Selasa, 14 Mei 2019

RISET PR


Apa itu Riset Public Relations?



Peran seorang Public Relations (PR) saat ini sangat penting dalam sebuah institusi atau perusahaan. Public relations dalam perusahaan merupakan ujung tombak sehingga perannya menjadi sangat penting dan strategis. Selain untuk menciptakan citra positif bagi sebuah institusi atau perusahaan, peran PR juga dilibatkan dalam banyak hal seperti pembuatan strategi maupun program-program menarik untuk mampu bersaing dan tetap eksis baik dalam sebuah lembaga yang berorientasi profit maupun pelayanan pada masyarakat atau nonprofit.

Sesuai dengan pengertian public relations menurut Dr. Rex Harlow yakni PR adalah fungsi manajemen yang khas dan mendukung pembinaan, peneliharaan jalur bersama antara organisasi dengan publiknya, menyangkut aktivitas komunikasi, pengertian, penerimaan dan kerja sama, melibatkan manajemen dalam menghadapi persoalan/permasalahan, mambantu manajemen untuk mampu menghadapi opini publik, mendukung manajemen dalam mengikuti dan memanfaatkan perubahan secara efektif, bertindak sebagai peringatan dini dalam mengantisipasi kecenderungan penggunaan penelitian serta teknik komunikasi yang sehat dan etis sebagai sarana utama.untuk itu peran PR sangat penting dalam sebuah perusahaan.

Berdasarkan pengertian PR di atas, dalam melaksanakan fungsi-fungsi tersebut dalam sebuah perusahaan sangat penting bagi seorang PR menggunakan penelitian atau riset untuk mendukung fungsi atau tugas yang ada. riset merupakan bagian integral dari perencanaan, pengembangan program, dan proses evaluasi. Penelitian atau riset dalam PR bertujuan untuk memperoleh data-data akurat sesuai fakta dilapangan. PR dalam menjalankan fungsinya tidak hanya berdasar apa yang dikehendaki saja, namun harus sesuai dengan data-data yang akurat dengan tujuan agar PR mampu membuat keputusan-keputusan kebijakan dan merencanakan strategi untuk program komunikasi yang efektif sehingga mampu mencapai tujuan perusahaan.

Di dunia ideal, praktisi public relations selalu punya waktu untuk melakukan riset sebelum mereka memulai suatu program ataupun aktivitas. Selain itu, organisasi yang bekerja sama dengan mereka biasanya akan meminta hasil riset tersebut sebagai elemen inti pengembangan strateginya. Riset yang dilakukan public relations memiliki potensi menjadi fondasi untuk membangun si public relations yang lebih baik selain membangun organisasi bersangkutan itu sendiri. Praktisi public relations bisa menggunakan hasil risetnya untuk mengembangkan strategi dan program kemudian mengevaluasi hasilnya.

I. Definisi Riset PR


Riset Public Relations menurut Mubaraq Ishak & Simon Koh Siw Leng dalam Step by step Guide Public Relations, Riset dalam PR “merupakan proses penghimpunan fakta, lapangan, pencatatan dan menganalisis data yang berkaitan dengan persoalan bagian dari kegiatan manusia (Ruslan, 2004:43). Sedangkan menurut Fraser P. Seitel, mendefinisikan riset dalam PR yaitu pengumpulan data, fakta, dan informasi secara sistematis dalam upaya untuk mengembangkan suatu pengertian (Ruslan 2004:45). Secara umum riset dalam PR yang berkaitan dengan ilmu komunikasi ilmiah, seperti opini publik, sikap (perilaku) dan motivasi individual atau kelompok. Ruslan (2004:44) menjelaskan sifat riset PR adalah Pencarian teori baru, pembahasan dan pengujian teoritis atau pemecahan suatu permasalahan.

Riset merupakan pengumpulan data, fakta, dan informasi secara sistematis dalam upaya mengembangkan pengertian. Sebagian besar kegiatan asosiasi PR dalam menyampaiakan informasi harus secara akurat mengenai datanya, dan berkaitan dengan public, produk dan program-program yang dirancang tersebut harus mampu menjawab pertanyaan seperti:
  • Bagaimana menidentifikasi dan mendefinisikan kelompok publik sebagai pendukung
  • Bagaimana pengetahuan yang berkaitan dengan rancangan pesan-pesan yang akan disampaikan?
  • Bagaimana kaitannya dengan rancangan program tersebut?
  • Bagaimana kaitannya dengan media yang dipergunakan dalam penyampaian pesan-pesan tersebut?
  • Bagaimana kaitannya denga perencanaan untuk penyerapan media yang dipergunakan?
  • Bagaimana kaitannya dengan pelaksanaan dari taktik program tersebut?
Efektifitas Public Relations (PR) erat kaitannya dengan proses riset, karena riset merupakan bagian integral dari perencanaan, pengembangan program, dan proses evaluasi. Penelitian dilakukan dengan tujuan agar PR mampu membuat keputusan-keputusan kebijakan dan merencanakan strategi untuk program komunikasi yang efektif.

II. Penelitian Riset PR


Penelitian adalah suatu wujud tahap ‘mendengarkan’. Glen profesor Broom dan David Dozier dari San Diego State University, dalam buku mereka Menggunakan Riset dalam Public Relations, hanya berkata, “Penelitian adalah kontrol, objektif, dan pengumpulan informasi secara sistematis untuk menggambarkan tujuan dan saling pengertian”.

