting, karena menjadi komoditas yang paling terlihat dan paling vital (Schement,2002:1033). Dalam kegiatan programming yang penting adalah tujuan dari programming yang disusun. Penyiaran radio memiliki target yang spesifik (Perebisnossoff,2005:150). Ada dua tujuan dasar dalam programming radio, yaitu :
1. Tujuan yang secara khusus bersifat lokal. Tujuan ini juga berkaitan dengan bagaimana radio menjalin interaksi dengan para pendengar di sekitarnya (Perebisnossoff,2005:150).
2. Tujuan kedua programming adalah mood tertentu dari siaran radio. Di radio musik merupakan latar yang dapat mempengaruhi bagaimana aktivitas audiens (Perebisnossoff, 2005:151).

Tujuan yang agak berbeda terjadi dalam programming televisi. Televisi, terutama televisi swasta dan kabel yang harus responsif pada keinginan memasang iklan. Dengan memiliki penonton yang banyak, stasiun televisi akan mudaj menjual program pada pengiklan. Demikian juga dalam televisi kabel yang harus membuat programming yang tepat agar pelanggan nya terus memperpanjang iuran bulanan (Perebisnossoff,2005:124).

Berikut ini adalah beberapa tujuan programming televisi yaitu :

1. Programming televisi ditujukan untuk menjangkau audiens seluas mungkin (Perebisnossoff,2005:124). Keluasan ini tentu saja terutama ditujukan pada wilayah yang berpenduduk padat. Jangkauan yang luas memungkinkan stasiun televisi memiliki audiens yang berjumlah besar, sehingga pada pengiklan bersedia memasang iklan dengan biaya tinggi.
2. Programming televisi bertujuan untuk menjangkau audiens yang spesifik. Ini terutama terjadi pada televisi kabel, yang berbeda dengan televisi terrestrial, lebih menekankan untuk mendapatkan perhatian dari audiens yang kecil namun benar-benar menjadi segmentasinya.
3. Programming televisi bertujuan menarik pelanggan. Tujuan ketiga ini lebih kontekstual digunakan oleh televisi kabel berlangganan. Stasiun televisi kabel mendapatkan uang dari pelanggan berdasarkan ditonton atau tidaknya program acara yang mereka tayangkan (Perebisnossoff dkk,2005:124)
4. Tujuan keempat dalam programming yaitu audiens yang bisa keluar masuk (in-and-out audience) (Perebisnossoff dkk,2005:124). Maksudnya adalah audiens bisa masuk menjadi pelanggan stasiun televisi kabel dan dengan cepat bisa berubah menjadi bukan pelanggan ketika memindahkan saluran televisi.

Untuk memudahkan pemetaan, faktor yang mempengaruhi programming bisa dibedakan dua, yaitu :

1. Pengaruh Internal
• Keuangan
• Pendapatan
• Standard penyiaran
• Manajemen tingkat atas

2. Pengaruh eksternal
• Stasiun kompetitor
• Sponsor
• Kelompok penekan
• Kritik
• Akademis
• Pemerintah
• KPI

Dari sisi pengaruh faktor internal, programming dipengaruhi oleh keuangan dan pendapatan stasiun radio dan televisi masing-masing. Pada stasiun televisi, program produksi yang berbiaya besar hanya bisa diproduksi oleh stasiun televisi yang memiliki keuangan dan pendapatan yang sehat. Standar penyiaran juga dipengaruhi pada programming yang disusun.

Beberapa alasan dari kegagalan program disebabkan hal-hal berikut ini :

1. Alasan pertama, adalah kegagalan programming yang disebabkan oleh ratting yang tidak memuaskan. Ratting yang rendah mengindikasikan audiens yang rendah sehingga tidak menarik minat pengiklan untuk memasang iklan (Perebisnossoff dkk,2005:273).
2. Alasan kedua, kegagalan adalah program bisa hilang menguap. Yang perlu diingat adalah bahwa program televisi bukan suatu yang abadi.
3. Alasan ketiga kegagalan program adalah perubahan sosial (Perebisnossoff dkk,2005:275). Perubahan sosial yang gagal ditanggapi dalam penyusunan programming bisa menyebabkan kegagalan menarik minat audiens. Perubahan yang terjadi dalam konsumsi media internet dengan terutama pemakaian gadget menjadikan televisi mendapat pesaing.
4. Kegagalan programming yang bisa juga disebabkan oleh waktu tayang yang tidak tepat. Sebagus apapun program jika ditempatkan pada waktu yang tidak tepat akan susah mendapat perhatian audiens.

Evaluasi Program

Evaluasi program menjadi kegiatan manajemen media yang penting untuk mengukur keberhasilan program. Evaluasi program dilakukan dengan pengukuran audiens (audience measurement), namun istilah yang lebih populer yang menggantikan istilah ini adalah rating (Perebisnossoff dkk,2005:251). Pada media televisi, Nielsen merupakan lembaga yang secara mutlak menguasai riset rating. Harga membeli rating juga tidaklah murah. Untuk mengukur rating digunakan alat bernama people meter, yang mampu mengukur secara kuantitatif kepemirsaan program televisi setiap hari (Schement,2002:1036).

