Rabu, 15 Mei 2019

GOVERMENT RELATIONS


Apa itu Goverment Relations?




I. Pengertian Goverment Relations


Government Relations (GR) adalah suatu hubungan perusahaan dengan pemerintah pemerintah, yang erat hubungannya dengan lembaga legislatif, peraturan pemerintah dimana dalam hal ini, PR memerlukan keahliah khusus untuk mencapai hasil positif yang dapat di terima oleh publik melalui perencanaan pemerintahan. GR dapat bergerak dalam bidang-bidang seperti alokasi, kesehatan, pertahanan, energi, lingkungan, jasa keuangan, keamanan dalam negeri, kebijakan pajak, telekomunikasi dan transportasi.

Government relations memiliki posisi yang penting bagi perusahaan, arti penting government relation adalah menciptakan keselarasan antara berbagai kebijakan pemerintah dengan perusahaan (investasi, kerja sama dagang, pajak dll, memberikan jaminan perlindungan disaat krisis dan mempercepat proses birokrasi atas berbagai kepentingan perusahaan. Government relations juga merupakan seni berhubungan dengan berbagai lembaga penentu kebijakan (eksekutif, legislatif) yang mempengaruhi perusahaan pada level lokal, nasional maupun internasional.

Frazier Moeore memberikan asumsi tentang government relations sebagai berikut:
  • Pemerintah dengan undang-undangnya, bisa melakukan banyak pembatasan bagi perusahaan, misal dengan kebijakan upah minimum, isu monopoli, pengekangan perdagangan, persaingan harga yang tidak sehat, transportasi, promosi dan aspek bisnis lainnya.
  • Hampir di setiap jalan bisnis dipengaruhi pemerintah yang menetapkan dan memaksakan peraturan bisnis dan menentukan iklim dimana bisnis harus berfungsi.
Hubungan dengan pemerintah (government relations) ditujukan untuk dapat memperlancar jalannya operasional perusahaan.

II. Definisi Government Relations Menurut Para Ahli


1. Onong Uchjana Effendi
Mengatakan bahwa Government Relations adalah komunikasi dua arah secara timbal balik yang dilakukan suatu organisasi dengan instansi pemerintah dalam rangka membina kerja sama yang akrab demi kepentingan yang di landasi asas saling pengertian dan saling mempercayai.

2. Rhenald Kasali
Mengatakan bahwa Government Relations adalah suatu bagian khusus dari tugas public relations yang membangun dan memelihara hubungan dengan pemerintah terutama untuk kepentingan mempengaruhi peraturan dan perundang-undangan.

3. Chilip
Mengatakan bahwa Government Relations adalah suatu bagian khusus dari tugas public relations yang membangun dan memelihara hubungan dengan masyarakat lokal dan pemerintahan sekaligus memberikan perintah untuk mempengaruhi kebijakan publik.

4. Sayre (dalam Suradinata)
Mengatakan bahwa pemerintah sebagai lembaga negara yang terorganisir yang memperlihatkan dan menjalankan kekuasaannya.

5. Suradinata
Mengatakan bahwa pemerintah adalah organisasi yang mempunyai kekuatan besar dalam suatu negara, mencakup urusan masyarakat, teritorial, dan urusan kekuasaan dalam rangka mencapai tujuan negara.

6. Ndraha
Mengatakan bahwa pemerintah adalah segenap alat perlengkapan negara atau lembaga-lembaga kenegaraan yang berfungsi sebagai alat untuk mencapai tujuan.

7. Affan
Mengatakan bahwa kegiatan yang terorganisir mengenai rakyat/penduduk di
wilayah negara itu yang berdasarkan kepada dasar negara dan bersumber kepada kedaulatan untuk mencapai tujuan rakyat/penduduk di wilyah itu sendiri.