Penelitian dilakukan untuk mempersiapkan informasi, data dikontrol, dan diinterpretasi. C. Blair Jackson, Senior Vice President dari Rogers & Cowan, Inc, di New York: “alasan yang paling kuat untuk menggunakan penelitian ini adalah untuk memastikan bahwa program PR yang dirancang adalah yang terbaik. Bahwa program dibuat untuk berbicara kepada khalayak yang tepat, bahwa dibuat dengan menggunakan pesan yang tepat, dan bahwa fokus juga pada persepsi yang tepat pula. Sedangkan riset evaluasi yang akan memastikan hal itu berjalan baik atau tidak”. Pemilihan jenis penelitian bisa digunakan untuk mencapai tujuan organisasi dan memenuhi kebutuhan informasi. Orientasi penelitian fokus pada subjek dan situasinya. Waktu dan anggaran menjadi pertimbangan.

Berikut pertanyaan yang sering muncul adalah :
  • Apa permasalahannya?
  • Apa saja jenis informasi yang dibutuhkan?
  • Akan bagaimana hasil penelitian digunakan?
  • Untuk spesifikasi publik apa?
  • Dilakukan sendiri atau menyewa konsultan dari luar?
  • Bagaimana analisa data penelitian, pelaporan, atau penerapannya?
  • Seberapa cepat hasil diperlukan?
  • Seberapa besar biaya riset?
Pertanyaan tersebut akan membantu PR menentukan tingkat dan sifat dari penelitian yang diperlukan. Cara mudah mengelompokkan jenis penelitian public relations adalah dengan cara melihat keragaman jenis penelitian yang dilakukan dalam bidang ini.

Cutlip, Center & Broom (1994) menyajikan empat tahap upaya pemecahan persoalan program kerja dan penelitian dalam PR yaitu :

• Defining public relations problems
• Planning public relations problems
• Implementing public relations program through actions and communications
• Evaluating the program

1. Defining Public Relations Problems.


Tahap ini diawali dengan mengumpulkan informasi yang bisa menjelaskan sekaligus mengantisipasi kemungkinan timbulnya persoalan PR. Ada beberapa teknik yang bisa dimanfaatkan dalam tahap ini :

a. Environmental Monitoring Programs.

Riset ini digunakan untuk mengkaji kecenderungan opini yang berkembang dan bermacam peristiwa di masyarakat yang memiliki pengaruh signifikan terhadap organisasi. Secara umum, ada dua langkah yang harus dilakukan:
  1. Fase “Early Warning” – yang mengidentifikasi isu-isu yang berkembang dengan menggunakan analisis isi terhadap bermacam terbitan/publikasi sebagai sinyal pertama munculnya persoalan. Misalnya, sebuah perusahaan melakukan analisis isi terhadap jurnal akademik bidang ekonomi, politik dan science. Contoh lain, suatu perusahaan memberikan sponsor untuk melakukan analisis perdagangan dan surat kabar umum. Gregory (2001) menyajikan tipologi monitoring yang membagi lingkungan ke dalam empat sektor : politik, ekonomi, sosial dan gaya hidup. Gronstedt (1999) menggambarkan teknik “SWOT” untuk mennganalisis kelemahan dan kekuatan perusahaan dengan mempertemukan ancaman dan tantangan dari luar perusahaan. Metode penelitian alternatif bisa juga digunakan dengan menggunakan panel studi terhadap pemimpin komunitas dan orang yang berpengaruh serta dikenal luas oleh masyarakat. Para informan tersebut secara reguler disurvai guna mengetahui hal-hal apakah yang penting menurut mereka dan dianalisis untuk mengidentifikasi topik penting yang menjadi minat mereka.
  2. Fase Monitoring Lingkungan – adalah melakukan lacakan opini publik yang menjadi isu utama. Secara khusus, ini mencakup bentuk longitudinal panel study, di mana responden yang sama diwawancarai beberapa kali dalam kurun waktu tertentu dan juga cross sectional opinion poll, di mana secara acak sampel disurvai hanya satu kali kesempatan.

b. Public Relations Audits

Seperti namanya, audit public relations merupakan studi menyeluruh untuk mengetahui posisi PR dalam perusahaan. Studi seperti ini digunakan untuk mengukur posisi perusahaan baik secara internal ( berdasar persepsi karyawan) dan eksternal ( berdasarkan opini konsumen, stakeholder, pemimpin komunitas dst). Pendeknya, seperti dirangkum Simon (1986) yang dimaksud dengan audit PR adalah “a research tool used specifically to describe, measure, and asses an organization’s public relations activities and to provide guidelines for future public relations programming”. Dalam audit PR tetdapat dua tahap yaitu:
  1. Membuat daftar segmentasi mencakup kelompok internal dan eksternal dalam organisasi. Fase ini disebut juga tahap identifikasi stakeholders kunci di dalam organisasi. Di dalamnya mencakup para konsumen, pegawai, investor, para pembuat kebijakan dan masyarakat. Analisis terhadap stakeholder ini dilakukan dengan melakukan wawancara personal dengan managemen kunci di tiap departemen dan dengan menggunakan analisis isi terhadap media komunikasi eksternal.
  2. Menentukan bagaimana organisasi dipersepsi oleh masing-masing kelompok informan tadi melalui penyelenggarakan wawancara insentif dan atau diskusi kelompok terfokus.