Rating secara sederhana dapat diartikan sebagai persentase dari rumah tangga yang menonton program televisi tertentu dibandingkan dengan keseluruhan rumah tangga yang memiliki pesawat televisi (Perebisnossoff, 2005:255). Rating adalah suatu jumlah perkiraan karena disebabkan penghitungannya didasarkan pada pesawat televisi. Penghitungan ratting sebenarnya sangat sederhana yaitu dengan membagi jumlah rumah tangga yang menonton suatu program acara tertentu dengan keseluruhan jumlah rumah tangga yang memiliki pesawat televisi di wilayah tertentu yang dijangkau siaran (Morissan,2005:347).

Dengan rating inilah stasiun televisi menjual program pada pengiklan. Ada beberapa kritik terhadap rating yaitu :
1. Dalam rating yang dihitung adalah rumah tangga. Jumlah anggota keluarga yang berbeda tidak akan terukur
2. Tiadanya lembaga rating yang bisa menjadi pembanding dari hasil Nielsen
3. Kritik kalangan akademisi yang memandang rating hanya menekankan pada kuantitas bukan kualitas.

Selain rating, hal lain yang perlu diperhatikan dalam evaluasi program televisi adalah share. Share bisa diartikan sebagai persentase pemirsa televisi di satu waktu periode tertentu pada saluran televisi. Untuk menghitungnya adalah memeriksa pad waktu tertentu dibagi total pemeriksa dikalikan 100 persen. Dengan demikian share memiliki perbedaan dengan rating yaitu bahwa pada share yang dibandingkan bukan lagi acaranya tapi stasiun televisinya. Bandingkan dengan rating yang menghitung jumlah penonton televisi pada stasiun tertentu.

Rating harus diakui saat ini menjadi indikator utama dalam evaluasi program. Keberhasilan program ditentukan oleh angka rating yang didapatkan program tersebut. Semakin tinggi angka rating, maka program dianggap semakin sukses. Dengan demikian rating dianggap sebagai segala-galanya dalam penentuan keberhasilan program. Padahal sebagai sebuah metode riset kuantitatif, rating juga memiliki sampling error, sebagaimana juga metode penelitian kuantitatif lainnya.

Walaupun demikian sebenarnya, rating memiliki sisi kelemahan. Kelemahan rating adalah sebagai berikut :
1. Riset rating ditujukan untuk meneliti dan mengukur keseluruhan audiens acapkali tidak berhasil, karena audiens yang teliti hanya berasal dari kelas menengah. Kelompok masyarakat pada level kelas atas dan sebaliknya juga kelompok masyarakat level kelas bawah cenderung tidak terukur. Ini memperlihatkan adanya pengabaian terhadap kelompok masyarakat tertentu (Morissan,2008:359)
2. Apakah kelompok minoritas terwakili dalam sampling? Di Amerika Serikat, hal ini berkaitan dengan pengukuran terhadap kepemirsaan yang dianggap tidak mewakili kaum minoritas seperti Latin dan Afro-American Amerika (Perebisnossoff dkk, 2005:268)
3. Jumlah sampel yang sangat kecil menjadi kelemahan lain dari riset kuantitatif dengan menggunakan rating. Kesalahan memilih responden juga akan menyebabkan efek yang besar.
4. Adanya upaya yang dilakukan oleh stasiun televisi di Amerika untuk menayangkan program sebaiknya pada saat periode pelaksanaan riset rating dilakukan.

Walaupun ada sisi lemah dari rating, metode riset ini sampai sekarang yang menjadi acuan dalam menentukan keberhasilan program secara komersial. Perancang programming melihat rating program yang mereka dapatkan sebagai acuan untuk menentukan kelayakan program acara untuk dilanjutkan atau tidak. Dengan menggunakan rating, mereka juga dapat melihat trend program acara yang diminati audiens. Trend tersebut mereka teruskan ke bagian kreatif dan produksi untuk diproduksi menjadi program acara yang menarik minat audiens sesuai dengan trend yang sedang berkembang.

































Kamis, 21 November 2019

MAKALAH SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA MENGENAI MASYARAKAT SEBAGAI SUATU SISTEM SOSIAL
 Disusun Oleh :
Fira Lestari 0118075
Sulistiani 0118157
Nur Cahyani 08118093
Berliana Safitri 0118071

PROGRAM STUDI SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA
AKADEMI ILMU KOMUNIKASI
STISIPOL CANDRADIMUKA
TAHUN AJARAN 2019/2020

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah sistem sosial budaya Indonesia mengenai masyarakat sebagai suatu sistem sosial. Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini. Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini. Akhir kata kami berharap semoga makalah sistem sosial budaya Indonesia mengenai masyarakat sebagai suatu sistem sosial ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.


Palembang, 25 November 2019



DAFTAR ISI

Halaman Judul ………………………………………………………….

Kata pengantar .........................................................................................


Daftar Isi..................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang ......................................................................
1.2 Rumusan masalah ................................................................
1.3 Tujuan……………………………………………………...
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Masyarakat ..........................................................................
2.2 Kultural dan Natural Masyarakat ...................................................................
2.3Ciri-ciri Masyarakat ..........................................................................
2.4 Masyarakat sebagai Suatu Sistem Sosial ....................................................
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan .............................................................................................
3.2 Saran ……………………………………………………………………..

Daftar pustaka ............................................................................................……….

