MAKALAH SISTEM KOMUNIKASI INDONESIA YANG TERJADI SAAT INI AKIBAT DARI EFEK VIRUS COVID-19
DISUSUN OLEH :
Nama : Sulistiani
NPM : 01-18-157
Jurusan : Ilmu Komunikasi
Kelas : Reguler Sore
Semester : IV (empat)
Mata Kuliah : Perencanaan Komunikasi
Dosen Pengampu : Junior Zamrud Pahalmas, M.I.Kom
STISIPOL CANDRADIMUKA TAHUN AJARAN
2019/2020
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur Saya Panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga saya dapat menyusun makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini membahas tentang sistem komunikasi Indonesia yang terjadi saat ini akibat dari efek virus covid-19.
Dalam penyusunan makalah ini, saya banyak mendapat tantangan dan hambatan akan tetapi semua itu bisa teratasi. Saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini, semoga bantuannya mendapat balasan dari Tuhan Yang Maha Esa.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca sangat saya harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita semua.
Penulis
Sulistiani
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.....................................................................................................
Daftar Isi................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang......................................................................................
1.2 Rumusan Masalah................................................................................
1.3 Tujuan....................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Sistem Komunikasi Indonesia.............................................................
2.2 Pandemi Virus Covid-19.......................................................................
2.3 Sistem Komunikasi Indonesia DIsaat Virus Covid-19.........................
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan...........................................................................................
3.2 Saran.....................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Komunikasi telah menjadi bagian tak terpisahkan dalam kehidupan manusia baik dalam
lingkup sempit maupun luas seperti dalam sebuah negara. Berbicara komunikasi dalam sebuah lingkup yang luas, menjadikan komunikasi tidak dapat berdiri sendiri dan tak terlepas dari berbagai pengaruh disekelilingnya. Sehingga, terbentuklah sebuah sistem yang disebut sistem komunikasi. Sistem tersebut menjadi bagian penting bagi berjalannya sebuah negara. Bahwa, setiap negara memiliki sistem komunikasi sendiri yang kemudian menjadi ciri khasnya. Sistem komunikasi juga tidak terlepas dari pengaruh politik maupun kondisi sosial dan budaya satu negara.
Sistem Komunikasi Indonesia adalah bahasan yang kompleks dan melibatkan banyak hal. Oleh karena itu, ia tak bisa dibahas secara sekilas dan dimasukkan dalam bahasan mata kuliah tertentu. Bahkan kajian dalam buku ini diharapkan bisa memberikan pemahaman yang nyata dan lebih dalam tentang SKI, terutama sekali bagi mereka yang berminat pada kajian komunikasi di Indonesia, tidak hanya ilmuwan dalam negeri tetapi juga para Indonesianist (pengamat Indonesia dari luar negeri). Kemajuan teknologi, khususnya dibisang komunikasi terbukti telah banyak membantu manusia bertukar pengalaman, informasi dan pemikiran dalam volume yang relatif besar, tanpa harus bertatap muka dengan menempuh perjalanan panjang (jauh) yang memakan waktu. Harus diakui bahwa kini nyaris tak ada aktivitas manusia termasuk penyebarluasan informasi kesehatan yang tidak ditopang oleh jasa media massa. Perhatikan bagaimana pengusaha obat, makanan dan minuman berlomba-lomba memanfaatkan media massa seperti radio, televisi, surat kabar dan lain-lain, untuk menyebarluaskan informasi tentang kesehatan. Berangkat dari permasalahan tersebut di atas, peneliti memilih masalah kesehatan sebagai materi komunikasi, karena betapa pentingnya kesehatan bagi kehidupan. Oleh karena itu sistem komunikasi Indonesia yang terjadi saat ini akibat dari efek virus covid-19 sangat layak untuk diteliti dan dikaji.
Komunikasi telah menjadi bagian tak terpisahkan dalam kehidupan manusia baik dalam
lingkup sempit maupun luas seperti dalam sebuah negara. Berbicara komunikasi dalam sebuah lingkup yang luas, menjadikan komunikasi tidak dapat berdiri sendiri dan tak terlepas dari berbagai pengaruh disekelilingnya. Sehingga, terbentuklah sebuah sistem yang disebut sistem komunikasi. Sistem tersebut menjadi bagian penting bagi berjalannya sebuah negara. Bahwa, setiap negara memiliki sistem komunikasi sendiri yang kemudian menjadi ciri khasnya. Sistem komunikasi juga tidak terlepas dari pengaruh politik maupun kondisi sosial dan budaya satu negara.
Sistem Komunikasi Indonesia adalah bahasan yang kompleks dan melibatkan banyak hal. Oleh karena itu, ia tak bisa dibahas secara sekilas dan dimasukkan dalam bahasan mata kuliah tertentu. Bahkan kajian dalam buku ini diharapkan bisa memberikan pemahaman yang nyata dan lebih dalam tentang SKI, terutama sekali bagi mereka yang berminat pada kajian komunikasi di Indonesia, tidak hanya ilmuwan dalam negeri tetapi juga para Indonesianist (pengamat Indonesia dari luar negeri). Kemajuan teknologi, khususnya dibisang komunikasi terbukti telah banyak membantu manusia bertukar pengalaman, informasi dan pemikiran dalam volume yang relatif besar, tanpa harus bertatap muka dengan menempuh perjalanan panjang (jauh) yang memakan waktu. Harus diakui bahwa kini nyaris tak ada aktivitas manusia termasuk penyebarluasan informasi kesehatan yang tidak ditopang oleh jasa media massa. Perhatikan bagaimana pengusaha obat, makanan dan minuman berlomba-lomba memanfaatkan media massa seperti radio, televisi, surat kabar dan lain-lain, untuk menyebarluaskan informasi tentang kesehatan. Berangkat dari permasalahan tersebut di atas, peneliti memilih masalah kesehatan sebagai materi komunikasi, karena betapa pentingnya kesehatan bagi kehidupan. Oleh karena itu sistem komunikasi Indonesia yang terjadi saat ini akibat dari efek virus covid-19 sangat layak untuk diteliti dan dikaji.
Makalah ini menjelaskan tentang hal-hal terkait komunikasi penanganan COVID-19 sebagai respon dari berkembangnya COVID-19 yang terindentifikasi pertama kali di Provinsi Wuhan, China. Makalah ini adalah penguraian tentang bagaimana sistem komunikasi Indonesia yang digunakan untuk membantu Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam menanggapi dan menyampaikan informasi tentang COVID-19 kepada masyarakat. Makalah ini dibuat sesuai dengan perkembangan informasi tentang COVID-19 di dunia. Dalam penanganan wabah penyakit di dunia, Anthony de Mello pernah mengingatkan bahwa jumlah korban bisa menjadi lima kali lipat, kalau terjadi ketakutan di saat terjadi wabah penyakit. Seribu orang menjadi korban karena sakit, sedangkan empat ribu orang menjadi korban karena panik.
Berkaca pada hal tersebut, komunikasi adalah bagian terpenting dalam menghadapi ancaman pandemi. Kepercayaan publik perlu dibangun dan dijaga agar tidak terjadi kepanikan dalam masyarakat dan agar penanganan dapat berjalan lancar. Salah satu instruksi yang diberikan Presiden Joko Widodo adalah Pemerintah harus menunjukan bahwa Pemerintah serius, Pemerintah siap dan Pemerintah mampu untuk menangani outbreak ini. Persepsi tentang kesiapan dan keseriusan Pemerintah perlu disampaikan kepada publik melalui penjelasan yang komprehensif dan berkala, dengan menjelaskan apa yang sudah dan akan dilakukan oleh Pemerintah.
Untuk mencerdaskan kehidupan dan melindungi segenap bangsa, adalah merupakan kewajiban dari negara kita, seperti yang diamanatkan dalam alinea ke empat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Dalam hal ini mencerdaskan bukan berarti menyangkut soal pendidikan saja, melainkan melindungi masyarakat baik langsung maupun tidak langsung yang berkenaan dengan kesehatan. Kesehatan merupakan salah satu sektor utama yang mempengaruhi tingkat kecerdasan, sekaligus gambaran kualitas kenyamanan masyarakat terhadap serangan penyakit. Peristiwa bertambahnya penderita atau kematian yang disebabkan oleh suatu penyakit menular di suatu wilayah tertentu, kadang-kadang dapat merupakan kejadian yang mengejutkan dan membuat heboh masyarakat di wilayah itu. Secara umum kejadian ini disebut dengan Kejadian Luar Biasa (KLB) dan dapat menimbulkan suatu wabah yang menyerang masyarakat luas dalam waktu singkat yang diakibatkan oleh penyakit menular.
Di lain pihak, dampak dari perkembangan ilmu dan teknologi saat ini menimbulkan berbagai penemuan baru dari penyakit-penyakit menular yang semakin bertambah dan sulit diatasi pengobatannya, misalnya HIVAIDS, SARS, Flu Burung dan lain-lain. Demikian juga dalam aspek perundang-undangan terjadi perubahan-perubahan seperti undangundang otonomi daerah, undang-undang perlindungan konsumen, undang-undang narkotika dan psikotropika, akan mempengaruhi sistem dan kebijakan pengumpulan, pengolahan, analisis penyajian dan pelaporan kasus-kasus penyakit menular.