c. Communications Audits

Audit komunikasi hampir sama dengan audit PR tapi namun sempit tujuannya; dan fokusnya lebih pada media komunikasi internal dan eksternal yang digunakan oleh perusahaan dan bukan pada program PR keseluruhan. Kopec (n.d.) menyajikan panduan langkah-langkah dalam menjalankan audit ini baik untuk audit komunikasi internal dan eksternal. Untuk internal audit dia menyarankan langkah berikut:
  1. Melakukan wawancara dengan pimpinan managemen untuk menentukan problem komunikasi yang terjadi.
  2. Analisis isi terhadap publikasi perusahaan maupun saluran komunikasi yang lain dan diakukan secara sampling.
  3. Melaksanakan FGD dan wawancara mendalam dengan karyawan untuk mengetahui sikap mereka terhadap perusahaan. Hasil dari FGD dan wawancara ini nantinya akan dijadikan dasar pembuatan kuesioner survai.
  4. Melaksanakan survai.
  5. Melakukan analisis hasil survai dan melaporkan kepada karyawan.
Untuk audit komunikasi eksternal mengikuti langkah-langkah di atas juga tetapi FGD, interview, dan survainya dilakukan di antara para audiens dan stakeholder serta kelompok eksternal lainnya. Ada dua teknik penelitian yang biasanya dilakukan melakukan audit di atas yakni readership surveys dan readability studies. Readership surveys didesain untuk mengukur seberapa banyak orang yang benar-benar membaca publikasi ( seperti newsletter perusahaan dan laporan tahunan) dan benar-benar mengingat pesan yang ada dalam publikasi itu. Hasil penelitian ini untuk mengembangkan kualitas isi, penampilan, dan metode pendistribusian publikasi. Sparks (1997), misalnya, mengukur sikap karyawan dan yang sudah pensiun dari sejumlah besar audiens pengguna terhadap isi dari newsletter perusahaan. Ia menemukan beberapa bagian dari publikasi tersebut yang dirasa perlu untuk dikembangkan. Sementara itu readability studies membantu perusahaan mengukur selera para karyawan terhadap publikasi yang mereka baca.

d. Social Audits

Audit jenis ini terkait dengan program monitoring lingkungan dalam skala kecil yang didesain untuk mengukur performa sosial organisasi, yakni sampai sejauh mana perusahaan mempertanggungjawabkan fungsinya di dalam masyarakat. Hasilnya menjadi umpan balik terhadap program sosial yang disponsori perusahaan seperti kesempatan kerja bagi kaum minoritas, kebersihan lingkungan dan keselamatan kerja. Sosial audits termasuk bidang riset yang masih baru dan ralatif bisa dikembangkan.

2. Planning Public Relations Problems


Setelah mengumpulkan informasi berdasarkan riset tahapan sebelumnya, langkah selanjutnya adalah menginterpretasikan hasil penelitian tersebut guna menentukan problem spesifik apa serta peluang yang bagaimana yang bisa ditindaklanjuti menjadi program PR sistematis. Misalnya, hasil dari audit PR dapat digunakan untuk mengidentifikasi kebutuhan khusus dari masing-masing kelompok stakeholder dan menyusun tindakan nyata yang bisa dilakukan guna memenuhi kebutuhan tersebut. Dalam tahap perencanaan ini bisa dilakukan dengan menggunakan riset kualitatif . Misalnya, State Farm Insurance mengadakan kampanye di mana perusahaan mencoba untuk mengidentifikasi 10 titik persilangan yang paling membahayakan di Amerika Serikat. Guna menentukan nama kampanye maka diadakan sejumlah diskusi terfokus (FGD) di mana dicari kata apakah yang bisa mewadahi kampanye tersebut.

Beberapa kata sifat didiskusikan,di antaranya “ deadly”, “scras-phone”, dan “hazardous” namun hampir partisipan FGD berpikir kata “dangerous” sebagai pilihan kata yang tepat. Akhirnya, State Farm melabeli kampanye dengan “ The Ten Most Dangerous Intersection” Sebagai tambahan, peneliti juga melakukan wawancara mendalam dengan petugas setempat di mana di komunitas tersebut termasuk dalam lingkungan yang dekat dengan persimpangan berbahaya untuk mengetahui bagaimana reaksi mereka terhadap penamaan “Ten Most Dangerous”. Fase perecanaan ini juga melibatkan riset yang dimaksudkan untuk menentukan media apakah yang paling efektif sebagai sarana informasi program. Data yang paling mendasar yang diperlukan itu adalah soal jangkauan, frekuensi dan karakteristik demografi audiens.

3. Implementing Public Relations Program Through Actions and Communications.


Ada dua teknik monitoring yang paling sering digunakan yakni gatekeeping research dan output analysis, yaitu:

a. Gatekeeping Research
Tujuannya melakukan analisis terhadap karakteristik press release dan video news release yang memungkinkan mereka bisa menembus “pintu gerbang”(gatekeeper) dan akhirnya bisa muncul di media massa. Baik isi maupun gaya penulisan menjadi variabel yang secara khusus harus diteliti. Morton dan Warren (1992) misalnya, meneliti tipe dari karya publikasi (press release) yang lebih disukai oleh para gatekeeper media itu. Mereka menemukan sebuah surat kabar dengan oplah kecil lebih menyukai bentuk foto-foto rekaman situasi kota mereka. Walters, Walters and Star (1994) meneliti perbedaan antara gramatika dan sintakmatik dari press release yang asli dengan yang dipublikasikan oleh media massa. Mereka menemukan, bahwa editor biasanya menyingkat release dan menjadikannya lebih mudah dibaca masyarakat.

b. Output Analysis
Lindenmann (1997) mendefinisikan output analysis sebagai” the short-term or immediate results of a particular public relations or activitiy”. Analisis output ini mengukur seberapa baik organisasi telah hadir dan dipersepsi publik dan melihat jumlah publikasi dan perhatian yang diterima oleh organisasi. Ada beberapa teknik yang bisa dilakukan, di antaranya dengan meneliti berapa jumlah keseluruhan berita ( story) atau artikel yang muncul di media massa. Selain itu juga bisa dilakukan dengan menaksir penekanan yang ada di masing-masing publikasi tersebut.