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pada dasarnya, masyarakat Indonesia sebagai suatu kesatuan telah lahir jauh sebelum lahirnya (secara formal) masyarakat Indonesia. Peristiwa sumpah pemuda pada tannggal 28 Oktober 1928 antara lain merupakan bukti yang jelas. Peristiwa ini merupakan suatu konsensus nasional yang mampu membuat masyarakat Indonesia terintegrasi di atas gagasan Bhineka Tunggal Ika.

Indonesia Merupakan negara yang memiliki susunan masyarakat dengan ciri pluralitas yang tinggi, karena sistem sosial dan budaya masyarakat Indonesia sangat heterogen secara vertikal maupun horizontal. Akibat heterogenitas masyarakat Indonesia ialah terjadinya rawan konflik. Untuk meredam konflik diperlukan pemahaman tentang pluralitas dan mengetahui serta memahami sistem sosial Indonesia.

Dengan semakin majunya zaman, seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin canggih, kebudayaan atau budaya Indonesia semakin tidak di perhatikan keberadaanya, bahkan belakangan ini banyak sekali budaya Indonesia yang diklaim oleh pihak lain, dan mungkin mereka lebih peduli daripada kita yang memilikinya. Indonesia adalah Negara yang kaya, subur dan seharusnya juga makmur. Tapi apa yang terjadi?. Sedikit mengenai Sistem Sosial dan Budaya di Indonesia, dalam kurun waktu yang singkat ini banyak penyimpangan-penyimpangan dari Sistem Sosial dan Budaya itu sendiri, bukan orang lain yang melakukannya, dan anehnya itu dilakukan oleh kita sendiri sebagai bangsa Indonesia yang seharusnya menjaga nilai-nilai kebudayaan tersebut. Jika hal ini dibiarkan berlanjut, maka Negara Indonesia akan hilang jatidirinya sebagai Negara pancasila.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, kami membatasi makalah dengan menggunakan rumusan masalah sebagai berikut.

1. Apakah yang dimaksud dengan masyarakat itu?
2. Apakah mereka membentuk sebuah sistem setelah mengadakan proses sosial atau interaksi sosial?

1.3 Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah yang telah ditentukan, berikut kami uraikan tujuan dari penulisan makalah ini, yakni sebagai berikut.
1. Untuk memaparkan tentang masyarakat sebagai suatu sistem
2. Untuk memaparkan tentang pembetukan sebuah sistem setelah mengadakan proses sosial atau interaksi sosial

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Masyarakat

Lingkungan tempat kita tinggal dan melakukan berbagai aktivitas disebut dengan masyarakat. Apakah masyarakat hanya sebatas pada pengertian itu? Tidak. Untuk memahami lebih jauh tentang pengertian masyarakat, sebaiknya kita pahami beberapa definisi menurut pendapat para ahli sosiologi.

a. Emile Durkheim

Masyarakat adalah suatu kenyataan objektif individuindividu yang merupakan anggota-anggotanya.

b. Karl Marx

Masyarakat adalah suatu struktur yang menderita ketegangan organisasi ataupun perkembangan karena adanya pertentangan antara kelompok-kelompok yang terpecah-pecah secara ekonomis.

c. Max Weber

Masyarakat adalah suatu struktur atau aksi yang pada pokoknya ditentukan oleh harapan dan nilai-nilai yang dominan pada warganya.

d. Koentjaraningrat

Masyarakat adalah kesatuan hidup dari makhluk-makhluk manusia yang terikat oleh suatu sistem adat istiadat tertentu.

e. Mayor Polak

Masyarakat adalah wadah segenap antarhubungan sosial yang terdiri dari banyak sekali kolektivitas serta kelompok, dan tiap-tiap kelompok terdiri lagi atas kelompok-kelompok yang lebih kecil (subkelompok).

f. Roucek dan Warren

Masyarakat adalah sekelompok manusia yang memiliki rasa dan kesadaran bersama, di mana mereka berdiam (bertempat tinggal) dalam daerah yang sama yang sebagian besar atau seluruh warganya memperlihatkan adanya adat istiadat serta aktivitas yang sama pula.

g. Paul B. Horton

Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang secara relatif mandiri, yang hidup bersama-sama cukup lama, yang mendiami suatu wilayah tertentu, memiliki kebudayaan yang sama dan melakukan sebagian besar kegiatan dalam kelompok itu. Pada bagian lain Horton mengemukakan bahwa masyarakat adalah suatu organisasi manusia yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya.

2.2 Kultural dan Natural Masyarakat

Dari beberapa pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa masyarakat dapat dibedakan dalam pengertian natural dan kultural.

a. Masyarakat dalam pengertian natural adalah community yang ditandai oleh adanya persamaan tempat tinggal ( the same geographic area ). Misalnya masyarakat Sunda, masyarakat Jawa, masyarakat Batak, dan sebagainya.
b. Masyarakat dalam pengertian kultural adalah society yang keberadaannya tidak terikat oleh the same geographic area, melainkan hasil dinamika kebudayaan peradaban manusia. Misalnya masyarakat pelajar, masyarakat petani, dan sebagainya.

2.3 Ciri-ciri Masyarakat

Soerjono Soekanto mengemukakan bahwa ciri-ciri suatu masyarakat pada umumnya adalah sebagai berikut.

a. Manusia yang hidup bersama, sekurang-kurangnya terdiri atas dua orang.
b. Bercampur atau bergaul dalam waktu yang cukup lama. Berkumpulnya manusia akan menimbulkan manusiamanusia baru. Sebagai akibat hidup bersama itu, timbul sistem komunikasi dan peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antarmanusia.
c. Sadar bahwa mereka merupakan satu-kesatuan.
d. Merupakan suatu sistem hidup bersama. Sistem kehidupan bersama menimbulkan kebudayaan karena mereka merasa dirinya terikat satu dengan lainnya.

2.4 Masyarakat sebagai Suatu Sistem Sosial

Sebagai suatu sistem, individu-individu yang terdapat di dalam masyarakat saling berhubungan atau berinteraksi satu sama lain, misalnya dengan melakukan kerja sama guna memenuhi kebutuhan hidup masing-masing.

a. Sistem Sosial

Sistem adalah bagian-bagian yang saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya, sehingga dapat berfungsi melakukan suatu kerja untuk tujuan tertentu. Sistem sosial itu sendiri adalah suatu sistem yang terdiri dari elemenelemen sosial. Elemen tersebut terdiri atas tindakan-tindakan sosial yang dilakukan individu-individu yang berinteraksi satu dengan yang lainnya. Dalam sistem sosial terdapat individu-individu yang berinteraksi dan bersosialisasi sehingga tercipta hubungan-hubungan sosial. Keseluruhan hubungan sosial tersebut membentuk struktur sosial dalam kelompok maupun masyarakat yang akhirnya akan menentukan corak masyarakat tersebut.

b. Struktur Sosial

Struktur sosial mencakup susunan status dan peran yang terdapat di dalam satuan sosial, ditambah nilai-nilai dan norma-norma yang mengatur interaksi antarstatus dan antarperan sosial. Di dalam struktur sosial terdapat unsurunsur sosial yang pokok, seperti kaidah-kaidah sosial, lembaga-lembaga sosial, kelompok-kelompok sosial, dan lapisan-lapisan sosial. Bagaimana sebetulnya unsur-unsur sosial itu terbentuk, berkembang, dan dipelajari oleh individu dalam masyarakat? Melalui proses-proses sosial semua itu dapat dilakukan. Proses sosial itu sendiri merupakan hubungan timbal balik antara bidang-bidang kehidupan dalam masyarakat dengan memahami dan mematuhi norma-norma yang berlaku.

c. Masyarakat sebagai Suatu Sistem

Apabila kita mengikuti pengertian masyarakat baik secara natural maupun kultural, maka akan tampak bahwa keberadaan kedua masyarakat itu merupakan satu-kesatuan. Dengan demikian, kita akan tahu bahwa unsur-unsur yang ada di dalam masyarakat yang masing-masing saling bergantung merupakan satu-kesatuan fungsi. Adanya mekanisme yang saling bergantung, saling fungsional, saling mendukung antara berbagai unsur dan tidak bisa dipisahkan satu sama lain itulah yang kita sebut sebagai sistem.

Masyarakat sebagai suatu sistem selalu mengalami dinamika yang mengikuti hukum sebab akibat (kausal). Apabila ada perubahan pada salah satu unsur atau aspek, maka unsur yang lain akan menerima konsekuensi atau akibatnya, baik yang positif maupun yang negatif. Oleh karena itu, sosiologi melihat masyarakat atau perubahan masyarakat selalu dalam kerangka sistemik, artinya perubahan yang terjadi di salah satu aspek akan memengaruhi faktor-faktor lain secara menyeluruh dan berjenjang.

Menurut Charles P. Loomis, masyarakat sebagai suatu sistem sosial harus terdiri atas beberapa unsur berikut ini.


a. Keyakinan

Setiap sistem sosial mempunyai unsur-unsur keyakinan-keyakinan yang ditaati oleh para warganya. Mungkin juga terdapat aneka ragam keyakinan di luar keyakinan umum yang dipeluknya di dalam suatu sistem sosial. Akan tetapi hal itu tidaklah begitu penting. Dalam kenyataanya, keyakinan itu tidak musti benar. Yang penting, keyakinan tersebut dianggap benar atau tepat oleh warga yang hidup di dalam sosial yang bersangkutan. Misalnya, para anggota dari suatu aliran agama, mungkin percaya bahwa api, batu-batuan tertentu memiliki kekuatan gaib. Keyakinan termasuk unsur sangat penting dalam sistem sosial, sebab orang bertibgkah laku sesuai dengan apa yang mereka ketahui dan yakini. Dan mereka tahu bahwa keterangan dan penilaian tertentu di dalam sistem sosialnya adalah mesti benar, tepat dan baik.

b. Perasaan (sentimen)

Unsur kedua ini mempunyai kaitan dengan unsur pertama, tetapi dari segi analitis keduanya mudah dipisahkan. Keyakinan menunjuk pada apa yang diketahui oleh para anggota dari sistem sosial tentang dunia mereka, sedangkan perasaan menunjuk pada bagaimana peraaan para anggota suatu sistem sosial tentang hal-hal, peristiwa-peristiwa serta tempat-tempat tertentu, tanpa memperdulikan cara mereka mempunyai perasaan semacam itu. Perasaan sangat membantu menjelaskan pola-pola perilaku yang tidak bisa dijelaskan dengan cara lain. Dalam soal perasaan ini misalnya, dapat menjelaskan tentang sebab seorang ayah mau menghadapi bahaya apapun untuk menyelamatkan anaknya. Tetapi dalam kesempatan lain seorang juru bom tanpa ragu-ragu menjatuhkan bom di suatu tempat yang juga didiami oleh banyak anak-anak. Proses elemental yang secara langsung membentuk perasaan adalah komunikasi perasaan. Hasil komunikasi itu lalu membangkitkan perasaan, yang bila sampai pada tingkatan tertentu memang harus diakui.

c. Cita-cita, tujuan atau sasaran

Orang-orang yang berinteraksi pada lazimnya dimaksud untuk mencapai suatu tujuan atau sasaran tertentu. Tujuan atau sasaran dari suatu sistem sosial, paling jelas bisa dilihat dari fungsi sistem-sistem itu sendiri. Misalnya, keturunan merupakan fungsi dari lembaga keluarga.

d. Norma

Norma-norma sosial dapat dikatakan merupakan patokan tingkah laku yang diwajibkan atau dibenarkan di dalam situasi-situasi tertentu. Oleh para sosiolog, norma ini dipandang sebagai unsur yang paling kritis untuk memahami serta meramalkan aksi atau tindakan manusia di dalam menilai tingkah laku. Norma-norma menggambarkan tata tertib atau aturan-aturan permainan; dengan kata lain, norma memberikan petunjuk tentang standard untuk bertingkah laku di dalam menilai tingkah laku. Ketertiban atau keteraturan merupakan hasil ketaatan orang terhadap norma-norma dan niali merupakan unsur-unsur universal di dalam semua kebudayaan. Wujudnya termasuk (1) folkways atau aturan di dalam melakukan sesuatu yang dibenarkan oleh umum, akan tetapi sebetulnya tidak memiliki status paksaan atau keharusan, (2) moress, atau segala tingkah laku yang menjadi keharusan, di mana setiap oramg wajib melakukan, dan (3) hukum, di dalamnya menjelaskan dan mewajibkan ditaatinya mores serta mengekang tingkah laku yang berada di luar ruang lingkup mores tersebut.

e. Kedudukan-peranan

Status dapat didefinisikan sebagai kedudukan di dalam sistem sosial yang tidak tergantung pada para pelaku tersebut. Sedangkan peranan dapat dikatakan sebagai suatu bagian dari satu status yang terdiri dari sekumpulan norma-norma sosial. Norma-norma tersebut, sedikit banyak terintegrasi di dalam membentuk suatu peranan. Semua sistem sosial, di dalamnya mesti terdapat berbagai macam kedudukan atau status, seperti misalnya suami, istri, anak laki-laki atau perempuan. Hal ini merupakan akibat wajar dari adanya dua orang atau lebih di dalam setiap sistem sosial.

f. Kekuasaan

Kekuasaan sosial sebagai suatu konsep tidak mudah dirumuskan definisinya oleh para sosiolog. Dewasa ini, terdapat konsensus yang agak luas bahwa istilah tersebut harus
digunakan untuk menunjuk pada “kapasitas untuk atau dalam menguasai orang lain”
 Kekuasaan seringkali dikelompokkan menjadi dua jenis utama, yaitu otoritatip dan non-otoritatip. Kekuasaan otoritatipselalu bersandar pada posisi status, sedangkan non-otoritatip seperti pemaksaan dan kemampuan mempengaruhi orang lain tidaklah implisit dikarenakan posisi-posisi status.

g. Tingkatan atau pangkat

Pangkat atau tingkat sebagai unsur dari sistem sosial dapat dipandang sebagai kepangkatan sosial (social standing). Pangkat tersebut bergantung pada posisi-posisi status dan hubungan-hubungan peranan. Ada kemungkinan ditemukan orang-orang yang mempunyai pangkat bermiripan. Akan tetapi tidak ada sistem sosial manapun yang semua orang-orangnya brpangkat sama untuk selama-lamanya. Setiap pelaku di dalam suatu sistem sosial secara terus-menerus menilai pelaku-pelaku lain untuk bisa menentukan pangkat antar mereka masing-masing. Jadi penilaian terhadap pelaku- pelaku merupakan proses elemental yang mendorong terjadinya keterlibatan tindakan di dalam unsur struktural dari kepangkatan. Sesudah diadakan penilaian oleh seseama pelaku, seorang individu tertentu diberi sutu status. Penilaian terhadap pemangku tindakan tersebut dapat dilakukan berdasarkan keterampilan, pengalaman, pendidikan atau menggunakan kriteria lain baik penting maupun sepele.

h. Sanksi

Istilah sanksi digunakan oleh sosiolog untuk menyatakan tentang sistem ganjaran atau imbalan (reward) dan hukuman (punishment). Ganjaran dan hukuman tersebut ditetapkan oleh masyarakat untuk menjaga tingkah laku mereka supaya sesuai dengan norma-norma yang berlaku. Sanksi positf mungkin meliputi hal-hal kecil seperti misalnya sepatah kata pujian dan mungkin juga berbentuk besar seperti pemberian hadiah uang jumlah yang banyak. Sebaliknya, sanksi negatif (hukuman), antara lain bisa berbentuk penurunan pangkat atau yang paling ekstrim, seseorang dihukum buang atau dihukum mati. Penerapan sanksi dimaksudkan untuk menimbulkan perubahan tingkah laku. Diberikan sanksi atau tidak terhadap seseorang yang melakukan pelanggaran norma bergantung pada banyak faktor. Faktor paling penting adalah diketahui atau tidaknya pelanggaran itu sendiri oleh masyarakat. Bagaimanapun juga, setiap orang mesti terlibat di dalam penggunaan sanksi-sanksi pada sistem sosial tempat ia berada.

i. Sarana (facility)

Secara luas, sarana itu dapat dikatakan sebagai semua cara atau jalan yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan sistem itu sendiri. Sarana itu mungkin berbentuk gedung, alat teknik apapun bentuknya, atau boleh jadi merupakan jangka waktu dilakukan pengawasan terhadap suatu pekerjaan, misalnya kapan, sesuatu pekerjaan itu harus selesai. Bukan sifat dari sarana itu yang penting di dalam sistem sosial. Pusat perhatian para sosiolog terletak pada masalah penggunaan dari sarana-sarana itu sendiri. Penggunaan sarana itu dipandang sebagi suatu proses yang erat hubungannya dengan sistem-sistem sosial. Sebagai contoh , dalam dunia dewasa ini terdapat orang-orang yang tidak mau memakan daging babi, sapi atau kuda, padahal babi, sapi atau kuda hanya merupakan sarana, yaitu makan bagi banyak orang. Hal tersebut terjadi karena perbedaan nilai.

j. Tekanan-ketegangan

Dalam sistem sosial akan terdapat unsur-unsur tekanan dan ketegangan. Hal ini muncul karena tidak akan ada dua orang sekalipun yang mempunyai interprestasi persis sama mengenai peranan dan posisi status, di dalam suatu sistem sosial manapun. Sistem sosial akan mengalami tekanan apabila terjadi perbedaan interprestasi dan bila perbedaan itu berubah menjadi pola-pola tindakan. Ketegangan merupakan wujud tingkah laku yang tidak bisa dipisahkan dengan tekanan. Sebab tekanan merupakan sumber timbulnya kekangan. Ketegangan tersebut erat dengan taraf kekangan yang diterima oleh seseorang dari seorang individu atau kelompok. Kekangan tersebut oleh pihak penekan dimaksudkan untuk menghindari kecenderungan menyimpang terhadap norma. Pihak yang ditekan atau dikekang tentu saja menerimanya dengan ketegangan.


BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa jelas terlihat bahwa sosiologi mempelajari masyarakat secara ilmiah dengan objek kajiannya adalah tentang kehidupan kelompok manusia beserta hasil interaksi sosial dari kehidupan kelompok manusia. Secara sederhana objek sosiologi adalah masyarakat yang dilihat dari sudut hubungan antar manusia dan proses yang timbul dari hubungan manusia di dalam masyarakat. Dalam bahasa inggris mayarakat dikenal dengan istilh society yang berasal dari kata latin socius yang berarti kawan.sedangkan masyarakat berasal dari kata Arab yaitu syarakat yang berarti ikut serta/ berpartisipasi.

Saran

Kami selaku penulis mengharapakan kritik dan saran apabila terdapat kesalahan kata dalam penulisan makalah ini. Kritik dan saran yang membangun akan menjadikan kami lebih baik ke depannya dalam penulisan makalah. Harapan kami dengan ditulisnya makalah ini bisa berguna bagi kita semua untuk menambah ilmu pengetahuan terutama di bidang ilmu komunikasi sistem sosial budaya Indonesia. Kurang dan lebihnya tentang makalah ini kami selaku penulis meminta maaf yang sebesar besarnya.

DAFTAR PUSTAKA

http://ariefnugrahaha.blogspot.com/p/masyarakat-sebagai-sistem-sosial.html?m=1
https://www.slideshare.net/mobile/retnorelofi/masyarakat-sebagai-sebuah-sistem
http://alfinnitihardjo.ohlog.com/masyarakat-sebagai-sistem-sosial.oh112681.html

Senin, 04 November 2019

1. Tahap orientasi

Tahap dimana komunikasi yang terjadi bersifat tidak pribadi (impersonal). Para individu yang terlibat hanya menyampaikan yang bersifat sangat umum saja. Jika pada tahap ini yang terlibat merasa cukup mendapatkan imbalan dari interaksi, maka mereka akan melanjutkan ke tahap berikutnya yaitu tahap pertukaran efek eksploratif.

26 Juni 2018, hari pertama kali aku bertemu dengan seseorang yang kini adalah kekasihku. Sebenernya sebelum hari itu aku kerap kali sering melihatnya karena posisinya aku dan dia berada di 1 tempat kerja yang sama, di salah satu restoran malam di Palembang. Tapi pada hari itu entah mengapa tiba-tiba dia menyapaku, menawarkanku minum, dan mengajakku berbincang begitu lama. Aku kagum seketika, melihat cara dia berbicara membuatku merasa nyaman dalam waktu yang singkat itu. Malam telah berlalu, kami pun pulang dari tempat kerja kami. Di jalan pulang, entah mengapa aku merasa senang sekali mengingat malam itu terasa beda dari malam malam sebelumnya. Tanpa ku sadari, aku sering melamun dan senyum-senyum sendiri ketika mengingatnya. Keesokan harinya, aku tidak melihatnya lagi di tempat kerja, beberapa hari kemudian pun tetap tidak melihatnya. Aku resah, bingung, dan sedih dengan hal itu, karena baru saja aku menemui seseorang yang membuatku nyaman, tapi tiba-tiba dia menghilang dan tidak bisa aku temui lagi. Aku pun memutuskan untuk mencarinya, tapi sia-sia, aku tidak bisa bertemu dengannya lagi. Beberapa minggu kemudian aku memutuskan untuk berhenti bekerja disana, aku pun memilih kerja di tempat lain. Disini cerita baru ku dimulai. Suatu kenyataan pahit dalam hidupku yang menyedihkan namun pada akhirnya menyenangkan bermula di tempat ini, Palembang Icon Mall, tempat kerja ku yang baru. Aku bertemu lagi dengannya, pria yang sebelumnya pernah membuat aku nyaman, yang tiba-tiba menghilang begitu saja, ternyata dia lebih dulu pindah kerja ke tempat kerja ku yang baru. Mirisnya, ternyata dia pindah kerja karena ada pacarnya yang juga bekerja disini. Kaget? Memang. Kecewa? Pasti. Tapi aku cukup sadar diri, aku bukanlah siapa-siapa nya, jadi untuk apa aku cemburu. Dan semenjak itulah aku mulai melupakannya, mengubur dalam-dalam rasa yang aku pendam ini. Apa yang rasakan setiap hari melihatnya dengan pacarnya? Apalagi kalo bukan sakit. Jujur hampir setiap hari aku menangis, melihatnya mengobrol begitu dekat, berpegangan tangan, dan pulang pergi selalu berdua. Sebulan berlalu, aku masih kuat melewati hari-hari yang begitu pahit yang aku alami selama hidupku. Aku sudah memutuskan untuk berhenti bekerja bulan depan. Tapi tuhan berkehendak lain, dia yang malah berhenti bekerja lalu putus dengan pacarnya. Aku yang tidak tahu apa-apa malah dilabrak dan dimarah-marahi oleh pacarnya itu, dia mengatakan bahwa gara-gara aku hubungan mereka hancur. Tangisan pun sudah tak terbendung lagi dari mata ku, aku pun menangis terisak-isak sampai tidak tahu lagi apa yang harus aku lalukan. Aku pun memutuskan untuk mencarinya dan memintanya kembali dengan pacarnya itu, walaupun aku tidak tahu apa yang aku lalukan itu berhasil atau tidak. Beberapa tempat aku datangi untuk mencari tahu apakah dia ada disana, tapi tetap saja tidak ku temui. Aku pun sampai mencari tahu dimana rumahnya. Tengah malam hampir jam 12, sepulang kerja aku bersikeras mendatangi rumahnya yang sangat jauh bahkan sangat rawan untuk dilalui setiap jalannya karena begitu sepi. Takut? Tentu. Sampai pada akhirnya aku sampai di dekat rumahnya tapi aku malah berdiam diri karena tidak berani bertamu selarut itu. Sampai pada akhirnya aku bertemu dengan temannya yang mengatakan kalau dia sedang tidak ada di rumah karena sedang menginap di tempat saudaranya. Aku pun pulang dalam keadaan kecewa untuk yang kesekian kalinya, sampai tidak tahu lagi apa yang harus aku lakukan setelah itu. Hari demi hari berlalu, aku mendapati sebuah telfon masuk dan mendengar suaranya. Ternyata itu telfon darinya. Lega? Iya. Bahagia? Bukan main. Entah kenapa perasaan ini begitu sulit dipungkiri bahwa aku ternyata benar-benar mencintainya. Aku bingung harus bagaimana, menemuinya dan memintanya kembali dengan pacarnya, atau mengungkapkan isi hati yang tependam begitu lama.

2. Tahap pertukaran efek eksploratif (exploratory affective exchange)

Tahap dimana muncul gerakan menuju ke arah keterbukaan yang lebih dalam.

2 September 2018, sore itu aku disuruh datang ke rumahnya. Dengan perasaan yang campur aduk aku pun mau datang ke rumahnya. Untuk apa? Untuk apalagi kalau bukan untuk menyampaikan sesuatu mengenai hubungan dia dan mantan pacarnya, aku bersikeras meminta dia untuk kembali ke mantan pacarnya, tapi dia tetap tidak mau. Dia telah memutuskan untuk mengakhiri hubungannya dengan mantan pacarnya itu. Untuk apa lagi aku memaksa nya, aku pun menyerah dan lantas pulang malam hari itu. Diantarkan nya aku pulang, lalu tepat di persimpangan jalan dekat rumahnya dia mengajakku berhenti karena ada yang ingin dibicarakan. Heran? Tentu. Aku hanya bisa berdiam diri tanpa bicara sepatah kata pun. Aku bingung harus bersikap seperti apa di hadapannya. Gugup? Iya, itulah yang aku rasakan saat itu. Tanpa panjang lebar, dia mengungkapkan isi hatinya padaku, dia mengatakan bahwa selama ini dia menyukaiku. Aku sempat tidak percaya, perihal dia sudah mempunyai pacar sebelumnya, bahkan aku lihat hubungan nya dengan pacarnya selama itu baik-baik saja. Dengan tegas dia mengatakan bahwa sebenarnya dia tidak mempunyai hubungan apa apa dekat mantan pacarnya, dia bilang hanya berteman dan perihal pulang pergi selalu bersama lantaran disuruh kakaknya karena rumah dia dekat dengan rumah mantan pacarnya. Tetap saja aku tidak percaya dengan apa yang dikatakan nya, karena mantan pacarnya terlebih dahulu mengatakan bahwa mereka pacaran. Aku bingung harus percaya dengan siapa, dipikiranku saat itu aku hanya ingin memintanya untuk kembali ke mantan pacarnya supaya aku tidak merasa bersalah lagi. Tapi apa boleh buat dia tetap tidak mau, karena nyatanya dia tidak mempunyai perasaan apapun dengan mantan pacarnya tersebut. Selanjutnya apa? Dia benar-benar mengutarakan isi hatinya padaku, dia mengatakan bahwa dia sangat menyukaiku, dan setelah itu dia memintaku untuk menjadi pacarnya. Terus terang aku bingung harus menjawab apa, disisi lain aku harus memperbaiki hubungan nya dengan mantan pacarnya, tapi dalam hati aku tidak bisa membohongi perasaan ku sendiri. Lantas apa yang aku katakan? Aku pun menjawab iya, iya aku mau menjadi pacarnya. Senang? Bukan main. Rasanya aku ingin menangis bahagia perihal ternyata selama ini dia ternyata sangat menyukaiku, tapi karena sikapku yang dingin kepadanya, dia pikir aku tidak menyukainya. Padahal aku bersikap seperti itu karena aku ingin menjaga perasaan mantan pacarnya yang sering bersikap sinis padaku. Setelah itu aku meyakinkan diriku untuk percaya padanya, dan aku yakin dia adalah pria yang baik.

3. Tahap pertukaran efek (affective exchange)

Tahap munculnya perasaan kritis dan evaluatif pada level yang lebih dalam. Tahap ketiga ini tidak akan dimasuki kecuali para pihak pada tahap sebelumnya telah menerima imbalan yang cukup berarti dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan.

3 Februari 2019, hampir setengah tahun telah kulewati hari-hariku bersamanya. Di hari itu, aku dan dia yang kini sudah menjalin hubungan serius datang ke acara pernikahan saudaranya. Disana, aku bertemu dengan teman sekampus ku yang juga datang ke acara pernikahan itu. Temanku menyapaku dan mengajak berbincang sebentar, tanpa ku sadari ternyata dia melihat dan cemburu perihal itu. Sepulang dari acara pernikahan itu dia hanya diam tanpa berkata sepatah kata pun kepadaku. Bingung? Tentu saja. Karena pada saat itu aku tidak tahu dengan apa yang terjadi. Diantarkannya aku sampai rumah, dan tetap saja dia diam tak melirikku sedikitpun, dia bahkan langsung pulang tanpa pamit dengan raut wajah yang terlihat marah. Seharian setelah itu aku tak saling mengirim pesan dengannya, sampai keesokan harinya pun aku tak mendapat kabar darinya. Apa yang aku rasakan pada saat itu? Khawatir. Aku mencoba menelfon nya beberapa kali, tapi sia-sia, handphone nya tak aktif dari hari kemarin. Lalu aku menelfon adiknya, dan adiknya bilang kalau dia belum pulang dari kemarin. Sungguh pada saat itu aku berfikir yang aneh-aneh, aku cemas, aku sempat mengira terjadi apa-apa dengannya. Aku bingung harus mencarinya kemana, sampai malam aku tak menemukannya dan baru mendapati kabar dari adiknya bahwa dia telah pulang ke rumah. Langsung aku menelfonnya, dan menanyakan apa yang terjadi. Dia tak berkata apa-apa, dia hanya bilang bahwa dia baik-baik saja lalu mematikan telfonnya. Tentu saja aku kesal dan rasanya tidak ingin lagi memperdulikannya. Semalaman itu aku hanya bisa menangis kecewa dengan perlakuannya terhadapku. Lalu aku meminta solusi kepada sahabatku apa yang harus aku lakukan, dan sahabatku memberikan solusi untuk menanyakannya langsung tentang apa yang terjadi. Keesokannya, aku langsung datang ke rumahnya untuk menemuinya. Sesampai di rumahnya aku hanya bisa terdiam, melihatnya tergeletak tak berdaya. Aku tak menyangka dia sedang sakit parah. Aku merasa bersalah malah mendiaminya dan tak memeperdulikannya lagi. Ternyata dia sakit lantaran semalaman tidur di luar rumah karena menahan amarah yang tidak bisa dia ungkapan nya kepada ku. Aku sedih melihatnya, badan nya panas sampai tidak mau makan dan minum beberapa hari itu. Aku mencoba berbicara baik-baik kepadanya, dan dia berkata sambil menahan air mata seperti orang yang putus asa. Dia mengungkapkan bahwa dia marah karena benar-benar cemburu dan sangat tidak ingin kehilanganku. Aku menangis bahagia mendengarnya mengatakan itu, aku sangat bahagia ternyata dia benar-benar tulus padaku.

4. Tahap pertukaran stabil (stable exchange)

Adanya keintiman dan pada tahap ini, masing-masing individu dimungkinkan untuk memperkirakan masing-masing tindakan mereka dan mermberikan tanggapan dengan sangat baik.

5 November 2019, hubungan ku dengannya sampai saat ini baik-baik saja. Aku dan dia bahkan berencana untuk menjalin hubungan ke jenjang yang lebih serius, yaitu pernikahan tapi belum sekarang, mungkin setelah aku lulus kuliah dan dia sudah siap menjadi calon imamku.


Pengalaman saya membuat tugas akhir makalah Call For Paper

Pada semester 6 yang ini saya melalui salah satu masa yang sangat menegangkan dalam hidup saya dimana saya harus diwajibkan dalam pembuatan ...