III. Fungsi Goverment Relations


Pemerintah merupakan pihak yang berkuasa dapat memperlancar tetapi juga menghambat proses bisnis perusahaan oleh karena itu dalam hubungannya dengan pemerintah perlu membangun hubungan yang baik. Karena hubungan dengan pemerintah (government relations) memiliki tiga fungsi penting yang meliputi:

a. Fungsi Prediksi (Predictable)
Hubungan ini dapat digunakan untuk memprediksi tentang kebijakan pemerintah hubungannya dengan preusan.

b. Penghitungan (Accountable)
Kondisi perusahaan harus dipertanggung-jawabkan. Kebijakan perusahaan mengenai pajak, insentif, perburuhan dan lain sebagainya sangat menentukan perusahaan.

c. Legislatif
Terkait dengan peraturan perundang-undangan. Pendekatan terhadap eksekutif dan legislatif sangat penting agar kebijakan pemerintah dan perundang-undangan dapat menjamin masa depan perusahaan.

IV. Tujuan Goverment Relations


Tujuan government relations bagi praktisi humas perusahaan
berdekatan dengan pemerintah antara lain:
  • Meningkatkan komunikasi dengan pejabat pemerintah dan lembaga tinggi negara.
  • Memantau lembaga pembuat keputusan dan peraturan pada area yang mempengaruhi bidang usaha. 
  • Mempengaruhi undang-undang yang berdampak pada ekonomi rakyat dan pelaksanaannya. 
  • Meningkatkan kesadaran dan pemahaman para pembuat keputusan. 
  • Mengurangi ketidakpastian karena tidak dapat membaca tanda- tanda peraturan.
  • Mempercepat keluarnya keputusan yang berkaitan dengan operasional perusahaan. 
  • Meningkatkan pemahaman antara instansi/lembaga yang satu dengan yang lainnya. 
  • Mendapatkan perlindungan dan pembelaan oleh pemerintah ketika masa kritis.

V. Strategi Goverment Relations


Praktisi PR dalam hal ini bertugas untuk menjadi konsultan/memecahkan/menasihati pemerintahan dalam masalah-masalah tertentu. GR, mendukung klien sebelum mengambil keputusan utama dalam pemerintahan sehari-hari. Advokasi yang efektif sering kali memerlukan kerja yang simultan yang menyangkut 2 strategi utama yaitu:
  1. Offense – dalam hal ini, PR bertugas untuk ”move the desimal point” dimana PR harus membagi bagian fraksional dari suatu kegiatan pemerintah. Ini mungkin melibatkan penyusutan jadwal yang lebih pendek dalam kode pajak atau memperluas definisi untuk menyertakan teknologi baru yang akan memenuhi syarat untuk dana pemerintah.
  2. Deffense – Bekerja dengan koalisi di sektor swasta dan pejabat pemerintah untuk memblokir peraturan pemerintah dari yang berdampak negatif neraca korporasi. Hal ini mungkin termasuk ketentuan-ketentuan dalam kesehatan, reformasi peraturan atau undang-undang iklim yang mempunyai efek negatif atau yang tidak seimbang pada korporasi.

VI. Tugas Goverment Relations


Government relations memiliki tugas yaitu
  • Menggali data dari pemerintah
  • Monitoring & interpretasi langkah-langkah pemerintah
  • Menyampaikan feed back dari perusahaan atas berbagai kebijakan pemerintah
  • Membangun posisi
  • Mendukung pemasaran

VII. Hubungan Goverment Relations dalam Pemerintahan


Hubungan dengan pemerintah tidak dapat dilepaskan dari kegiatan lobbi dan negoisasi dengan pemerintah. Lobby merupakan kegiatan yang dilakukan secara informal untuk mendekati pemerintah sedangkan negoisasi merupakan kegiatan perundingan. Dalam berhubungan dengan pemerintah perlu mengadakan dua pendekatan yaitu secara resmi maupun tidak resmi. Lobby-lobby dalam government relation dalam dilakukan dalam bentuk:

a. Lobby langsung (konvensional)
Contoh : Mengadakan Pertemuan Langsung dengan pemerintah.

b. Grass Roots Lobbying
Artinya melibatkan masyarakat atau massa untuk melakukan proses lobbying
Contoh : Memberikan argumen atau pengertian kepadapemerintah bahwa perusahaan ini memiliki hubungan atau kepentingan dengan public/masyarakat.

c. Political Action Committees (PACs)
Artinya Melibatkan Masyarakat atau Massa namun dengan konsep yang formal dan adanya kemungkinan unsur politik.

VII. Lingkup Program Government Relations


Government Public Relations (GPR) merupakan program prioritas untuk memastikan masyarakat mengetahui apa yang dilakukan pemerintah dan berpartisipasi dalam pembangunan. Implementasi GPR dilaksanakan sesuai dengan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2015 tentang Pengelolaan Komunikasi Publik

Basis kerja Government Public Relations adalah pengelolaan informasi dan komunikasi yang berkelanjutan untuk memperoleh pemahaman dan dukungan publik terhadap Program dan Kebijakan Pemerintah. Pemerintah sebagai penentu agenda (agenda setting) isu-isu di masyarakat untuk membangun kepercayaan publik terhadap pemerintah sebagai sumber informasi yang akurat dan dapat dipercaya.
  • Membentuk lembaga jejaring komunikasi
  • Menyusun dan memantau implementasi regulasi tentang GPR oleh K/L/D
  • Menyediakan dan menyebarkan konten informasi publik ke seluruh Indonesia.

IX. Contoh Goverment Relations pada Perusahaan


Kehadiran public relations (PR) bagi suatu instansi atau organisasi dirasa penting dan menjadi sebuah keharusan. PR dituntut untuk menjembatani komunikasi antara manajemen dengan karyawan, juga perusahaan dengan pihak luar. Keberadaan PR di suatu perusahaan tidak boleh dipandang remeh. Seperti kita ketahui, tugas PR salah satunya adalah menjaga hubungan harmonis antara karyawan dengan perusahaan, dan perusahaan dengan pihak luar. Misalnya, menciptakan komunikasi yang efektif, keserasian hubungan antara pimpinan dan bawahan, baik secara horizontal maupun vertikal, sehingga dapat memperkuat kerja sama tim. Di sisi lain, PR juga diharapkan dapat membentuk citra yang positif tentang perusahaan.

Di antara banyak perusahaan, PT Unilever Indonesia Tbk. layak dijadikan contoh. Kenapa? Di perusahaan ini PR telah berperan sebagai partner bagi manajemen dan karyawan. Fungsi PR di Unilever berada di Direktorat Corporate Relation (CR). Setidaknya ada tiga tugas utama yang diemban departemennya, yakni protecting, preempting dan promoting. Semua tugas CR nggak jauh-jauh dari reputasi perusahaan. Corporate Relation bertugas memprotect reputasi dan mempreempt seandainya ada isu. CR di Unilever terdiri atas dua departemen, yakni Corporate Communications dan Yayasan Unilever Peduli. Yang disebut terakhir ini bergerak dalam menangani soal Corporate Social Responsibility (CSR).

Sementara Corporate Communications memiliki tiga divisi, yaitu divisi internal communications, external communications dan public affair atau Government Relation. Jumlah karyawan di Departemen Corporate Communication sekitar 13 orang.Membawahi berbagai isu manajemen termasuk dalam fungsi protect. Tugasnya adalah melindungi perusahaan dari segala macam isu atau permasalahan yang muncul, baik dari internal maupun eksternal perusahaan. Kalau di external communication ada yang namanya preempt. Yaitu mengantisipasi isu-isu yang saat ini belum ada, tapi kemungkinan muncul di kemudian hari. Sementara itu, peran internal communication tidak kalah penting. Semua karyawan Unilever adalah ambassador bagi perusahaan. Karena itu, Corporate Communication harus bisa mengomunikasikan dengan baik mengenai kondisi perusahaan kepada karyawan, agar mereka merasa nyaman bekerja di Unilever. Karyawan bisa menjadi duta untuk bersuara di luar.

Internal communication juga harus melakukan upaya untuk dapat memecahkan permasalahan dalam lingkungan interen perusahaan, seperti memelihara hubungan baik antara pimpinan dengan bawahan serta mengadakan komunikasi teratur dan tepat guna dalam perusahaan secara vertikal dan horizontal. Peran Corporate Communication di Unilever sebagai jembatan komunikasi antara manajemen dengan karyawan, bisa dilihat, misalnya, saat menyosialisasikan penerapan Code of Business Principle (COBP) kepada karyawan. COBP ini merupakan program yang dikeluarkan oleh perusahaan mengenai prinsip kode etik berbisnis yang harus ditaati oleh semua karyawan. Dalam hal ini, Corporate Communication harus bisa memastikan bahwa COBP ini tidak hanya perlu diketahui karyawan, tapi mereka pun harus memahami isinya. Salah satu titik tolak ukuran yang sederhana bagaimana HR dianggap berhasil menjadi strategic business partner bagi perusahaan adalah bagaimana HR dirasakan oleh internal dan external stakeholder memberikan nilai tambah (added value) kepada organisasi.

Seperti layaknya suatu bentuk partnership di berbagai hal maka bentuk partnership yang ideal adalah jika kedua belah pihak partner dirasakan saling menjalankan peran dengan baik dan lebih jauh lagi saling memberikan nilai tambah yang diharapkan bagi kedua belah pihak.
Memahami dengan baik apa yang diharapkan oleh internal dan external stakeholders menjadi hal yang sangat penting untuk dilakukan mengingat tanpa penjabaran yang baik fungsi HR akan terlibat kepada kegiatan-kegiatan yang tidak memberikan nilai tambah kepada perusahaan dan stakeholder baik jangka pendek maupun jangka panjang. Untuk merenungkan dan menjabarkan mengenai apa yang menjadi nilai tambah HR di mata organisasi tentunya harus dimulai dengan pertanyaan mendasar mengenai siapa sebetulnya stakeholder dari fungsi HR di organisasi baik dari aspek internal maupun external. Dari aspek external paling tidak dapat dikategorikan dua pihak yang secara tidak langsung diharapkan mendapatkan nilai tambah dari fungsi HR. Kedua pihak itu adalah Investor dan Customer.

Dari sudut investor tentunya satu hal yang paling diinginkan oleh investor adalah bagaimana fungsi HR dapat menaikkan nilai dan ”kelas” perusahaan, atau dengan kata yang paling sederhana investor selalu akan mengatakan ”show me the money”... money di dalam sudut pandang pandang yang lebih luas dan dalam adalah bagaimana mewujudkan perusahaan yang semakin lama semakin berkembang dan memiliki nilai jual pasar yang semakin tinggi. Hal ini sangat erat kaitannya dengan pengertian intangible asset yang sudah kita bahas secara dalam di penerbitan sebelumnya. Intangible dapat dijabarkan di dalam banyak aspek diantaranya adalah semakin banyaknya SDM yang memiliki talenta yang sesuai dengan strategy di organisasi, semakin efektif nya operasional di organisasi atau semakin baiknya proses inovasi di perusahaan.

Investor relation adalah strategi manajemen yang mengintegrasi keuangan, komunikasi, marketing, dan keamanan sehingga terjalin komunikasi dua arah yang efektif antara perusahaan dan investor serta berbagai kalangan. Investor relation merujuk pada suatu departemen dalam perusahaan yang bekerja untuk menghandel hubungan shareholder dan investor. Biasanya investor relation merupakan departemen atau orang yang melapor pada Chief Financial Officer atau bagian keuangan. Dalam beberapa perusahaan, investor relation diatur oleh public relation atau corporate communication, maka dari itu investor relation juga disebut financial public relation atau financial communication.

Beberapa perusahaan terbuka sekarang memiliki IRO (Investor Relation Officer) yang bertugas untuk mengatasi beberapa aspek seperti pertemuan para shareholder, press conference, pertemuan pribadi dengan para investor, mengurusi bagian investor relation dalam web perusahaan, dan laporan tahunan perusahaan. Fungsi dari investor relation juga mentransmisi informasi yang berhubungan dengan nilai-nilai intangible seperti kebijakan pemerintah mengenai corporate governance atau corporate social responsibility. Fungsi dari investor relation sendiri haruslah waspada pada isu-isu yang sedang beredar dan yang akan datang yang akan berpengaruh pada kinerja perusahaan.
   
Government Relations (GR) adalah suatu hubungan perusahaan dengan pemerintah pemerintah, yang erat hubungannya dengan lembaga legislatif, peraturan pemerintah dimana dalam hal ini, PR memerlukan keahliah khusus untuk mencapai hasil positif yang dapat di terima oleh publik melalui perencanaan pemerintahan. GR dapat bergerak dalam bidang-bidang seperti alokasi, kesehatan, pertahanan, energi, lingkungan, jasa keuangan, keamanan dalam negeri, kebijakan pajak, telekomunikasi dan transportasi. Praktisi PR dalam hal ini bertugas untuk menjadi konsultan/memecahkan/menasihati pemerintahan dalam masalah-masalah tertentu, seperti Government Affair, Transaction Support, Due Intellegent, Crisis Respone and Reputation Management, Litigation Support.

Dalam Government Affair, GR mendukung klien sebelum mengambil keputusan utama dalam pemerintahan sehari-hari. Advokasi yang efektif sering kali memerlukan kerja yang simultan yang menyangkut 2 strategi utama , yaitu Offense dan Deffense. Offense – dalam hal ini, PR bertugas untuk ”move the desimal point” dimana PR harus membagi bagian fraksional dari suatu kegiatan pemerintah. Ini mungkin melibatkan penyusutan jadwal yang lebih pendek dalam kode pajak atau memperluas definisi untuk menyertakan teknologi baru yang akan memenuhi syarat untuk dana pemerintah. Deffense – Bekerja dengan koalisi di sektor swasta dan pejabat pemerintah untuk memblokir peraturan pemerintah dari yang berdampak negatif neraca korporasi. Hal ini mungkin termasuk ketentuan-ketentuan dalam kesehatan, reformasi peraturan atau undang-undang iklim yang mempunyai efek negatif atau yang tidak seimbang pada korporasi.

Dalam Transaction Support, hampir setiap transaksi bisnis membawa tingkat risiko politik. Dalam hal ini, kita harus dapat menasihati dana ekuitas swasta dan bank-bank investasi, telah memainkan peran penting dalam memberikan saran kepada dana tersebut pada akuisisi mereka dalam negeri dan luar negeri dan divestasi.

Dalam Due Intellegent, hal ini berhubungan dengan entitas domestik mau pun asing sebelum memulai transaksi atau membuat pengumuman utama. Sebelum melakukan pengumuman tersebut, PR harus melibatkan pembuat kebijakan kunci untuk menerima reaksi dan umpan balik. PR menggunakan informasi untuk mengembangkan sebuah rencana aksi dirancang untuk meminimalkan resiko politik dan kemudian melaksanakan rencana sesuai dengan pengumuman.

Dalam Crisis Respone and Reputation Management, pendekatan untuk mengatasi manajemen krisis melibatkan kebutuhan strategis dan politik langsung dari pemerintahan sambil memastikan bahwa mereka dapat tetap dilindungi dalam jangka waktu yang cukup panjang. PR harus tetap memastikan bahwa titik pandang PR sama dengan titik pandang klien (pemerintahan) dan si pengambil keputusan utama.

Untuk mengelola krisis secara efektif adalah memiliki hubungan politik yang kuat; mengumpulkan bukti, fakta, dengan intelegensi yang kuat dan berkelanjutan, maka pesan tersebut harus jelas sehingga dapat mengembangkan suatu strategi yang bagus, dan untuk memastikan bahwa setiap keputusan yang disepakati di awal adalah strategi kita.
Dalam Litigation Support (Litigasi / Litigation : adalah bentuk penanganan klien dalam hal beracara di pengadilan baik itu perkara perdata maupun pidana, termasuk didalamnya mendampingi klien dalam pemeriksaan pada Kepolisian, Kejaksaan, Penyidik Pegawai Negeri Sipil maupun di Komisi Pemberantasan Korupsi dan Pengadilan.)

Kongres semakin menjadi suatu lingkungan di mana pengacara penggugat dan perusahaan menggunakan legislator dan proses komite untuk pencarian lebih lanjut mengenai litigasi mereka. PR menyarankan klien tentang cara bekerja dengan anggota Kongres untuk memajukan tujuan litigasi atau meminimalkan dampak terhadap mereka. Koordinasi dengan strategi media sering penting untuk menjaga reputasi dan citra klien juga mereka yang terkait dengan klien.

X. Perkembangan Government Relations di Indonesia


Berbicara tentang Government Public Relations (GPR) atau yang dikenal dengan humas pemerintah, tidak dapat dilepaskan dari sejarah yang panjang. Berbicara tentang Government Public Relations maka akan berhadapan dengan bagaimana sikap pemerintah kepada masyarakatnya, dan bagaimana humas pemerintah diperankan.

Menurut Harword L Childs sebagaimana dikutip buku Executive Public Relations, dijelaskan adanya perubahan antara humas di masa lalu dan saat ini. Di masa lalu, humas atau seorang yang menjalankan tugas sebagai seorang humas lebih merupakan juru bicara dari pihak yang diwakilinya. Keberpihakan tersebut bersifat mutlak. Dalam artian seorang humas bahkan harus menjadi “pembela” dari pihak yang diwakilinya. Tidak jarang seorang humas harus “memelintir” kenyataan dalam suatu informasi yang harus disampaikan agar lebih mencerminkan adanya suatu kebenaran pada pihak yang terwakili.

Sedangkan, Humas saat ini lebih mementingkan adanya komunikasi dua arah. Humas membuka diri untuk menerima masukan dan saran, berdiskusi untuk mencapai pemahaman yang optimal terhadap suatu permasalahan. Sehingga Humas sekarang bukan lagi sebagai “penyambung lidah” namun lebih merupakan “penghubung ide dan kebijakan”, sehingga keberadaan humas mampu membawa perubahan kepada organisasi atau institusi yang diwakilinya.

Hal ini dapat digambarkan dengan perkembangan kehumasan di Amerika Serikat. Pada masa Perang Dunia I, Pemerintah Amerika Serikat mengeluarkan dana yang sangat besar untuk menciptakan peran humas pemerintah sebagai media penyampaian informasi kepada masyarakatnya. Namun, informasi yang disampaikan tersebut lebih banyak berisi propaganda dan manipulasi. Sadar atas ‘penyelewengan fungsi’ humas tersebut, pada tahun 1913 beberapa special interest group (Lembaga Sosial Masyarakat-red) dan para aktivis mulai menyuarakan ketidaksetujuannya atas peran humas pemerintah. Puncaknya, ketika U.S. Congress menerbitkan 1913 Gillett Amendment yang berisi larangan kepada Pemerintah Amerika Serikat untuk mengeluarkan dana untuk publisitas tanpa adanya persetujuan dari U.S Congress. Berawal dari hal tersebut, humas pemerintah di negara tersebut mulai diperbaiki perannya.

Perkembangan peran humas pemerintah seperti di Amerika Serikat juga terjadi secara global, termasuk di Indonesia. Hal ini semakin dipertegas oleh Pemerintahan yang dipimpin oleh Presiden RI Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Kehumasan pemerintah akan diperkuat dengan kelembagaan yang jelas. Memperkuat humas pemerintah yang sebelumnya berfondasikan pada peraturan perudangan yang tercantum dalam Pasal 28F UUD 1945, UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, dan Permenpan Nomor 30 Tahun 2011 tentang Pedoman Umum Tata Kelola Kehumasan di Lingkungan Instansi Pemerintah.

Senada dengan pernyataan Harword L Childs, Menteri Sekretaris Negara Pratikno dalam acara Forum Tematik Kehumasan dengan tema ‘Penguatan Kelembagaan Humas Pemerintah Pusat dan Daerah untuk Mendukung Fungsi Government Public Relations (GPR)’ juga menyampaikan bahwa Humas menyampaikan apa yang dilakukan oleh pemerintah dan diwaktu yang sama juga mendengar apa yang diinginkan oleh masyarakat. sehingga Humas menjadi pilar penting di dalam demokrasi. Humas sebagai jembatan demokrasi dan birokrasi, kehumasan mendengar dan kehumasan juga menyampaikan.

Pria yang akrab disapa ‘Pak Rektor’ oleh Presiden RI Jokowi ini menambahkan bahwa kehumasan itu mencakup hal yang sangat kaya, merupakan jembatan, merupakan spirit demokrasi di dalam tubuh birokrasi, menjembatani pemerintah dengan masyarakat, resiprokal dua pihak, membangun publik trust, dan membangun kepercayaan publik. Seharusnya kebijakan itu integrated, seharusnya konten komunikasi adalah terintegrasi, seharusnya kita mampu membangun narasi tunggal bahwa ada cross-check, ada data yang sama, ada angle yang sama. Perlu adanya format mekaninsme kerja, kelembagaan yang bisa mensinergikan antar unit pemerintahan secara horizontal dan vertikal, sehingga mampu untuk mengkomunikasikan kebijakan pemerintah, mampu menjaring aspirasi masyarakat sebagai masukan kebijakan itu secara sinergis.

Pengembangan Government Public Relations (GPR) juga tidak dapat dilepaskan dari kemajuan teknologi yang ada saat ini. Semakin luasnya jangkauan jaringan internet di Indonesia, ditambah dengan semakin ‘menjamurnya’ pengguna media sosial, harus ditanggapi dengan positif oleh humas pemerintah. Menteri Komunikasi dan Informasi Rudiantara menyatakan bahwa dalam dunia yang dinamis ini, dibutuhkan sesuatu yang reachable oleh masyarakat. Oleh karena itu, harus ada perubahan yang terjadi di dunia kehumasan, terutama dengan hadirnya teknologi baru yang menyebabkan makin luasnya cakupan media yang digunakan untuk berkomunikasi.

Lebih lanjut lagi selain pemanfaatan teknologi, menurut Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Yuddy Chrisnandi, keberhasilan Government Public Relation (GPR) membutuhkan kemampuan berkomunikasi yang tinggi, pengendalian sarana komunikasi yang efektif, membuat agenda setting dan menekuninya berfokus pada capaian target komunikasi. Saat ini dibutuhkan cara membangun solidaritas hubungan sosial yang kuat, trust (kepercayaan), dan dukungan seluas-luasnya dari seluruh komponen bangsa kepada pemerintah.

Keberhasilan Government Public Relation (GPR) akan mendukung terciptanya Open Government atau Pemerintahan Terbuka. Menurut David Beetham dan Kevin Boyle, keduanya pakar di bidang demokrasi dan HAM, ciri-ciri pemerintahan terbuka adalah pemerintah menyediakan berbagai informasi faktual mengenai kebijakan yang akan dan sudah dibuat. Kemudian, adanya peluang bagi masyarakat dan media untuk mendapatkan atau mengakses berbagai informasi pemerintah. Lalu, terbukanya rapat-rapat pemerintah bagi masyarakat dan media, termasuk rapat-rapat di parlemen. Terakhir, konsultasi publik yang dilakukan secara sistematik oleh pemerintah mengenai berbagai kepentingan yang berkaitan dengan perumusan dan pelaksanaan kebijakan.

Sekretaris Kabinet RI Andi Widjajanto menyampaikan bahwa terdapat tiga pilar Open Government yaitu transparansi, dalam arti 100% informasi yang sekarang ada di pemerintah, 95% mestinya informasi terbuka yang bisa diketahui oleh publik, 4% informasi tertutup merupakan ruang rahasia Negara atau rahasia instansi, dan 1% informasi yang hanya diketahui Tuhan. Kewajiban Humas Pemerintah adalah memastikan 95% informasi tersebut menguak, beredar ke masyarakat dengan cara yang cepat dan tepat sesuai dengan karakter. Kedua, kolaborasi, dalam arti kolaborasi antar humas pemerintah saja tidak cukup.

Sebaiknya dilakukan juga kolaborasi secara virtual dengan cara mengenali simpul-simpul utama dalam masyarakat yang membantu pemerintah membuat transparansi dan bergerak lebih cepat. Terakhir, pilar partisipasi. Pemerintah melakukan konsultasi kepada masyarakat luas, sehingga masyarakat berpendapat sama dengan opini yang disampaikan pemerintah. Melalui pilar ini diharapkan pemerintah dapat menanggapi opini negatif dengan menerbitkan informasi-informasi yang lebih tepat dan menarik.

Demikianlah ulasan singkat mengenai Government Relations. Semoga dapat dipahami dan tentunya dapat menambah wawasan bagi kalian yang sudah membacanya. Mohon maaf jika ada kesalahan, sekian dan terimakasih!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengalaman saya membuat tugas akhir makalah Call For Paper

Pada semester 6 yang ini saya melalui salah satu masa yang sangat menegangkan dalam hidup saya dimana saya harus diwajibkan dalam pembuatan ...