4.  Evaluating The Program


Mengacu pada serangkaian penilaian efektivitas dari suatu perencanaan program, implementasi dan dampak program. Baskin, Aronof dan Lattimore (1997) menyarankan sebuah evaluasi harus juga mencakup ke semua tahapan dalam program PR. Secara detil mereka mengajukan tahapan berikut ini:

a. Implementation Checking
Tahap penelitian ini untuk mengetahui apakah target sasaran benar-benar sudah terjangkau oleh pesan yang dirancang PR.

b. In-progress Monitoring
Segera setalah penyelenggaraan kampanye program, peneliti mencari tahu apakah program tersebut sudah mencapai efek yang direncanakan. Apakah ada hasil-hasil yang belum diantisipasi atau jika hasilnya masih kurang maksimal bisa dimodifikasi atau revisi di kemudian hari.

c. Outcome Evaluation
Manakala kampanye telah berakhir maka hasil program perlu dievaluasi/dinilai. Temuan ini nantinya digunakan sebagai saran atau rekomendasi perubahan di masa mendatang.

III. Manfaat Riset PR


Sebuah program komunikasi pasti melalui proses riset terlebih dahulu. Secara umum, departemen PR menghabiskan sekitar 3 sampai 5 persen dari anggaran mereka untuk riset. Bahkan ada yang berpendapat harus 10 persen.

Manfaat dari menggunakan Riset untuk PR yaitu:

1. Mencapai Kredibilitas dengan Manajemen
Kredibilitas organisasi/perusahaan dimana eksekutif perlu menyusun program pengembangan pasti membutuhkan fakta lapangan, bukan dugaan dan firasat untuk mencapai tujuan organisasi.

2. Menetapkan Audiens dan Segmen Publik
Informasi rinci tentang demografi, gaya hidup, karakteristik, dan pola konsumsi khalayak membantu untuk memastikan bahwa pesan mencapai audiens yang tepat.

3. Merumuskan Strategi
Kesalahan menyusun strategi akan membuat banyak anggaran terbuang percuma. Sehingga di sini ketepatan hasil riset menjadi sangatlah penting.

4. Pesan / Copy Writing
Riset terhadap isi/materi pesan untuk menentukan pesan yang tepat untuk audience yang tepat pula.

5. Membantu manajemen Keep in Touch
Dalam komunitas massa, manajemen puncak terisolasi dari perhatian terhadap karyawan, pelanggan, dan publik penting lainnya. Penelitian ini membantu menjembatani kesenjangan tersebut. Umpan balik ini sebagai masukan untuk eksekutif puncak untuk menyusun kebijakan dan strategi komunikasi yang lebih baik.

6. Mencegah Krisis
Permasalahan yang berupa krisis organisasi banyak bersumber dari masalah operasional internal dan kaitannya dengan kepentingan dan kepuasan publik, bahkan lebih parah daripada masalah bencana alam atau lainnya, karena dari hal itulah citra perusahaan/organisasi dipertaruhkan.

7. Memantau Kompetisi
Perusahaan yang cerdas akan melacak apa yang dilakukan pesaing. Hal ini dilakukan melalui riset konsumen, meminta mengomentari produk bersaing, analisis isi dari liputan media, dan ulasan industri dalam jurnal perdagangan. Penelitian semacam ini sering membantu sebuah organisasi bentuk komunikasi pemasaran dan strategi untuk melawan kekuatan pesaing dan memanfaatkan kelemahan apapun.

8. Pengaruh Opini Publik
Fakta-fakta dan angka, dikumpulkan dari berbagai sumber-sumber primer dan sekunder, dapat mengubah opini publik.

9. Menghasilkan Publisitas
Jejak pendapat dan survey dapat menghasilkan publisitas untuk sebuah organisasi. Banyak survey tampaknya terutama dirancang dengan program publikasi melalui benak audience.

10. Mengukur Kesuksesan
Dasar dari setiap program PR adalah seberapa banyak waktu dan uang yang dihabiskan untuk mencapai tujuan.

IV. Sifat Riset PR


Menurut Kriyantono (2007:290) Riset PR pada dasarnya Dapat dibedakan dalam dua sifat, diantaranya:

• Riset Informal
• Riset Fomal

1. Riset Informal


Riset ini dilakukan tanpa dibatasi oleh aturan-aturan baku dalam riset-riset ilmiah. Riset informal ini biasa disebut riset sehari-hari, contoh risetnya adalah:

a. Record Keeping
Kegiatan ini adalah yang paling mendasar yang dilakukan PR. Record Keeping sangat bermanfaat ketika PR membuat company profile sebagai upaya memperkenalkan perusahaan

b. Managing By Walking Around (MBWA)
Dalam riset ini PR secara aktif dan berkala melakukan kunjungan ke divisi-divisi kerja dalam perusahaan. PR melakukan komunikasi personal dengan para karyawan.

c. Opinion Box
Upaya mengumpulkan fakta-fakta, opini-opini, keluhan-keluhan, saran dan kritik karyawan, dengan menulis surat dan dimasukkan ke dalam kotak yang telah disiapkan disejumlah tempat oleh PR.

d. Unobstrucsive Measurement
Riset ini memungkinkan PR untuk menganalisis seseorang atau sesuatu objek yang lain tanpa mengganggu aktivitas yang diriset atau tanpa menghentikan kegiatan yang diriset.

e. Publicity Analysis
Riset ini menganalisis isi media yang berkaitan dengan publisitas oleh isi media. PR dapat menganalisis berapa sering press release yang dimuat media, berapa sering event yang diadakan oleh PR, bagaimana opini publik tentag suatu perusahaan atau apak ada berita-berita negatif tentang perusahaan yang dimuat oleh media .

2. Riset Formal


Riset formal adalah riset yang dilakukan dengan menggunakan prosedur-prosedur ilmiah baik secara kuantitaif maupun kualitaatif. Yang termasuk riser fomal PR adalah sebagai berikut:

a. Wawancara Mendalam
Misalmya, dengan melakukuan wawancara mendalam dengan publik eksternal tentang persepsi mereka terhadap persepsi mereka

b. Analisis Isi
Misalnya, melakukan perekaman dan analisis isi terhadap kecederungan isu-isu yang dianggap penting selama 5 tahun terakhir.

c. Survei
Melakukan survei tentang kepuasan organisasi yang dirasakan karyawan.

d. Focus Group Discussion
Misalnya, dengan mengundang tokoh-tokoh masyarakat (agamawa, budayawan, akademisi dll) untuk dimintai pendapatnya tentang suatu program yang akan dilaunching.

e. Eksperimen
Melakukan eksperimen tentang pengaruh pesan-pesan humas terhadap perilaku karyawannya.

V. Model Riset PR


Praktisi PR yang banyak mengaplikasikan program riset dalam kegiatannya dapat dimasukan ke dalam model PR simetris dan asimetris. Model riset PR tersebut adalah:

1. Model Press Agentry
Model ini bergerak atu arah (one way communication). Pada model ini PR lebih banyak menggunakan propaganda atau kampanye melalui komunikasi satu arah untuk tujuan publisitas yang menguntungkan secara sepihak, khususnya menghadapi media massa dengan mengabaikan kebenaran informasi sebagai upaya untuk menutupi unsur-unsur negatif perusahaan.

2. Model Public Information
Model ini tetap komunikasi satu arah. PR bertindak sebagai journalist resident. Berupaya membangun kepercayaan terhadap organisasi laymelalui komunikasi satu arah, bertujuan untuk memberikan informasi kepada khalayak, dan tidak mementingkan persuasif.

3. Model Two-Way Asymetric
Model ini lebih baik dari model komunikasi yang satu arah. Model ini PR dapat membantu organisasi mempersuasi publik untuk berpikir dan berperilaku seperti yang dikehendaki organisasi. Dalam model ini, PR menggunakan metode ilmiah (FGD, Polling, Interview) untuk mengukur sikap publik, sehingga organisai dapat mendesign program yang mendapat dukungan publik

4. Model Two-Way Symetric
Model ini PR menerapak komunikasi dua arah timbal balik, dimana organisasi dan publik berupaya untuk mengadaptasikan dirinya untuk kepentingan bersama. Terbuka untuk proses negosiasi sehingga terjalin relasi jangka panjang.

VI. Kegiatan Riset PR


Kegiatan riset dalam PR terdapat 3 hal yang penting:
  1. Menggambarkan (deskripsi) suatu situasi proses dan gejala-gejala atau objek tertentu yang sedang diamati.
  2. Menjelaskan (eksplanatory) tentang mengapa sesuatu itu dapat terjadi? Apa hubungan sebab akibat, dan efek apa yang akan terjadi selanjutnya?
  3. Meramalkan (predictability) tentang kemungkinan apa yang akan terjadi? Bagaimana jika tidak diambil tindakan-tindakan tertentu untuk menangani permasalahan tesebut.

VII. Teknik Riset PR


Ketika kata ‘riset’ digunakan, yang terlintas adalah survey dan tabulasi statistik yang rumit. Dalam PR, riset digunakan untuk mengumpulkan data dan informasi tentang segala hal yang memungkinkan bisa mendukung aktifitas dan efektifitas tugas PR. Walter K. Lindenmann, Senior Vice President dan direktur riset untuk Ketchum Public Relations pernah melakukan riset terhadap para profesional, menemukan bahwa tiga perempat dari responden menyatakan bahwa mereka melakukan teknik riset secara sekilas dan informal secara ilmiah dan tepat. Teknik yang biasa mereka gunakan adalah riset terhadap literatur database informasi dari berbagai sumber tentang segala hal yang ingin mereka ketahui. Teknik ini biasa disebut sebagai riset sekunder, karena mengumpulkan dan mempelajari artikel majalah dan database elektronik. Hal ini berbeda dengan riset primer yang cenderung mengandalkan informasi yang selalu baru/up to date yang dihasilkan melalui desain riset yang spesifik dan mendalam.

Berikut beberapa teknik untuk melakukan riset yaitu:
  • Material organisasi
  • Metode kepustakaan
  • Sumber daya online
  • Jaringan online
  • Internet dan word wide web
  • Analisis isi
  • Wawancara
  • Pemusatan kelompok
  • Uji coba efektifitas pesan/copy testing
  • Samplin ilmiah
  • Prosedur sampling secara acak
  • Ukuran sampel

VIII. Perbandingan Riset PR


Broom dan Dozier (1990) membandingkan antara riset evaluasi dengan eksperimen (di)lapangan. Menurut mereka, kampanye public relations tidak jauh beda dengan penerapan eksperiman, di mana target PR sama halnya dengan subjek dalam penelitian eksperimen. Jika memungkinkan, peneliti PR mencoba untuk membuat semacam kelompok kontrol di mana kelompok ini diusahakan terisolir dari berbagai faktor lain dan hanya mendapat terpaan kampanye program. Peneliti kemudian melakukan pengukuran sebelum dan sesudah kelompok tersebut diberi terpaan kampanye dan mencari tahu perubahan signifikan yang muncul yang merupakan akibat dari penyelenggaraan kampanye.

Meski demikian, Broom dan Dozier tertarik untuk menaruh perhatian pada kenyataan bahwa kampanye PR muncul dalam sebuah setting yang dinamis seperti halnya dalam eksperimen lapangan di mana sulit sekali mengontrol variabel-varibel pengganggu. Alhasil,secara ilmiah mungkin sulit membuktikan sejauhmana efek terjadi benar-benar karena kampanye program PR. Meski demikian, dari sudut pandang managemen masih dirasa perlu untuk menyelenggarkan riset evaluasi yang sistematis karena dengan cara itulah data yang terbaik yang bisa dipakai untuk melihat efektivitas program.

Riset evaluasi memusatkan perhatian pada tiga level yakni:
  • Tataran kognitif – yang dilihat adalah sejauh mana audiens mendapat pengetahuan dari kampanye program PR
  • Tataran afektif – yang diukur adalah perubahan sikap, pendapat serta persepsi secara frekuentif
  • Tataran konatif – adalah perubahan perilaku, di sini peneliti bisa memperkirakan sejauh mana dampak kampanye itu telah terjadi.
Riset juga dikategorikan dalam istilah riset kualitatif dan kuantitatif. Lindenmann memperbandingkan perbedaan antara keduanya yaitu:

a. Kualitatif
  • “Soft” data
  • Biasanya berupa tanggapan bebas
  • terbuka, tidak terstruktur
  • Eksplorasi, menyelidik, jenis pancingan-ekspedisi penelitian
  • Biasanya “sah”, tetapi tidak dapat diandalkan
  • Jarang “dapat dirancang” untuk khalayak yang lebih besar
  • Umumnya menggunakan sampel acak
b. Kuantitatif
  • “Hard“ data
  • Biasanya berupa tanggapan tertutup
  • pilihan ditetapkan, sangat terstruktur
  • Jenis penelitian “deskriptif” atau “dengan penjelasan”
  • Biasanya “sah” dan dapat diandalkan
  • Biasanya sangat “dapat dirancang” untuk khalayak yang lebih besar
  • Biasanya menggunakan sampel acak

IX. Peran Riset dalam Praktek Public Relations


Broom and Dozier (1990) mendefinisikan riset sebagai “kumpulan informasi yang terukur, objektif, dan sistematis yang bertujuan untuk menjelaskan dan mengarahkan pengertian". Riset merupakan bagian integral proses kerja public relations. Dua tahap dari empat tahap dalam proses kerja public relations, seperti yang dikembangkan oleh Cutlip, Center, and Broom (2000) yaitu mengandalkan hasil riset, mendefinisikan masalah dan kesempatan di dunia public relations, serta mengevaluasi programnya.

Model ROPE milik Hendrix (riset, objektif, program, dan evaluasi) dan model dari Marston RACE (riset, aksi, komunikasi, dan evaluasi) sama-sama membahas bahwa bergantung pada riset merupakan hal pertama dan terakhir dalam proses kerja public relations (seperti juga disebutkan oleh Stacks, 2002). Cutlip dll mengatakan dalam risetnya bahwa, “riset adalah fondasi yang efektif untuk public relations” (2000). Stacks mengatakan, “Sederhana saja, tanpa riset Anda tidak bisa mendemonstrasikan efektivatas program Anda” (2002). Gronstedt (1997) menyebutkan bahwa riset menyediakan data kasar yang diperlukan untuk memperkuat nilai suatu organisasi selain juga menyediakan informasi yang membantu terbentuknya keputusan yang berdaya saing.

Riset merupakan bagian penting dari manajemen public relations untuk membantu praktisi memfokuskan diri pada tujuan, objektif, dan hasil, bukan melulu pada output, dan dalam prosesnya, akan menciptakan metode yang sistematis dalam melakukan semuanya. Riset juga menjadi hal fundamental yang bisa dijadikan acuan bagi beberapa contoh praktek public relations yang unik, termasuk praktek ala sistem terbuka dan ala two-way. Peran dari si public relations haruslah lebih dari sekadar menyampaikan pesan si organisasi atau seperti yang sering disebut sebagai taktik berkomunikasi “inside-out” (Gronstedt, 1997). Dalam model sistem terbuka, public relations juga sering menggunakan taktik “outside-in” dengan cara mengomunikasikan kembali kepada organisasinya apa yang dipercayai, dirasakan, dan dikhawatirkan oleh publik yang dijadikan target utama (Gronstedt). Pada model sistem terbuka, organisasi dan publik saling bertukar informasi, dan mempengaruhi satu sama lain. Di sinilah pentingnya riset sebagai fasilitator pertukaran informasi ini. Riset menyediakan tujuan bagi organisasi untuk menelaah lebih dulu lingkungan di mana publik dan isu-isu yang ingin diangkat.

Riset membuka potensi di mana organisasi bisa membangun hubungan baik dengan area yang ingin dicakup agar pengembangan program dan tindakan taktis dapat meminimalisir melebarnya masalah yang tidak perlu. (Broom & Dozier, 1990; Cutlip, Center, & Broom, 2000). Komunikasi model simetrikal dua arah diajukan pertama kali oleh James E. Grunig, ia menekankan pentingnya organisasi dan publik yang menjadi target utama untuk saling terlibat dalam dialog rutin demi membangun hubungan baik yang saling menguntungkan. Maka riset pun harus menjadi bagian dari dialog. “Dengan model simetrikal dua arah, para praktisi dapat menggunakan riset dan dialog yang bermanfaat saat terjadi perubahan pada ide-ide, sikap dan perilaku baik dari organisasi maupun publik yang terlibat” (Grunig, Grunig, & Dozier, 2002).

Riset lebih jauh dapat dilakukan untuk mengukur hubungan kerjasama dan mengidentifikasi berbagai indikator yang bisa dijadikan sebagai pengukur hubungan kerjasama yang baik antara organisasi dan public relations-nya (Grunig & Hon, 1999). Grunig et al. menemukan bahwa “Public relations yang baik adalah yang menggunakan riset (dua-arah), simetrikal (walaupun pada prakteknya organisasi berjuang menyeimbangkan antara faktor simetri dan asimetri saat mereka membuat keputusan) dan komunikasi secara personal maupun tidak langsung (dilihat dari situasi dan publiknya)” (2002). Maka, riset sangatlah fundamental. Ada juga yang mengatakan bahwa, “Dibandingkan dengan program yang digarap seadanya, program public relations yang hebat adalah yang didasari oleh riset yang mempertimbangkan pemetaan pasar dan sudah melakukan berbagai macam evaluasi pada risetnya (klinis, kliping, dan umum)”.

Riset juga bisa memberikan manfaat pada karir si praktisi selain bermanfaat bagi organisasi dan departemen public relations-nya. Broom and Dozier mencatat dari beberapa ilmu, termasuk ilmu mereka sendiri ada hubungan erat antara riset PR dan partisipasi PR dalam membuat keputusan manajerial. “Rasanya akan seperti Anda tidak diundang ke meja bundar tempat semua keputusan dibuat, kecuali Anda berkontribusi pada proses pengambilan keputusan lewat pengumpulan data-data sistematis, - hasil riset” (1990).

Austin, Pinkleton, and Dixon (2000) juga mencatat, “Sepertinya sudah jelas bahwa mereka (public relations) yang memiliki keahlian dalam hal produksi tetaplah memerlukan kekuatan melakukan riset secara baik untuk mememperkuat data yang mereka punya jika mereka ingin menaikkan status pekerjaan mereka ke pekerjaan yang sifatnya lebih manajerial”. Periset lain juga menemukan hubungan yang serupa pada kemampuan seseorang untuk melakukan riset dengan kemajuan karirnya. Grunig et al. (2002) mencatat bahwa dalam suatu organisasi, keahlian seseorang dalam berstrategi sangatlah dihargai, karena manajer departemen public relations biasanya lebih baik dalam melakukan peran teknis dan manajernya dibandingkan melakukan peran strategis. Peran strategis memerlukan keahlian mengevaluasi riset, pemetaan pasar dan riset publik yang tersegmentasi. Implikasinya, para manajer komunikasi ini kemungkinan besar atau cenderung dianggap sebagai manajer yang mampu berstrategi jika memiliki keahlian meriset.

Akan tetapi apa yang terjadi? Pada kenyataannya, banyak sekali departemen public relations yang tidak melakukan riset atau hanya melakukannya sambil lalu, walaupun bukti kuat bahwa riset public relations merupakan hal penting dalam membuat program-program yang lebih efektif sudah banyak diketahui. Pada sebuah survei, sebanyak 50 percent responden mengatakan bahwa mereka jarang atau tidak pernah mengalokasikan dana untuk riset (Gronstedt, 1997). Alasan paling umum adalah minimnya dana untuk melakukan riset, kurangnya pelatihan riset, dan adanya ketakutan kinerja program mereka yang akan dianggap tidak sukses jika ada data-data riset yang merujuk ke arah itu. Sedangkan bagi organisasi yang melakukan riset, total biaya yang mereka keluarkan hanyalah 10 percent dari total dana yang direncanakan (Williams, 2003). Para praktisi public relations seringkali tidak sadar bahwa riset sederhana sudahlah tersedia dan bisa didapat dengan berbagai cara yang mudah dan kadang nyaris tanpa biaya apapun (Hon, 1998).

Riset sederhana meliputi “mencermati data-data yang sudah tersedia,” termasuk di antaranya informasi akademis, perdagangan dan jurnal-jurnal profesional (Lindenmann, 2003). Banyaknya program-program yang memenangkan penghargaan penting di bidang public relations menandai meningkatnya riset yang dilakukan public relations. Stacks (2002) mencermati bahwa prosentase penerima penghargaan PRSA Silver Anvil yang menggunakan riset serius untuk kampanye mereka meningkat dari 25 persen di tahun 1980 ke 75 persen di tahun 1998. Program penghargaan IABC’s Gold Quill juga termasuk dalam komponen yang menjadi ukuran. Ada pula penghargaan tahunan Jake Wittmer Award yang digagas oleh sebuah asosiasi untuk memberikan penghargaan kepada praktisi penguna riset untuk mengembangkan program yang efektif bagi proyek komunikasi mereka (Williams, 2003). Campaignasia turut melaporkan bahwa Samsung, si raksasa dari Korea menggunakan jasa riset dari Nielsen untuk membantu mereka mendapatkan informasi berskala global sehingga Samsung berhasil menjadi merek No. 1 menurut laporan Campaign Asia-Pacific 2012 Asia’s Top 1000 Brands.

Ada lagi contoh peran Riset dalam Public Relations misalnya, seorang CEO bertanya, apa saja yang sudah dicapai berbagai departemen di perusahaannya selama beberapa tahun belakangan ini, si CEO ini ingin tahu bagaimana setiap departemen berkontribusi pada tujuan pencapaian organisasinya. Nah, bagi departemen public relations, pencapaian tidak hanya dilihat dari berapa banyak siaran media yang dibagikan, newsletter pegawai yang diterbitkan, atau jumlah orang yang mengunjungi situs internalnya. Semua yang disebut tadi hanyalah output-nya. Yang sebetulnya harus dicapai oleh departemen Public Relations adalah seberapa besar kontribusi mereka pada kesuksesan bisnis organisasinya. Bagaimana caranya mereka mempengaruhi perilaku atau sikap publik yang bisa membuat organisasinya lebih baik? Di sinilah riset yang dilakukan oleh Public relations sangat berperan dalam mengindentifikasi isu-isu penting yang berhubungan dengan ruang lingkup kerjanya, lalu mengembangkannya menjadi strategi public relations, serta menggunakannya untuk mengukur pengaruh program tersebut terhadap perusahaan.

Tanpa adanya riset, praktisi akan mendapatkan output yang kecil dengan mengandalkan dugaan-dugaan atau asumsi belaka sebagai bahan laporan. Tanpa adanya riset, praktisi tidak bisa menunjukkan bagaimana caranya suatu program public relations dapat menggerakkan perubahan.

X. Kegunaan Riset PR


Riset public relations menyediakan fondasi bagi apapun yang ingin dilakukan seorang komunikator, termasuk di dalamnya mengidentifikasi dan memahami kelompok publik yang dijadikan target utama, menggarap isu-isu penting, mengembangkan strategi organisasional dan public relations dan mengukur hasilnya (Gronstedt, 1997). Hasil riset juga bisa digunakan untuk membuat publikasi, seperti yang disebutkan dalam hasil survei bahwa organisasi dapat memanfaatkannya untuk meningkatkan publikasi.

The Institute of Public Relations mengidentifikasi delapan grup penting yang berkomunikasi dengan organisasi public relations. Kedelapan grup ini meliputi:
  • Komunitas
  • Perusahaan (pegawai, persatuan pegawai, manajer)
  • Pelanggan
  • Supplier
  • Pasar uang
  • Distributor dan vendor
  • Calon pegawai
  • pemuka masyarakat (media, kelompok aktivis)
Ada pula grup-grup yang lebih kecil daripada mereka. Memang tidak banyak organisasi yang memiliki sumber daya untuk menjaga hubungan baik yang kuat dengan berbagai grup setiap waktu walaupun tidak terlalu diperlukan.

Riset juga membantu departemen public relations mengidentifikasi target utama mereka dan isu-isu yang berhubungan, maka organisasi pun dapat memfokuskan perhatiannya pada area-area yang paling berpengaruh dan bernilai. Riset juga membantu identifikasi pengetahuan, kecenderungan dan perilaku sehari-hari publik, sumber-sumber informasi mana yang mereka percaya dan bagaimana cara mencapainya dengan mudah. Grunig et al. (2002) menemukan bahwa riset memegang peranan penting bagi organisasi dalam merespon publiknya atau dalam hal ini, para aktivis.

“Departemen public relations yang hebat dapat memetakan [lewat riset] dan secara berkesinambungan menyuarakan pesannya, terutama pengambilan keputusan kepada publik, terutama aktivis” (hal. 27). Departemen yang hebat juga akan menggunakan riset untuk merencanakan dan mengevaluasi program-program komunikasi mereka. Ingatlah bahwa tujuan dari kampanye public relations adalah tampil beda dan mendobrak penghalang yang tercipta antara produk dan pasarnya, ide atau jasa. Contoh dari penghalang ini adalah resesi ekonomi atau komunitas yang kompetitif. Strategi yang tepat akan dapat mengalahkan dan mendobrak penghalang ini dengan lebih efisien. Dengan riset, kita akan bisa membantu suatu produk menyusun strategi dan menciptakan kampanye PR maupun marketing yang baik. Namun sekali lagi, hanya waktulah yang akan menentukan apakah strategi kita berhasil atau tidak.

XI. Kesalahan Riset PR


Para peneliti PR sebaiknya menyadari beberapa kesalahan yang akan memengaruhi efek riset evaluasi. Baskin, