Senin, 04 November 2019

1. Tahap orientasi

Tahap dimana komunikasi yang terjadi bersifat tidak pribadi (impersonal). Para individu yang terlibat hanya menyampaikan yang bersifat sangat umum saja. Jika pada tahap ini yang terlibat merasa cukup mendapatkan imbalan dari interaksi, maka mereka akan melanjutkan ke tahap berikutnya yaitu tahap pertukaran efek eksploratif.

26 Juni 2018, hari pertama kali aku bertemu dengan seseorang yang kini adalah kekasihku. Sebenernya sebelum hari itu aku kerap kali sering melihatnya karena posisinya aku dan dia berada di 1 tempat kerja yang sama, di salah satu restoran malam di Palembang. Tapi pada hari itu entah mengapa tiba-tiba dia menyapaku, menawarkanku minum, dan mengajakku berbincang begitu lama. Aku kagum seketika, melihat cara dia berbicara membuatku merasa nyaman dalam waktu yang singkat itu. Malam telah berlalu, kami pun pulang dari tempat kerja kami. Di jalan pulang, entah mengapa aku merasa senang sekali mengingat malam itu terasa beda dari malam malam sebelumnya. Tanpa ku sadari, aku sering melamun dan senyum-senyum sendiri ketika mengingatnya. Keesokan harinya, aku tidak melihatnya lagi di tempat kerja, beberapa hari kemudian pun tetap tidak melihatnya. Aku resah, bingung, dan sedih dengan hal itu, karena baru saja aku menemui seseorang yang membuatku nyaman, tapi tiba-tiba dia menghilang dan tidak bisa aku temui lagi. Aku pun memutuskan untuk mencarinya, tapi sia-sia, aku tidak bisa bertemu dengannya lagi. Beberapa minggu kemudian aku memutuskan untuk berhenti bekerja disana, aku pun memilih kerja di tempat lain. Disini cerita baru ku dimulai. Suatu kenyataan pahit dalam hidupku yang menyedihkan namun pada akhirnya menyenangkan bermula di tempat ini, Palembang Icon Mall, tempat kerja ku yang baru. Aku bertemu lagi dengannya, pria yang sebelumnya pernah membuat aku nyaman, yang tiba-tiba menghilang begitu saja, ternyata dia lebih dulu pindah kerja ke tempat kerja ku yang baru. Mirisnya, ternyata dia pindah kerja karena ada pacarnya yang juga bekerja disini. Kaget? Memang. Kecewa? Pasti. Tapi aku cukup sadar diri, aku bukanlah siapa-siapa nya, jadi untuk apa aku cemburu. Dan semenjak itulah aku mulai melupakannya, mengubur dalam-dalam rasa yang aku pendam ini. Apa yang rasakan setiap hari melihatnya dengan pacarnya? Apalagi kalo bukan sakit. Jujur hampir setiap hari aku menangis, melihatnya mengobrol begitu dekat, berpegangan tangan, dan pulang pergi selalu berdua. Sebulan berlalu, aku masih kuat melewati hari-hari yang begitu pahit yang aku alami selama hidupku. Aku sudah memutuskan untuk berhenti bekerja bulan depan. Tapi tuhan berkehendak lain, dia yang malah berhenti bekerja lalu putus dengan pacarnya. Aku yang tidak tahu apa-apa malah dilabrak dan dimarah-marahi oleh pacarnya itu, dia mengatakan bahwa gara-gara aku hubungan mereka hancur. Tangisan pun sudah tak terbendung lagi dari mata ku, aku pun menangis terisak-isak sampai tidak tahu lagi apa yang harus aku lalukan. Aku pun memutuskan untuk mencarinya dan memintanya kembali dengan pacarnya itu, walaupun aku tidak tahu apa yang aku lalukan itu berhasil atau tidak. Beberapa tempat aku datangi untuk mencari tahu apakah dia ada disana, tapi tetap saja tidak ku temui. Aku pun sampai mencari tahu dimana rumahnya. Tengah malam hampir jam 12, sepulang kerja aku bersikeras mendatangi rumahnya yang sangat jauh bahkan sangat rawan untuk dilalui setiap jalannya karena begitu sepi. Takut? Tentu. Sampai pada akhirnya aku sampai di dekat rumahnya tapi aku malah berdiam diri karena tidak berani bertamu selarut itu. Sampai pada akhirnya aku bertemu dengan temannya yang mengatakan kalau dia sedang tidak ada di rumah karena sedang menginap di tempat saudaranya. Aku pun pulang dalam keadaan kecewa untuk yang kesekian kalinya, sampai tidak tahu lagi apa yang harus aku lakukan setelah itu. Hari demi hari berlalu, aku mendapati sebuah telfon masuk dan mendengar suaranya. Ternyata itu telfon darinya. Lega? Iya. Bahagia? Bukan main. Entah kenapa perasaan ini begitu sulit dipungkiri bahwa aku ternyata benar-benar mencintainya. Aku bingung harus bagaimana, menemuinya dan memintanya kembali dengan pacarnya, atau mengungkapkan isi hati yang tependam begitu lama.

2. Tahap pertukaran efek eksploratif (exploratory affective exchange)

Tahap dimana muncul gerakan menuju ke arah keterbukaan yang lebih dalam.

2 September 2018, sore itu aku disuruh datang ke rumahnya. Dengan perasaan yang campur aduk aku pun mau datang ke rumahnya. Untuk apa? Untuk apalagi kalau bukan untuk menyampaikan sesuatu mengenai hubungan dia dan mantan pacarnya, aku bersikeras meminta dia untuk kembali ke mantan pacarnya, tapi dia tetap tidak mau. Dia telah memutuskan untuk mengakhiri hubungannya dengan mantan pacarnya itu. Untuk apa lagi aku memaksa nya, aku pun menyerah dan lantas pulang malam hari itu. Diantarkan nya aku pulang, lalu tepat di persimpangan jalan dekat rumahnya dia mengajakku berhenti karena ada yang ingin dibicarakan. Heran? Tentu. Aku hanya bisa berdiam diri tanpa bicara sepatah kata pun. Aku bingung harus bersikap seperti apa di hadapannya. Gugup? Iya, itulah yang aku rasakan saat itu. Tanpa panjang lebar, dia mengungkapkan isi hatinya padaku, dia mengatakan bahwa selama ini dia menyukaiku. Aku sempat tidak percaya, perihal dia sudah mempunyai pacar sebelumnya, bahkan aku lihat hubungan nya dengan pacarnya selama itu baik-baik saja. Dengan tegas dia mengatakan bahwa sebenarnya dia tidak mempunyai hubungan apa apa dekat mantan pacarnya, dia bilang hanya berteman dan perihal pulang pergi selalu bersama lantaran disuruh kakaknya karena rumah dia dekat dengan rumah mantan pacarnya. Tetap saja aku tidak percaya dengan apa yang dikatakan nya, karena mantan pacarnya terlebih dahulu mengatakan bahwa mereka pacaran. Aku bingung harus percaya dengan siapa, dipikiranku saat itu aku hanya ingin memintanya untuk kembali ke mantan pacarnya supaya aku tidak merasa bersalah lagi. Tapi apa boleh buat dia tetap tidak mau, karena nyatanya dia tidak mempunyai perasaan apapun dengan mantan pacarnya tersebut. Selanjutnya apa? Dia benar-benar mengutarakan isi hatinya padaku, dia mengatakan bahwa dia sangat menyukaiku, dan setelah itu dia memintaku untuk menjadi pacarnya. Terus terang aku bingung harus menjawab apa, disisi lain aku harus memperbaiki hubungan nya dengan mantan pacarnya, tapi dalam hati aku tidak bisa membohongi perasaan ku sendiri. Lantas apa yang aku katakan? Aku pun menjawab iya, iya aku mau menjadi pacarnya. Senang? Bukan main. Rasanya aku ingin menangis bahagia perihal ternyata selama ini dia ternyata sangat menyukaiku, tapi karena sikapku yang dingin kepadanya, dia pikir aku tidak menyukainya. Padahal aku bersikap seperti itu karena aku ingin menjaga perasaan mantan pacarnya yang sering bersikap sinis padaku. Setelah itu aku meyakinkan diriku untuk percaya padanya, dan aku yakin dia adalah pria yang baik.

3. Tahap pertukaran efek (affective exchange)

Tahap munculnya perasaan kritis dan evaluatif pada level yang lebih dalam. Tahap ketiga ini tidak akan dimasuki kecuali para pihak pada tahap sebelumnya telah menerima imbalan yang cukup berarti dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan.

3 Februari 2019, hampir setengah tahun telah kulewati hari-hariku bersamanya. Di hari itu, aku dan dia yang kini sudah menjalin hubungan serius datang ke acara pernikahan saudaranya. Disana, aku bertemu dengan teman sekampus ku yang juga datang ke acara pernikahan itu. Temanku menyapaku dan mengajak berbincang sebentar, tanpa ku sadari ternyata dia melihat dan cemburu perihal itu. Sepulang dari acara pernikahan itu dia hanya diam tanpa berkata sepatah kata pun kepadaku. Bingung? Tentu saja. Karena pada saat itu aku tidak tahu dengan apa yang terjadi. Diantarkannya aku sampai rumah, dan tetap saja dia diam tak melirikku sedikitpun, dia bahkan langsung pulang tanpa pamit dengan raut wajah yang terlihat marah. Seharian setelah itu aku tak saling mengirim pesan dengannya, sampai keesokan harinya pun aku tak mendapat kabar darinya. Apa yang aku rasakan pada saat itu? Khawatir. Aku mencoba menelfon nya beberapa kali, tapi sia-sia, handphone nya tak aktif dari hari kemarin. Lalu aku menelfon adiknya, dan adiknya bilang kalau dia belum pulang dari kemarin. Sungguh pada saat itu aku berfikir yang aneh-aneh, aku cemas, aku sempat mengira terjadi apa-apa dengannya. Aku bingung harus mencarinya kemana, sampai malam aku tak menemukannya dan baru mendapati kabar dari adiknya bahwa dia telah pulang ke rumah. Langsung aku menelfonnya, dan menanyakan apa yang terjadi. Dia tak berkata apa-apa, dia hanya bilang bahwa dia baik-baik saja lalu mematikan telfonnya. Tentu saja aku kesal dan rasanya tidak ingin lagi memperdulikannya. Semalaman itu aku hanya bisa menangis kecewa dengan perlakuannya terhadapku. Lalu aku meminta solusi kepada sahabatku apa yang harus aku lakukan, dan sahabatku memberikan solusi untuk menanyakannya langsung tentang apa yang terjadi. Keesokannya, aku langsung datang ke rumahnya untuk menemuinya. Sesampai di rumahnya aku hanya bisa terdiam, melihatnya tergeletak tak berdaya. Aku tak menyangka dia sedang sakit parah. Aku merasa bersalah malah mendiaminya dan tak memeperdulikannya lagi. Ternyata dia sakit lantaran semalaman tidur di luar rumah karena menahan amarah yang tidak bisa dia ungkapan nya kepada ku. Aku sedih melihatnya, badan nya panas sampai tidak mau makan dan minum beberapa hari itu. Aku mencoba berbicara baik-baik kepadanya, dan dia berkata sambil menahan air mata seperti orang yang putus asa. Dia mengungkapkan bahwa dia marah karena benar-benar cemburu dan sangat tidak ingin kehilanganku. Aku menangis bahagia mendengarnya mengatakan itu, aku sangat bahagia ternyata dia benar-benar tulus padaku.

4. Tahap pertukaran stabil (stable exchange)

Adanya keintiman dan pada tahap ini, masing-masing individu dimungkinkan untuk memperkirakan masing-masing tindakan mereka dan mermberikan tanggapan dengan sangat baik.

5 November 2019, hubungan ku dengannya sampai saat ini baik-baik saja. Aku dan dia bahkan berencana untuk menjalin hubungan ke jenjang yang lebih serius, yaitu pernikahan tapi belum sekarang, mungkin setelah aku lulus kuliah dan dia sudah siap menjadi calon imamku.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengalaman saya membuat tugas akhir makalah Call For Paper

Pada semester 6 yang ini saya melalui salah satu masa yang sangat menegangkan dalam hidup saya dimana saya harus diwajibkan dalam pembuatan ...