Di lain pihak, dampak dari perkembangan ilmu dan teknologi saat ini menimbulkan berbagai penemuan baru dari penyakit-penyakit menular yang semakin bertambah dan sulit diatasi pengobatannya, misalnya HIVAIDS, SARS, Flu Burung dan lain-lain. Demikian juga dalam aspek perundang-undangan terjadi perubahan-perubahan seperti undangundang otonomi daerah, undang-undang perlindungan konsumen, undang-undang narkotika dan psikotropika, akan mempengaruhi sistem dan kebijakan pengumpulan, pengolahan, analisis penyajian dan pelaporan kasus-kasus penyakit menular.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi bukan saja menjadikan kehidupan umat manusia semakin mudah, semakin maju, tetapi nampaknya umat manusia juga diharapkan kepada tantangantantangan atau peringatan-peringatan baru di bidang kesehatan, dimana pada kurun waktu tertentu akan ada jenis penyakit baru yang muncul. Dari aspek tinjauan religi mungkin hal itu merupakan peringatan bagi umat manusia bahwa di atas kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran yang telah dicapai, masih akan ada hal baru yang belum diketahui.
Mengingat seriusnya dampak yang ditimbulkan dari kejadian luar biasa dan wabah akibat penyakit menular, sehingga perlu diambil langkah-langkah perlindungan bagi masyarakat. Perlindungan dimaksud dapat meliputi perlindungan terhadap masyarakat umum, aparat kesehatan korban dan pelapor. Untuk itu perlu dilihat peraturan perundang-undangan yang komprehensip di bidang penanganan wabah penyakit. Untuk itu perlu dilihat peraturan perundang-undangan yang sudah ada, mencermati kenyataan yang sedang terjadi saat ini dan mengantisipasinya.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan sistem komunikasi Indonesia?
2. Apa itu covid-19?
1. Apa yang dimaksud dengan sistem komunikasi Indonesia?
2. Apa itu covid-19?
3. Bagaimana sistem komunikasi Indonesia yang terjadi disaat pandemi covid-19?
1.3 TUJUAN
1. Mengetahui apa itu sistem komunikasi Indonesia.
2. Mengetahui wabah virus pandemi Covid-19.
3. Mengetahui sistem komunikasi Indonesia yang terjadi disaat pandemi covid-19.
3. Mengetahui sistem komunikasi Indonesia yang terjadi disaat pandemi covid-19.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 SISTEM KOMUNIKASI INDONESIA
Sistem dalam bahasa Yunani, disebut “sistema“, berarti kesatuan susunan. Sehingga, satu sistem dapat dikatakan sebagai susunan atas berbagai bagian-bagian. Lebih, Littlejohn berpendapat bahwa suatu sistem terdiri dari empat hal, yaitu:
1. Objek-objek yaitu berupa bagian-bagian, elemen-elemen, atau variabel-variabel dari sistem. Mereka berbentuk fisik atau abstrak bahkan menjadi keduanya, berdasarkan dari sifat sistem.
2. Atribut, artinya suatu sistem terbentuk dari properti, atribut-atribut, sistem itu dan objek-objeknya.
3. Hubungan internal, yaitu hubungan antara anggota sistem.
4. Lingkungan, artinya bahwa suatu sistem memiliki lingkungan tertentu, dan juga tidak hadir dalam kevakuman, tetapi dipengaruhi oleh keadaan sekitarnya.
Sebagaimana pendapat Littlejohn diatas maka dapat diartikan komunikasi sebagai satu sistem terdiri dari empat hal, Yaitu:
1. Objek-objek dari sistem komunikasi, yaitu berupa elemen-elemen komunikasi yakni komunikator dan komunikan, pesan, media, dan timbal baliknya
2. Atribut Sistem komunikasi, yaitu berupa atribut-atribut, properti sistem sistem komunikasi dan objek-objek sistem komunikasi
3. Hubungan internal sistem komunikasi, yakni hubungan antara orang-orang dalam kaitanya sebagai anggota sistem komunikasi, yang dapat dilihat dari interaksi dan pesan-pesan komunikasi diantara mereka.
4. Lingkungan sistem komunikasi, yakni suatu sistem komunikasi mempunyai lingkungan tertentu. Kemudian lingkungan tersebut mencakup lingkungan sosial, politik, maupun budaya. Dan mereka tidak hadir dalam suatu kevakuman, tetapi dipengaruhi oleh keadaan sekitarnya.
Ilmu Komunikasi adalah bagian dari ilmu sosial. Dengan demukian bisa dikatakan bahwa sistem komunikasi Indonesia menjadi subsistem dari sistem sosial Indonesia. Karena ada yang mengatakan bahwa sistem politik itu bagian atas subsistem dari sistem sosial maka bisa dikatakan seistem komunikasi bagian dari sistem politik, sistem politik bagian dari sistem sosial.
Jika digambarkan dalam sebuah lingkaran hubungan antara sistem komunikasi dengan sistem politik dan sistem sosial adalah sebagai berikut :
· Sistem Sosial (diakhir)
· Sistem Komunikasi (didepan)
· Sistem Politik (ditengah)
Itu artinya corak sistem komunikasi dalam masyarakat Indonesia akan sangat ditentukan oleh corak, bentuk dan keragaman masyarakat Indonesia itu sendiri. Misalnya, jika dalam sistem sosial itu dikenal budaya ewuh pekewuh, sungkan, maka sistem komunikasi juga akan mencerminkan budaya seperti itu. Misalnya, ketika proses komunikasi berlangsung, ada perasaa tidak enak untuk mengkritik atasannya sendiri. Ini artinya, proses komunikasi sangat dipengaruhi oleh lingkup sosial yang mempengaruhi seseorang. Karena sistem komunikasi Indonesia itu cakupannya masih sangat luas kita perlu membaginya kedalam beberapa kelompok besar. Maka, Sistem Komunikasi Indonesia bisa dibagi menjadi beberapa bagian :
1. Jika ditinjau dari segi wilayah geografisnya sistem komunikasi bisa dibagi menjadi dua, yakni sistem komunikasi dipedesaan dan diperkotaan. Komunikasi dipedesaan dan diperkotaan sangan jauh berbeda. Didesa, sitem komunikasi sangat dipengaruhi oleh keberadaan opinion leader (pemimpin opini,pemuka pendapat) sebagai pihak penerjemah pesan dan dipengaruhi oleh seni tradisional dan komunikasi antarpesona.
Bagi masyarakat kota sistem komunikasi sangat dipengaruhi oleh keberadaan media massa mengingat ciri masyarakat kota lebih individual . Ini juga sejalan dengan tingkat perkembangan pendidikan warga kota yang memungkinkan mereka lebih bergantung pada media massa.
2. Jika ditinjau dari media yang digunakan, ada sistem media cetak ( surat kabar, majalah), elektronik ( televisi, radio), media tradisional seperti wayang purwa, ketoprak, dll.
3. Jika ditinjau dari pola komunikasinya ada sistem komunikasi dengan sendiri ( intrapersonal communication system), sistem komunikasi antarpesona ( interpersonal communication system), sistem komunikasi kelompok (small group communication system) dan sistem komunikasi massa ( mass communication system).
Dengan demikian semakin jelas peta SKI sebagai bagian yang sangat penting dalam kajian ilmu komunikasi disamping mata kuliah. Ada alasan mengapa perlu mempelajari SKI? Ini alasan berikut :
1. Perkembangan teknologi komunikasi yang kiat pesat di Indonesia
2. Indonesia adalah negara yang multietnis. Dengan kata lain Indonesia adalah negara yang punya heterogenitas Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan (SARA).
3. Meskipun perkembangan teknologi komunikasi sudah sedemikian pesat, tetapi mayoritas masyarakat Indonesia masih tinggal dipedesaan. Ini mengakibatkan perkembangan media massa tidak selamanya bisa dimanfaatkan didesa.
4. SKI jelas berbeda dengan sistem komunikasi di negara lain. Perbedaan tersebut juga dilatar belakangi oleh kondisi sistem sosial, politik, budaya yang dikembangkan.
Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa sistem komunikasi adalah satu kesatuan atau susunan kompleks dari sebuah sistem komunikasi yang meliputi berbagai elemen-elemen yang terkait dengannya. Dimana, elemen-elemen tersebut membentuk sebuah kesatuan yang saling mempengaruhi. Sehingga dapat dikatakan sebagai satu sistem yang meliputi objek, atribut, hubungan internal, serta lingkungan dari sistem komunikasi itu sendiri. Sistem komunikasi Indonesia dapat diartikan sebgai satu kesatuan atau susunan kompleks elemen-elemen sistem komunikasi dalam lingkup Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Elemen-elemen tersebut tidak dapat terpisahkan dengan berbagai faktor yang mengikatnya yakni kondisi politik, sosial dan budaya Indonesia.
2.2 PANDEMI VIRUS COVID-19
Penyakit Coronavirus 2019 ( COVID-19 atau Covid-19 ) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh sindrom pernafasan akut yang parah coronavirus 2 (SARS-CoV-2).
Penyakit ini pertama kali diidentifikasi pada Desember 2019 di Wuhan, ibu kota provinsi Hubei Cina, dan sejak itu menyebar secara global, mengakibatkan pandemi koronavirus 2019-20 yang sedang berlangsung. Kasus pertama yang dikonfirmasi tentang apa yang saat itu merupakan coronavirus yang tidak diketahui dilacak kembali ke November 2019 di Hubei. Gejala umum termasuk demam, batuk, dan sesak napas. Gejala lain mungkin termasuk kelelahan, nyeri otot, diare, sakit tenggorokan, kehilangan bau, dan sakit perut. Waktu dari paparan hingga timbulnya gejala biasanya sekitar lima hari tetapi dapat berkisar dari dua hingga empat belas hari. Sementara sebagian besar kasus menghasilkan gejala ringan, beberapa berkembang menjadi pneumonia virus dan kegagalan multi-organ. Pada 24 April 2020, lebih dari 2,7 juta kasus telah dilaporkan di 185 negara dan wilayah, mengakibatkan lebih dari 190.000 kematian. Lebih dari 738.000 orang telah pulih. Virus ini terutama menyebar di antara orang-orang selama kontak dekat, sering melalui tetesan kecil yang dihasilkan oleh batuk, bersin, atau berbicara. Tetesan biasanya jatuh ke tanah atau ke permukaan daripada tetap berada di udara dalam jarak jauh. Orang juga dapat terinfeksi dengan menyentuh permukaan yang terkontaminasi dan kemudian menyentuh mata, hidung, atau mulut mereka. Virus ini dapat bertahan di permukaan hingga 72 jam. Penyakit ini paling menular selama tiga hari pertama setelah timbulnya gejala, meskipun penyebaran mungkin terjadi sebelum gejala muncul dan pada tahap selanjutnya penyakit.
Metode standar diagnosis adalah dengan reaksi rantai transkripsi polimerase balik (rRT-PCR) real-time dari swab nasofaring. Pencitraan CT dada juga dapat membantu untuk diagnosis pada individu di mana ada kecurigaan tinggi infeksi berdasarkan gejala dan faktor risiko; Namun, pedoman tidak merekomendasikan menggunakannya untuk penyaringan rutin. Langkah-langkah yang disarankan untuk mencegah infeksi termasuk sering mencuci tangan, menjaga jarak fisik dari orang lain (terutama dari mereka yang memiliki gejala), menutupi batuk dan bersin dengan tisu atau siku bagian dalam, dan menjaga tangan yang tidak dicuci menjauh dari wajah. Penggunaan masker dianjurkan bagi mereka yang curiga memiliki virus dan pengasuh mereka. Rekomendasi untuk penggunaan masker oleh masyarakat umum berbeda-beda, dengan beberapa pihak berwenang merekomendasikan penggunaannya, beberapa merekomendasikan penggunaannya, dan yang lain membutuhkan penggunaannya. Ini karena masker yang dibeli oleh publik dapat berdampak pada ketersediaan penyedia layanan kesehatan. Saat ini, tidak ada vaksin atau pengobatan antivirus khusus untuk COVID-19. Manajemen melibatkan pengobatan gejala , perawatan suportif, isolasi, dan tindakan eksperimental. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendeklarasikan wabah koronavirus 2019-20 sebagai Kesehatan Masyarakat Darurat Internasional (PHEIC) pada 30 Januari 2020 dan pandemi pada 11 Maret 2020. [10] Penularan lokal penyakit ini telah terjadi di sebagian besar negara di keenam wilayah WHO.
Istilah yang berkaitan dengan Corona Virus Diase (Covid-19) yaitu :
1. ODP (Orang Dalam Pemantauan)
Menurut Direktur Utama Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan-salah satu RS rujukan kasus virus corona, Rita Rogayah, ODP adalah orang dalam pemantauan, biasanya memiliki gejala ringan seperti batuk, sakit tenggorokan, demam, tetapi tidak ada kontak erat dengan penderita positif. Orang dengan status ODP biasanya tidak perlu rawat inap di rumah sakit tetapi akan diminta untuk melakukan isolasi secara mandiri di rumah setidaknya selama 14 hari hingga kondisi membaik. Namun jika selama melakukan karantina mandiri kondisi tak kunjung membaik dan justru memburuk maka sebaiknya segera menghubungi rumah sakit terdekat.
2. PDP (Pasien Dalam Pengawasan)
Rita Rogayah juga menjelaskan, berbeda dengan ODP, orang yang dinyatakan PDP akan menjalani proses observasi melalui proses cek laboratorium yang hasilnya akan dilaporkan kepada Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kemenkes RI. PDP dikriteriakan sesuai gejalanya, seperti demam, batuk, sesak nafas, sakit tenggorokan. Atau dari hasil observasi ada saluran nafas bawah yang terganggu serta terjadi kontak erat dengan penderita positif atau dari daerah yang terjangkit.
3. Suspect
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI menjelaskan "suspect" ialah orang atau pasien dengan pengawasan yang menunjukkan gelaja infeksi Corona, pernah melakukan perjalanan ke daerah yang menjadi lokasi pesebaran Corona, melakukan kontak atau bertemu dengan orang yang positif COVID-19. Secara singkat sebetulnya istilah suspect Corona ini sama pemahamannya dengan pasien dalam pengawasan atau PDP yang diharuskan untuk menjalasi isolasi di rumah sakit dan melakukan pemeriksaaan swab.
4. Positif
Pasien yang dinyatakan positif terinfeksi Corona virus harus menjalani perawatan di rumah sakit atau di lokasi yang ditentukan oleh pemerintah seperti Wisma Atlet hingga dinyatakan pulih dan bebas dari virus tersebut. Pasien akan dinyatakan positif COVID-19 setelah melakukan serangkaian pemeriksaan seperti cek darah, rontgen paru-paru hingga swab.
5. Lockdown
Istilah lockdown akhir-akhir ini ramai menjadi perbincangan setelah beberapa negara seperti Italia melakukan lockdown untuk menghindari semakin menyebarnya virus Corona. Lockdown artinya sebuah negara seperti Italia melakukan pengawasan ketat di semua wilayah negara, mengunci masuk atau keluar dari suatu wilayah/daerah/negara untuk mencegah penularan virus corona COVID-19. Pengawasan ketat ini dilakukan dengan berbagai cara. Salah satu yang dilakukan Italia ini adalah menutup semua toko kecuali toko makanan dan apotek.
6. Social Distancing
Social distance atau social distancing adalah cara atau imbuan yang dilakukan kepada masyarakat untuk menjauhi segala bentuk perkumpulan, menjaga jarak antar manusia, menghindari berbagai pertemuan yang melibatkan banyak orang. Jika Anda harus berada di sekitar orang, jaga jarak dengan orang lain sekitar 6 kaki (2 meter). Konsep social distancing saat ini juga telah dilakukan di Bandara Ngurah Rai Bali dengan harapan dapat meminimalisir pesebaran virus Corona.
7. Isolasi
Bagi orang-orang yang dipastikan memiliki COVID-19, isolasi adalah langkah tepat. Isolasi adalah istilah perawatan kesehatan yang berarti menjauhkan orang-orang yang terinfeksi penyakit menular dari mereka yang tidak terinfeksi.
8. Karantina
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), karantina dapat direkomendasikan untuk individu yang diyakini telah terpapar penyakit menular seperti COVID-19, tetapi tidak bergejala. Selain memantau jika gejalanya berkembang, berada di karantina berarti seseorang yang mungkin terpapar tidak akan menularkan penyakit kepada orang lain, karena mereka tinggal di rumah.
9. Work From Home (WFH)
Kebijakan work from home atau bekerja dari rumah dipilih oleh beberapa perusahaan hingga lembaga pemerintahan. Bekerja dari rumah dalam kondisi saat ini diyakini dapat meminimalisir penularan virus Corona.
10. Imported Case
Berdasarkan penjelasan dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes), imported case berarti kasus virus corona COVID-19 yang menimpa seseorang yang baru kembali dari luar negeri, tanpa terkait dengan kluster manapun.
11. Local Transmission
Local transmission adalah penularan Corona virus yang terjadi secara lokal atau di lokasi tempat pasein positif COVID-19 berada saat ini. Contohnya adalah seseorang yang terinfeksi atau tertular Corona virus saat ia berada di Indonesia, tetapi ia juga tidak pernah memiliki riwayat perjalanan keluar negeri.
12. Wabah
Wabah adalah peningkatan secara mendadak suatu penyakit di tempat tertentu.
13. Epidemi
Epidemi adalah suatu wabah besar atau peningkatan secara mendadak, cepat dan dalam jumlah yang banyak suatu penyakit tertentu di tempat atau wilayah tertentu.
14. Pandemi
Pandemi berarti epidemi atau penyebaran penyakit tertentu yang tejadi secara global dibanyak negara di dunia. ABC News mewartakan, pandemi tidak ada kaitannya dengan seberapa serius penyakit, tetapi pandemi adalah label bagi penyakit yang telah menyebar luas ke seluruh dunia.
15. Rapid test
Para ilmuwan dari Departemen Ilmu Teknik Universitas Oxford dan Oxford Suzhou Centre for Advanced Research (OSCAR) telah mengembangkan teknologi pengujian cepat (rapid test) untuk virus corona baru SARS-CoV-2 (COVID-19). Tes baru ini jauh lebih cepat dan tidak memerlukan instrumen yang rumit. Tes viral load sebelumnya membutuhkan 1,5 hingga 2 jam untuk memberikan hasil. Tim peneliti telah mengembangkan tes baru, berdasarkan pada teknik yang mampu memberikan hasil hanya dalam setengah jam - tiga kali lebih cepat daripada metode saat ini. "Keindahan tes baru ini terletak pada desain deteksi virus yang secara khusus dapat mengenali fragmen RNA dan RNA SARS-CoV-2 (COVID-19). Tes ini memiliki pemeriksaan bawaan untuk mencegah positif atau negatif palsu dan hasilnya sangat akurat," ujar Prof Wei Huang, seperti dikutip situs web Oxford.
16. Antiseptik
Antiseptik, dilansir dari Healthline, merupakan zat yang dapat menghentikan atau memperlambat pertumbuhan mikroorganisme. Penggunaan antiseptik aman pada jaringan hidup seperti pada permukaan kulit atau membran mukosa. Tidak jarang, antiseptik juga digunakan untuk membunuh mikroorganisme di dalam tubuh.
17. Cairan disinfektan
Dilansir dari Pharma Guideline, cairan disinfektan merupakan zat kimia yang digunakan untuk membersihkan dan membunuh kuman pada benda tak hidup. Pada umumnya, disinfektan digunakan untuk mensterilkan benda-benda dari pertumbuhan kuman dan bakteri.
2.3 SISTEM KOMUNIKASI INDONESIA YANG TERJADI DISAAT VIRUS COVID-19
Pandemi COVID-19 yang berkelanjutan telah menciptakan kekacauan di seluruh dunia, memberikan tekanan luar biasa, tidak hanya pada sistem kesehatan masyarakat, tetapi juga pada komunikasi krisis (crisis ccommunication). Eksistensi media sosial menjadi media utama untuk konsumsi informasi, komunikasi krisis end-to-end yang jelas dengan berbagai kelompok sasaran menjadi kunci dalam menangani pandemi semacam ini. Tepatnya 14 Aprilt 2020, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan pandemi COVID-19 semakin berbahaya, karena jumlah kasus di seluruh dunia telah meningkat dan hampir mencapai dua juta kasus menjadikan dunia dalam situasi yang disebut "global emergency" dan penilaiannya sebagai situasi yang sangat berisiko (risk assessment "very high"). Data hari ini (14/04/2020) tepatnya pada pukul 07:00 GMT+7 menunjukkan, pada tingkat global, terdapat 213 negara/kawasan terkonfirmasi sebanyak 1,812,734 kasus, dengan tingkat kematian mencapai 113,675 jiwa. Senentara Indonesia (Data Gugus Tugas COVID-19) pukul 16:10 WIB, terkonfirmasi: 4,839 kasus, sembuh 426, dan neninggal dunia sebanyak 459 orang.
Kini, di banyak negara Eropa dan WHO telah memahami betapa beratnya krisis dan kebutuhan untuk memerangi situasi saat ini, sedangkan Indonesia nampak masih berada di balik pagar untuk mencoba bermain secara defensif, menunggu waktu sebelum menghadapi longsoran salju. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah, apakah Indonesia dinilai masih terlambat bertindak dan atau kebijakan yang diambil masih belum menjawab tantangan yang ada?
A. Kehadiran Negara
Langkah Pemerintah Pusat sebagai representasi kehadiran negara dan sebaran pandemi secara paralel bergerak cepat dan simultan. Entah sebaran wabah COVID-19 yang merangkak naik lebih cepat menulari banyak orang atau sebaliknya negara yang terhitung lebih lambat dan kurang massif dalam melakukan pencegahan. Di semua provinsi (34 provinsi) di Indonesia saat ini mengalami bahaya dan infeksi COVID. Dari 514 kabupaten/kota diperkirakan hampir 50 persen dari wilayah tersebut sudah ikut terjangkit virus mematikan itu. Tantangan yang dihadapi Indonesia kini adalah karakter rakyat yang beragam, masih kurangnya disiplin, tingkat kepatuhan pada aturan dan anjuran pemerintah tergolong masih rendah, serta kondisi ekonomi yang macet dan kondisi sosial masyarakat
yang mayoritas miskin menambah beban dan menduplikasikan kerja pemerintah untuk harus menopang rakyatnya. Kondisi buruk ini pada gilirannya mendorong terciptanya "komunikasi krisis" di Indonesia yang dalam kegiatannya dan tindakannya semakin kompleks. Pemerintah tidak hanya harus menangani sekitar 267,7 juta jiwa tetapi juga harus mengatasi rencana komunikasi krisis yang dibuat khusus untuk setiap daerah dan provinsi serta bagian masyarakat, terutama yang tergolong tidak mampu, miskin dan terpinggirkan.
Pada hari-hari terakhir wabah di Indonesia semakin terasa meninggi, khususnya di Pulau Jawa. Wilayah-wilayah yang terkena dampak, tercatat lima provinsi besar yang termasuk wilayah transmisi lokal penularan virus corona. Transmisi lokal merujuk pada penularan COVID-19 antara orang per orang di suatu wilayah meliputi DKI Jakarta sebagai epicenter (50%); Banten yang mencakup Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang; Jawa Barat yang meliputi Bandung, Kabupaten Bekasi, Kota Bekasi, Kota Bogor, Kabupaten Bogor dan Kota Depok, dan Karawang; Jawa Tengah yang meliputi Solo, dan Jawa Timur yang meliputi Kabupaten Malang, Magetan dan Surabaya.
Jakarta diketahui menjadi provinsi paling banyak jumlah pasien yang terpapar di Pulau Jawa, sedangkan di luar Jawa adalah Sulawesi Selatan. Nampak yang terkena dampak sejak awal seperti Jakarta dan beberapa daerah di Jawa telah menyiapkan tanggap darurat khusus dan sempat beberapa waktu memgalami selisih pandangan yang berakibat adanya kesan pemerintah belum satu dalam aksi serta belum mampu meyakinkan pentingnya strategi nasional yang dijalankan pemerintah pusat terhadap publik. Yang jelas, koordinasi antara merintah pusat dan daerah diharapkan bisa berjalan lebih baik. Hingga saat ini, ada beberapa pemerintah daerah mulai memberlakukan pembatasan sosial bersakala besar maupun kecil, khususnya di Jakarta dan Jawa Barat hari ini (15/10). Namun daerah lain masih menunggu giliran, dan masing-masing membuat aturan pembatasan skala kecil dan memberlakukan jam malam di seluruh negeri. Entah kapan harus menunggu dan menjadi senasib dengan Pulau Jawa, mengingat masih kurangnya kesadaran masyarakat yang belum memperhatikan norma jarak sosial secara baik dan benar.
Meskipun pemerintah juga mengumumkan darurat bencana nasional, namun tindakan pencegahan masih saling menunggu antara pusat dan daerah. Beberapa pemerintah daerah di luar Jawa telah menyampaikan rencana aksi masing-masing melalui berbagai saluran media. Interaksi-interaksi ini, meskipun berulang-ulang kali, memastikan jangkauan jaminan keamanan dan keselamatan yang maksimum, dan untuk meminimalkan kepanikan yang tidak semestinya terjadi di antara masyarakat, namumn terasa kebijakan yang diambil sifat sektoral dan tidak terintegrasi.
B. Membenahi komunikasi
Wabah corona ini membawa dampak ikutan. Di bidang ekonomi, muncul ketidakpastian dunia usaha seperti anjloknya saham di berbagai negara, turun drastisnya pendapatan perusahaan, terjun bebasnya kurs mata uang. Banyak negara dibayangi krisis ekonomi. Di bidang sosial, muncul perilaku kolektif seperti histeria massa. Warga panik dan memborong barang-barang di supermarket dan pasar. Kecurigaan satu sama lain meningkat seiring simpang-siurnya informasi wabah corona. Politik pun terpapar wabah corona. Di tingkat elite, terasa sekali munculnya perebutan panggung publisitas yang memanfaatkan kejadian luar biasa atau lazim disebut sebagai tie-in publicity. Terlebih di basis akar rumput, polarisasi hidup kembali.
Realitas itulah yang mengharuskan kita berbenah dalam menghadapi bencana secara bersama-sama. Salah satu yang mesti dibenahi adalah problem komunikasi. Semua pihak harus memahami, pandemik corona ini sudah ditetapkan sebagai bencana nasional.
UU No 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana menyebutkan, ada tiga jenis bencana, yakni bencana alam, non alam, dan bencana sosial. Bencana non alam itu contohnya wabah/pandemi. Maka, tepat Indonesia menetapkan masa tanggap darurat bencana non alam pandemi covid-19. Merujuk WHO, pandemi merupakan penyakit yang menyebar ke banyak orang di beberapa negara dalam waktu bersamaan.
Ada tiga ciri umum pandemi versi WHO, yakni jenis virusnya baru, dapat menginfeksi banyak orang dengan mudah, serta bisa menyebar antar manusia secara efisien. Virus corona memiliki ketiga karakteristik itu.
Pembenahan komunikasi bencana pendemik harus komprehensif. Tiga faktor utama yang harus dibenahi yakni komunikasi kebijakan, kelembagaan komunikasi dan jaringan komunikasi bencana, strategi diseminasi dan respons dinamika isu yang berkembang.
Perspektif komunikasi dalam penanganan pandemik korona harus diletakkan dalam bingkai komunikasi bencana. Bukunya Damon Coppola dan Erin K Maloney, Emergency Preparedness Strategies for Creating a Disaster Resilient Public (2009) mengatakan, manajemen bencana modern secara komprehensif mencakup empat komponen fungsional.
1. Mitigation yang mencakup reduksi atau mengeliminasi komponen risiko bahaya.
2. Preparedness, yakni melengkapi masyarakat berisiko terkena bencana atau menyiapkan agar mampu membantu orang pada peristiwa bencana dengan berbagai alat/ perlengkapan untuk meningkatkan kemampuan bertahan dan meminimalisi risiko.
3. Response, mencakup tindakan mengurangi atau mengeliminasi dampak bencana.
4. Recovery, mencakup perbaikan, rekonstruksi.
Dalam konteks inilah, wabah korona harus ditangani dengan manajemen bencana secara modern tadi. Di saat suasana penuh ketidaknyamanan dan ketidakpastian saat bencana menerpa, komunikasi menjadi kunci sekaligus bagian dari solusi.
1. Memperbaiki komunikasi kebijakan. Ini merupakan payung hukum berupa kebijakan publik yang menjadi kewenangan pemerintah baik pusat maupun daerah. Misalnya kita sudah memiliki UU No. 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana. Pemerintah juga memiliki PP No 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana. Di sektor komunikasi, pemerintah memiliki Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2015 tentang Pengelolaan Komunikasi Publik. Problemnya, pemahaman bersama saat bencana tiba! Realitasnya penanganan komunikasi kebijakan masih buruk. Misalnya saat korona jadi momok dunia sejak Desember 2019, Indonesia terkesan kurang cepat merespons dan tak optimal berkomunikasi dengan rakyat. Para pelaku komunikasi di garis depan seperti presiden, menteri kesehatan, kepala daerah gagap menanggapi isu terutama terkait kebijakan pemerintah yang sudah dan akan diambil dalam menangani pandemik korona.
Dalam mengomunikasikan kebijakan yang diambil saat ini dan ke depan, pemerintah harus lebih jelas, lebih logis dan lebih bisa dipahami masyarakat. Jangan menggunakan strategi komunikasi equivocal. Janet Beavin Bavelas dalam bukunya Equivocal Communication (1990), istilah ini memiliki makna pengemasan pesan yang sengaja dibuat tidak jelas, tidak langsung dan tidak lugas. Mengomunikasikan kebijakan jangan membingungkan!
2. Kelembagaan komunikasi juga wajib dibenahi. Presiden Joko Widodo sudah membentuk Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 di Indonesia. Gugus tugas ini diketuai Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Doni Monardo. Pembentukan gugus tugas tersebut berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 2020 yang ditandatangani 13 Maret 2020. Gugus tugas berada di bawah dan bertanggung jawab kepada presiden.
Untuk mengefektifkan komunikasi dengan publik, terutama media massa, pemerintah sudah membentuk Media Center Covid-19. Pemerintah wajib mensinkronkan informasi antara pemerintah pusat dan daerah termasuk dalam menjelaskan kebijakan yang diambil maupun tidak diambil pemerintah. Jangan terkesan berebut panggung dan berujung saling menyalahkan.
3. Memperbaiki diseminasi informasi dalam merespons dinamika isu yang berkembang. Yang harus dioptimalkan dalam diseminasi bukan semata soal angka orang yang terpapar positif corona, yang meninggal atau sembuh. Tetapi juga harus mengurai langkah-langkah berbasis kebijakan pemerintah untuk membatasi dan menghilangkan laju pandemik corona. Sekaligus mendiseminasikan solusi kongkret pemerintah dalam merespons ragam persoalan ikutan dari pandemi ini. Merespons dinamika isu pandemik corona ini harus dengan data akurat, estimasi yang tepat serta berorientasi pada tumbuhnya kepercayaan publik. Ingat, yang paling utama di saat bencana adalah modal sosial bernama kepercayaan
C. Pentingnya Komunikasi Inklusif
Efektivitas strategi komunikasi krisis apa pun, terutama selama bencana kesehatan masyarakat, sama-sama bergantung pada keakuratan informasi yang disebarluaskan dan juga inklusivitasnya. Karena istilah 'komunikasi' itu sendiri ekspresif, interpretasi dan penerimaan terhadap pesan beragam untuk berbagai kelompok. Sementara pihak Gusus Tugas COVID-19 masih belum memastikan apakah sebaran virus ini telah memasuki tahap yang dinilai eskalitif skala tinggi atau sedang di Indonesia. Hal ini penting agar lembaga atau agensi yang terlibat dalam berkomunikasi dengan pemangku kepentingan yang berbeda harus menggunakan strategi komunikasi inklusif untuk mengatasi spektrum ancaman dan masalah orang-orang yang termasuk dalam kelompok sosial dan ekonomi yang beragam. Karena komunikasi publik mengayuh melalui media yang berbeda, maka ia harus memastikan bahwa komunikasi itu tidak membeda-bedakan atau menstigmatisasi konsumen konten.
Selain itu, komunikasi seperti pengumuman dari pemerintah atau perwakilannya tidak boleh mempengaruhi perilaku warga. Sebagai contoh, ketidakmampuan pemerintah daerah untuk menghentikan "arus mudik" yang memperlihatkan kegagalan strategi komunikasi yang mencolok. Di sisi lain, komunikasi pribadi yang inklusif dan tepat waktu dari Presiden tentang keselamatan dan dukungan kesejahteraan masyarakat selama masa tinggal dan bekerja dari rumah perlu segera dipastikan dengan mengumumkan dimana seharusnya masyarakat harus bertumpu bila terjadi krisis/kelaparan, risiko hidup dan keselamatan lainnya, termasuk bila masyarakat harus memaksakan diri mecari makan di luar rumah di tengah pemberlakuan pembatasan sosial skala besar atau kecil. Hal ini dapat menjadi contoh dari sejumlah negara lain untuk dapat diikuti sebagai acuan. Inklusivitas komunikasi krisis seperti itu sesungguhnya sesuai dengan Peraturan Kesehatan Internasional WHO maupun tentang International Health Regulatios (IHR) yang mewajibkan negara untuk "menghormati hak asasi manusia".
D. Mengembangkan Komunikasi Strategis
Untuk mengatasi komunikasi krisis dan menjawab krisis manajemen, pemerintah tetap tegas dan tidak boleh menyerah di tengah kedaruatan. Komunikasi strategis (strategic communication) dan anjuran searah dan berjenjang dalam satu komando harus dilakukan secara berulang sebagai bentuk sosialisasi dan kesatuan bertindak pemerintah pusat dan daerah. Pemerintah dan masyarakat ikut membantu menyajikan data yang benar, memberi kebijakan yang memihak, melakukan penegakan hukum, serta sekedar memberi harapan akan jaminan sosial dan kesehatan masyarakat, semua itu harus dapat dipastikan ketersediannya.
Selain itu, untuk mencegah kepanikan perlu komunikasi stratejik yang inklusif agar terhindar dari tekanan jiwa, panic buying maupun gejolak sosial. Penulis berharap, pemberdayaan lembaga non-pemerintah ataupun organisasi masyarakat sipil (philantrophy) yang peduli sosial bencana/krisis maupun lembaga-lembaga kajian akademis di bidang stratejik, keamanan dan bencana dapat proaktif terlibat untuk memperkuat saluran komunikasi dan pengiriman pesan pemerintah ke rakyat atau sebaliknya harapan rakyat terhadap pemerintah atau pada hubungan horizontal koordinasi antar-lembaga terkait harus diperkuat, sebelum negara dihadapkan pada dampak COVID-19 yang semakin meluas dan penyebarannya yang semakin sulit dikendalikan.
Kini, di banyak negara Eropa dan WHO telah memahami betapa beratnya krisis dan kebutuhan untuk memerangi situasi saat ini, sedangkan Indonesia nampak masih berada di balik pagar untuk mencoba bermain secara defensif, menunggu waktu sebelum menghadapi longsoran salju. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah, apakah Indonesia dinilai masih terlambat bertindak dan atau kebijakan yang diambil masih belum menjawab tantangan yang ada?
A. Kehadiran Negara
Langkah Pemerintah Pusat sebagai representasi kehadiran negara dan sebaran pandemi secara paralel bergerak cepat dan simultan. Entah sebaran wabah COVID-19 yang merangkak naik lebih cepat menulari banyak orang atau sebaliknya negara yang terhitung lebih lambat dan kurang massif dalam melakukan pencegahan. Di semua provinsi (34 provinsi) di Indonesia saat ini mengalami bahaya dan infeksi COVID. Dari 514 kabupaten/kota diperkirakan hampir 50 persen dari wilayah tersebut sudah ikut terjangkit virus mematikan itu. Tantangan yang dihadapi Indonesia kini adalah karakter rakyat yang beragam, masih kurangnya disiplin, tingkat kepatuhan pada aturan dan anjuran pemerintah tergolong masih rendah, serta kondisi ekonomi yang macet dan kondisi sosial masyarakat
yang mayoritas miskin menambah beban dan menduplikasikan kerja pemerintah untuk harus menopang rakyatnya. Kondisi buruk ini pada gilirannya mendorong terciptanya "komunikasi krisis" di Indonesia yang dalam kegiatannya dan tindakannya semakin kompleks. Pemerintah tidak hanya harus menangani sekitar 267,7 juta jiwa tetapi juga harus mengatasi rencana komunikasi krisis yang dibuat khusus untuk setiap daerah dan provinsi serta bagian masyarakat, terutama yang tergolong tidak mampu, miskin dan terpinggirkan.
Pada hari-hari terakhir wabah di Indonesia semakin terasa meninggi, khususnya di Pulau Jawa. Wilayah-wilayah yang terkena dampak, tercatat lima provinsi besar yang termasuk wilayah transmisi lokal penularan virus corona. Transmisi lokal merujuk pada penularan COVID-19 antara orang per orang di suatu wilayah meliputi DKI Jakarta sebagai epicenter (50%); Banten yang mencakup Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang; Jawa Barat yang meliputi Bandung, Kabupaten Bekasi, Kota Bekasi, Kota Bogor, Kabupaten Bogor dan Kota Depok, dan Karawang; Jawa Tengah yang meliputi Solo, dan Jawa Timur yang meliputi Kabupaten Malang, Magetan dan Surabaya.
Jakarta diketahui menjadi provinsi paling banyak jumlah pasien yang terpapar di Pulau Jawa, sedangkan di luar Jawa adalah Sulawesi Selatan. Nampak yang terkena dampak sejak awal seperti Jakarta dan beberapa daerah di Jawa telah menyiapkan tanggap darurat khusus dan sempat beberapa waktu memgalami selisih pandangan yang berakibat adanya kesan pemerintah belum satu dalam aksi serta belum mampu meyakinkan pentingnya strategi nasional yang dijalankan pemerintah pusat terhadap publik. Yang jelas, koordinasi antara merintah pusat dan daerah diharapkan bisa berjalan lebih baik. Hingga saat ini, ada beberapa pemerintah daerah mulai memberlakukan pembatasan sosial bersakala besar maupun kecil, khususnya di Jakarta dan Jawa Barat hari ini (15/10). Namun daerah lain masih menunggu giliran, dan masing-masing membuat aturan pembatasan skala kecil dan memberlakukan jam malam di seluruh negeri. Entah kapan harus menunggu dan menjadi senasib dengan Pulau Jawa, mengingat masih kurangnya kesadaran masyarakat yang belum memperhatikan norma jarak sosial secara baik dan benar.
Meskipun pemerintah juga mengumumkan darurat bencana nasional, namun tindakan pencegahan masih saling menunggu antara pusat dan daerah. Beberapa pemerintah daerah di luar Jawa telah menyampaikan rencana aksi masing-masing melalui berbagai saluran media. Interaksi-interaksi ini, meskipun berulang-ulang kali, memastikan jangkauan jaminan keamanan dan keselamatan yang maksimum, dan untuk meminimalkan kepanikan yang tidak semestinya terjadi di antara masyarakat, namumn terasa kebijakan yang diambil sifat sektoral dan tidak terintegrasi.
B. Membenahi komunikasi
Wabah corona ini membawa dampak ikutan. Di bidang ekonomi, muncul ketidakpastian dunia usaha seperti anjloknya saham di berbagai negara, turun drastisnya pendapatan perusahaan, terjun bebasnya kurs mata uang. Banyak negara dibayangi krisis ekonomi. Di bidang sosial, muncul perilaku kolektif seperti histeria massa. Warga panik dan memborong barang-barang di supermarket dan pasar. Kecurigaan satu sama lain meningkat seiring simpang-siurnya informasi wabah corona. Politik pun terpapar wabah corona. Di tingkat elite, terasa sekali munculnya perebutan panggung publisitas yang memanfaatkan kejadian luar biasa atau lazim disebut sebagai tie-in publicity. Terlebih di basis akar rumput, polarisasi hidup kembali.
Realitas itulah yang mengharuskan kita berbenah dalam menghadapi bencana secara bersama-sama. Salah satu yang mesti dibenahi adalah problem komunikasi. Semua pihak harus memahami, pandemik corona ini sudah ditetapkan sebagai bencana nasional.
UU No 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana menyebutkan, ada tiga jenis bencana, yakni bencana alam, non alam, dan bencana sosial. Bencana non alam itu contohnya wabah/pandemi. Maka, tepat Indonesia menetapkan masa tanggap darurat bencana non alam pandemi covid-19. Merujuk WHO, pandemi merupakan penyakit yang menyebar ke banyak orang di beberapa negara dalam waktu bersamaan.
Ada tiga ciri umum pandemi versi WHO, yakni jenis virusnya baru, dapat menginfeksi banyak orang dengan mudah, serta bisa menyebar antar manusia secara efisien. Virus corona memiliki ketiga karakteristik itu.
Pembenahan komunikasi bencana pendemik harus komprehensif. Tiga faktor utama yang harus dibenahi yakni komunikasi kebijakan, kelembagaan komunikasi dan jaringan komunikasi bencana, strategi diseminasi dan respons dinamika isu yang berkembang.
Perspektif komunikasi dalam penanganan pandemik korona harus diletakkan dalam bingkai komunikasi bencana. Bukunya Damon Coppola dan Erin K Maloney, Emergency Preparedness Strategies for Creating a Disaster Resilient Public (2009) mengatakan, manajemen bencana modern secara komprehensif mencakup empat komponen fungsional.
1. Mitigation yang mencakup reduksi atau mengeliminasi komponen risiko bahaya.
2. Preparedness, yakni melengkapi masyarakat berisiko terkena bencana atau menyiapkan agar mampu membantu orang pada peristiwa bencana dengan berbagai alat/ perlengkapan untuk meningkatkan kemampuan bertahan dan meminimalisi risiko.
3. Response, mencakup tindakan mengurangi atau mengeliminasi dampak bencana.
4. Recovery, mencakup perbaikan, rekonstruksi.
Dalam konteks inilah, wabah korona harus ditangani dengan manajemen bencana secara modern tadi. Di saat suasana penuh ketidaknyamanan dan ketidakpastian saat bencana menerpa, komunikasi menjadi kunci sekaligus bagian dari solusi.
1. Memperbaiki komunikasi kebijakan. Ini merupakan payung hukum berupa kebijakan publik yang menjadi kewenangan pemerintah baik pusat maupun daerah. Misalnya kita sudah memiliki UU No. 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana. Pemerintah juga memiliki PP No 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana. Di sektor komunikasi, pemerintah memiliki Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2015 tentang Pengelolaan Komunikasi Publik. Problemnya, pemahaman bersama saat bencana tiba! Realitasnya penanganan komunikasi kebijakan masih buruk. Misalnya saat korona jadi momok dunia sejak Desember 2019, Indonesia terkesan kurang cepat merespons dan tak optimal berkomunikasi dengan rakyat. Para pelaku komunikasi di garis depan seperti presiden, menteri kesehatan, kepala daerah gagap menanggapi isu terutama terkait kebijakan pemerintah yang sudah dan akan diambil dalam menangani pandemik korona.
Dalam mengomunikasikan kebijakan yang diambil saat ini dan ke depan, pemerintah harus lebih jelas, lebih logis dan lebih bisa dipahami masyarakat. Jangan menggunakan strategi komunikasi equivocal. Janet Beavin Bavelas dalam bukunya Equivocal Communication (1990), istilah ini memiliki makna pengemasan pesan yang sengaja dibuat tidak jelas, tidak langsung dan tidak lugas. Mengomunikasikan kebijakan jangan membingungkan!
2. Kelembagaan komunikasi juga wajib dibenahi. Presiden Joko Widodo sudah membentuk Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 di Indonesia. Gugus tugas ini diketuai Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Doni Monardo. Pembentukan gugus tugas tersebut berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 2020 yang ditandatangani 13 Maret 2020. Gugus tugas berada di bawah dan bertanggung jawab kepada presiden.
Untuk mengefektifkan komunikasi dengan publik, terutama media massa, pemerintah sudah membentuk Media Center Covid-19. Pemerintah wajib mensinkronkan informasi antara pemerintah pusat dan daerah termasuk dalam menjelaskan kebijakan yang diambil maupun tidak diambil pemerintah. Jangan terkesan berebut panggung dan berujung saling menyalahkan.
3. Memperbaiki diseminasi informasi dalam merespons dinamika isu yang berkembang. Yang harus dioptimalkan dalam diseminasi bukan semata soal angka orang yang terpapar positif corona, yang meninggal atau sembuh. Tetapi juga harus mengurai langkah-langkah berbasis kebijakan pemerintah untuk membatasi dan menghilangkan laju pandemik corona. Sekaligus mendiseminasikan solusi kongkret pemerintah dalam merespons ragam persoalan ikutan dari pandemi ini. Merespons dinamika isu pandemik corona ini harus dengan data akurat, estimasi yang tepat serta berorientasi pada tumbuhnya kepercayaan publik. Ingat, yang paling utama di saat bencana adalah modal sosial bernama kepercayaan
C. Pentingnya Komunikasi Inklusif
Efektivitas strategi komunikasi krisis apa pun, terutama selama bencana kesehatan masyarakat, sama-sama bergantung pada keakuratan informasi yang disebarluaskan dan juga inklusivitasnya. Karena istilah 'komunikasi' itu sendiri ekspresif, interpretasi dan penerimaan terhadap pesan beragam untuk berbagai kelompok. Sementara pihak Gusus Tugas COVID-19 masih belum memastikan apakah sebaran virus ini telah memasuki tahap yang dinilai eskalitif skala tinggi atau sedang di Indonesia. Hal ini penting agar lembaga atau agensi yang terlibat dalam berkomunikasi dengan pemangku kepentingan yang berbeda harus menggunakan strategi komunikasi inklusif untuk mengatasi spektrum ancaman dan masalah orang-orang yang termasuk dalam kelompok sosial dan ekonomi yang beragam. Karena komunikasi publik mengayuh melalui media yang berbeda, maka ia harus memastikan bahwa komunikasi itu tidak membeda-bedakan atau menstigmatisasi konsumen konten.
Selain itu, komunikasi seperti pengumuman dari pemerintah atau perwakilannya tidak boleh mempengaruhi perilaku warga. Sebagai contoh, ketidakmampuan pemerintah daerah untuk menghentikan "arus mudik" yang memperlihatkan kegagalan strategi komunikasi yang mencolok. Di sisi lain, komunikasi pribadi yang inklusif dan tepat waktu dari Presiden tentang keselamatan dan dukungan kesejahteraan masyarakat selama masa tinggal dan bekerja dari rumah perlu segera dipastikan dengan mengumumkan dimana seharusnya masyarakat harus bertumpu bila terjadi krisis/kelaparan, risiko hidup dan keselamatan lainnya, termasuk bila masyarakat harus memaksakan diri mecari makan di luar rumah di tengah pemberlakuan pembatasan sosial skala besar atau kecil. Hal ini dapat menjadi contoh dari sejumlah negara lain untuk dapat diikuti sebagai acuan. Inklusivitas komunikasi krisis seperti itu sesungguhnya sesuai dengan Peraturan Kesehatan Internasional WHO maupun tentang International Health Regulatios (IHR) yang mewajibkan negara untuk "menghormati hak asasi manusia".
D. Mengembangkan Komunikasi Strategis
Untuk mengatasi komunikasi krisis dan menjawab krisis manajemen, pemerintah tetap tegas dan tidak boleh menyerah di tengah kedaruatan. Komunikasi strategis (strategic communication) dan anjuran searah dan berjenjang dalam satu komando harus dilakukan secara berulang sebagai bentuk sosialisasi dan kesatuan bertindak pemerintah pusat dan daerah. Pemerintah dan masyarakat ikut membantu menyajikan data yang benar, memberi kebijakan yang memihak, melakukan penegakan hukum, serta sekedar memberi harapan akan jaminan sosial dan kesehatan masyarakat, semua itu harus dapat dipastikan ketersediannya.
Selain itu, untuk mencegah kepanikan perlu komunikasi stratejik yang inklusif agar terhindar dari tekanan jiwa, panic buying maupun gejolak sosial. Penulis berharap, pemberdayaan lembaga non-pemerintah ataupun organisasi masyarakat sipil (philantrophy) yang peduli sosial bencana/krisis maupun lembaga-lembaga kajian akademis di bidang stratejik, keamanan dan bencana dapat proaktif terlibat untuk memperkuat saluran komunikasi dan pengiriman pesan pemerintah ke rakyat atau sebaliknya harapan rakyat terhadap pemerintah atau pada hubungan horizontal koordinasi antar-lembaga terkait harus diperkuat, sebelum negara dihadapkan pada dampak COVID-19 yang semakin meluas dan penyebarannya yang semakin sulit dikendalikan.
E. Empat Pilar Komunikasi Publik Terkait Covid-19
1. Himbauan masyarakat tetap tenang dan waspada
2. Koordinasi dengan instansi terkait.
3. Pemberian akses informasi ke media
4. Pengarusutamaan gerakan “cuci tangan dengan sabun”
F. Kegiatan Komunikasi Pemerintah Pusat
1. Membentuk Tim Komunikasi.
2. Menunjuk Juru Bicara dari Kementerian Kesehatan yang memiliki artikulasi dan
kemampuan dalam menghadapi media.
3. Membuat media center.
4. Membuat website sebagai rujukan informasi utama.
5. Menyampaikan data harian nasional secara berkala melalui konferensi pers (yang
dilakukan HANYA oleh Juru Bicara COVID-19), rilis dan update di website:
a. Jumlah dan sebaran, Orang dalam Risiko (ODR).
b. Jumlah dan sebaran, Orang dalam Pemantauan (ODP).
c. Jumlah dan sebaran, Pasien dalam Pengawasan (PDP).
d. Jumlah dan sebaran, pasien yang sudah dinyatakan sehat
e. Jumlah dan sebaran, spesimen yang diambil.
f. Jumlah dan sebaran, hasil pemeriksaan laboratorium terhadap spesimen.
6. Membuat produk komunikasi dan menyebarkan Informasi lain tentang:
a. Penjelasan dasar mengenai apa COVID-19
b. Penjelasan Pencegahan wabah COVID-19.
c. Protokol penanganan dari Orang dalam Pengawasan sampai dinyatakan
sehat.
d. Kriteria Pasien dalam Pengawasan.
e. Tindakan terhadap Pasien dalam Pengawasan.
f. Penjelasan tentang karantina dan karantina yang dapat dilakukan di rumah.
g. Kriteria Orang dalam Pemantauan.
h. Protokol penanganan orang masuk dari negara berisiko dan pengawasan
di perbatasan.
i. Protokol WHO tentang penggunaan masker dan alat pelindung diri yang
digunakan.
j. Protokol komunikasi sekolah.
k. Kesiapan logistik dan pangan.
l. 132 rumah sakit rujukan penanganan COVID-19.
m. Penjelasan tentang pemeriksaan kesehatan beserta biaya yang
dibebankan.
n. Penjelasan virus mati dalam 5-15 menit.
o. Penjelasan detail tentang fasilitas HOTLINE Pemerintah Pusat: 119.
p. Penjelasan mengenai hoax dan disinformasi yang terjadi.
G. Kegiatan Komunikasi Pemerintah Daerah
1. Membentuk Tim Komunikasi yang diketuai oleh Pimpinan Daerah.
2. Menunjuk Juru Bicara dari Dinas Kesehatan yang memiliki artikulasi dan
kemampuan dalam menghadapi media.
3. Informasi berikut dapat disampaikan setelah mendapat persetujuan dari
Pemerintah Pusat, dan HANYA disampaikan oleh Juru Bicara COVID-19
Pemerintah Daerah :
a. Jumlah dan sebaran, Orang dalam Risiko (ODR) khusus di daerah tersebut.
b. Jumlah dan sebaran, Orang dalam Pemantauan (ODP) khusus di daerah
tersebut.
c. Jumlah dan sebaran, Pasien dalam Pengawasan (PDP) khusus di daerah
tersebut.
d. Jumlah dan sebaran, pasien yang sudah dinyatakan sehat khusus di daerah
tersebut.
e. Jumlah dan sebaran, spesimen yang diambil khusus di daerah tersebut.
f. Jumlah dan sebaran, hasil pemeriksaan laboratorium terhadap spesimen
khusus di daerah tersebut.
g. DATA DAN IDENTITAS PASIEN TIDAK DISEBARLUASKAN KE PUBLIK.
4. Juru Bicara dari tingkat Provinsi dapat mengumumkan informasi yang disebut di
nomor 3 di atas pada tingkat provinsi masing-masing.
5. Juru Bicara dari tingkat kab/kota dapat mengumumkan informasi yang disebut di
nomor 3 di atas pada tingkat Kab/Kota masing-masing.
6. Menggunakan materi yang telah dikembangkan oleh Pemerintah Pusat
(Kementerian Kesehatan dan Kementerian Komunikasi dan Informasi) untuk
dapat disebarluaskan di daerah masing-masing:
a. Penjelasan dasar mengenai apa COVID-19
b. Penjelasan Pencegahan wabah COVID-19.
c. Protokol penanganan dari Orang dalam Pengawasan sampai dinyatakan
sehat.
d. Kriteria Pasien dalam Pengawasan.
e. Tindakan terhadap Pasien dalam Pengawasan
f. Penjelasan tentang karantina dan karantina yang dapat dilakukan di rumah.
g. Kriteria Orang dalam Pemantauan.
h. Protokol penanganan orang masuk dari negara berisiko dan pengawasan di
perbatasan.
i. Protokol WHO tentang penggunaan masker dan alat pelindung diri yang
digunakan.
j. Protokol komunikasi sekolah.
k. Kesiapan logistik dan pangan.
l. 132 rumah sakit rujukan penanganan COVID-19.
m. Penjelasan tentang pemeriksaan kesehatan beserta biaya yang dibebankan.
n. Penjelasan virus mati dalam 5-15 menit.
o. Penjelasan detail tentang fasilitas HOTLINE Pemerintah Pusat: 119.
p. Penjelasan mengenai hoax dan disinformasi yang terjadi.
7. Seluruh pimpinan daerah di tingkat provinsi dan kab/kota dihimbau untuk
mensosialisasikan informasi yang disebutkan di nomor 6 di atas kepada seluruh
lapisan masyarakat, dengan dipandu oleh Dinas Kesehatan setempat, dan
menggunakan narasi-narasi yang disiapkan di website rujukan Kementerian
Kesehatan.
8. Pemerintah Daerah dapat membuat produk komunikasi sesuai dengan data dan
kebutuhan daerah masing-masing.
H. Pihak-Pihak Yang Terlibat
Berikut merupakan pihak-pihak yang terlibat dalam komunikasi penanganan COVID-19:
1. Instalasi Kesehatan Tingkat Pertama.
2. Rumah Sakit Rujukan.
3. Dinas Kesehatan Provinsi dan Kota/Kabupaten.
4. Dinas Kominfo Provinsi dan Kota/Kabupaten
5. Kementerian Kesehatan RI.
6. Kementerian Komunikasi dan Informatika RI.
7. Kantor Staf Presiden RI.
I. Sasaran Khalayak
Sasaran khalayak dibagi menjadi 2 klaster utama seperti dibawah ini. Pemerintah pusat
dan pemerintah daerah bersama-sama menyusun dan menyebarkan produk komunikasi
yang sesuai untuk kedua klaster tersebut secara nasional dan spesifik sesuai dengan
daerah masing-masing.
Klaster sasaran khalayak:
1. Pelaksana penanganan/pihak-pihak yang terlibat.
a. Para pelaksana harus mengerti rencana aksi yang dilakukan pemerintah pusat
dan daerah dalam penanganan dan komunikasi. Pastikan jalur informasi dua
arah berlaku dan disepakati oleh seluruh pihak.
b. Sistem komunikasi harus dibentuk untuk memastikan komunikasi terjadi dengan
lancar.
2. Publik.
a. Perkotaan
b. Pedesaan
c. Generasi tua
d. Generasi muda
J. Kanal Komunikasi
Sasaran khalayak dapat dijangkau melalui berbagai kanal, baik melalui media
mainstream, media sosial maupun melalui jaringan komunikasi yang telah terbentuk.
Berikut adalah daftar kanal yang bisa digunakan:
● Website sebagai rujukan pertama. Silahkan merujuk kepada website resmi
Kemenkes khusus untuk COVID-19.
● Televisi
● Media Cetak
● Media Online
● Radio
● SMS gateaway
● Media Sosial
● Jaringan sekolah
● Jaringan organisasi kepemudaan/agama/politik
● Jaringan informal lainnya
K. RENCANA AKSI
K. RENCANA AKSI
1. Sistem komunikasi risiko
a. Memastikan bahwa pemerintah di tingkat pusat sepakat untuk
memasukkan protokol komunikasi dalam aktivitas penanganan dan
kewaspadaan dan siap untuk mendiseminasi informasi untuk melindungi
kesehatan publik dalam cara yang cepat, transparan dan dapat diakses.
b. Mengkaji protokol komunikasi yang sudah ada dan memastikan apakah
perlu penyesuaian.
c. Menyepakati prosedur pelepasan informasi, seperti alur persetujuan dan
produk komunikasi. Usahakan prosedur persetujuan sesingkat mungkin.
d. Menyiapkan anggaran komunikasi.
e. Membentuk tim komunikasi dan memastikan peran dan tanggung jawab
dari masing-masing anggota tim.
2. Koordinasi internal dan mitra
a. Identifikasi mitra - seperti instansi lain, organisasi, komunitas dan pekerja
kesehatan - dan kontak informasinya, untuk bekerja secara lintas sektoral.
b. Mengkaji kapasitas komunikasi dari semua mitra, identifikasi sasaran
khalayak dan bekerja bersama sebagai tim penanganan lintas sektoral.
c. Merencanakan dan menyepakati peran dan tanggung jawab komunikasi
menggunakan tata laksana (sebagai contoh, instansi mana yang menjadi
titik kontak pertama untuk isu spesifik, mitra mana yang paling relevan
dengan sasaran khalayak yang mana, dst.)
3. Komunikasi Publik
a. Mengidentifikasi para juru bicara pada seluruh tingkat (pusat dan daerah)
dan keahlian masing-masing, dan beri pelatihan bila diperlukan.
b. Susun standar pesan yang digunakan untuk mengumumkan kasus-kasus
yang ditemukan, tindakan yang akan dilakukan, himbauan kesehatan dan
komunikasi selanjutnya.
c. Identifikasi media-media kunci yang digunakan, siapkan daftar jurnalis dan
bangun hubungan baik dengan para jurnalis dengan menyediakan
informasi berkala mengenai semua perkembangan.
d. Identifikasi media dan kanal media serta influencers lainnya dan kaji potensi
mereka untuk mencapai sasaran khalayak; gunakan kanal influencer yang
terpercaya. Dalam konteks COVID-19, pastikan bahwa pekerja kesehatan
memahami kekhawatiran yang ada di publik dan terlatih untuk
menyediakan himbauan kesehatan kepada masyarakat.
4. Pendekatan Terhadap Komunitas
a. Siapkan metode untuk memahami kekhawatiran, kebiasaan dan
kepercayaan sasaran khalayak.
b. Identifikasi sasaran khalayak, dan kumpulkan informasi mengenai
pengetahuan dan kebiasaan mereka.
c. Gunakan media sosial, secara proaktif informasikan kepada publik, serta
kumpulkan dan jawab semua pertanyaan.
d. Gunakan kanal radio sehingga terjadi interaksi dengan publik.
e. Identifikasi influencer di komunitas seperti tokoh agama, tokoh masyarakat,
pekerja kesehatan, dll dan juga jaringan komunikasi diantara para relawan
kesehatan, organisasi kepemudaan, organisasi agama, dll yang dapat
membantu menjangkau komunitas.
f. Antisipasi informasi untuk komunitas disabilitas.
5. Menghadapi ketidakpastian dan persepsi serta menangani disinformasi
a. Persiapkan kegiatan komunikasi dengan cermat pada saat mengumumkan
kasus pertama, untuk memastikan bahwa informasi yang diberikan
menjawab kekhawatiran yang akan terjadi. Pada saat yang sama berikan
himbauan bagaimana masyarakat dapat melindungi diri sendiri dari
penyebaran.
b. Siapkan sistem monitor pembicaraan yang terjadi dan persepsi yang
terbentuk di publik, terutama mengenai hoax dan disinformasi. Salah satu
yang bisa digunakan adalah monitor media sosial serta menangkap
masukan dari pekerja kesehatan dan call center.
c. Siapkan sistem untuk menanggulangi hoax dan siapkan daftar Frequently
Asked Questions.
d. Usahakan selalu berdialog dengan target khalayak untuk mendapatkan
berbagai masukan
6. Peningkatan Kapasitas
a. Pertimbangkan pelatihan yang diperlukan oleh berbagai pihak yang terlibat
dalam protokol komunikasi, terutama mengenai apa yang sudah dan belum
diketahui mengenai COVID-19, prosedur dan rencana penanganan, dan
juga kesiapan daerah dalam menangani pandemi.
BAB 3
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Sistem komunikasi Indonesia menjadi salah satu yang penting dalam mata kuliah Komunikasi. Agar kita dapat memahami komunikasi dengan baik dan benar. Adanya SKI dapat mempermudah kita dalam belajar komunikasi di negara kita maupun di negara lain, terutama tentang informasi terbaru yang sedang terjadi termasuk wabah covid-19 yang terjadi saat ini karena sangat berbahaya jika kita melanggar aturan pemerintah. Tentu saja dengan kita menaati peraturan pemerintah Indonesia kita dapat :
Sistem komunikasi Indonesia menjadi salah satu yang penting dalam mata kuliah Komunikasi. Agar kita dapat memahami komunikasi dengan baik dan benar. Adanya SKI dapat mempermudah kita dalam belajar komunikasi di negara kita maupun di negara lain, terutama tentang informasi terbaru yang sedang terjadi termasuk wabah covid-19 yang terjadi saat ini karena sangat berbahaya jika kita melanggar aturan pemerintah. Tentu saja dengan kita menaati peraturan pemerintah Indonesia kita dapat :
1. Menciptakan masyarakat yang tenang, dan paham apa yang mereka harus
lakukan bagi lingkungan terdekatnya.
2. Membangun persepsi masyarakat bahwa Negara hadir dan tanggap dalam
mengendalikan situasi krisis yang terjadi.
lakukan bagi lingkungan terdekatnya.
2. Membangun persepsi masyarakat bahwa Negara hadir dan tanggap dalam
mengendalikan situasi krisis yang terjadi.
3.2 SARAN
Kita harus belajar lebih banyak lagi mengenai tentang SKI, agar kita memiliki pengetahuan yang cukup luas dan tidak hanya satu referensi buku saja, harus lebih banyak membaca dan belajar dengan buku yang lain nya terutama tentang kesehatan dan wabah berbahaya yang sedang terjadi saat ini.
DAFTAR PUSTAKA
Nurudin, Sistem Komunikasi Indonesia, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2010.
Julia T. Wood, Komunikasi Teori dan Praktik, Salemba Humanika, Jakarta, 2013.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar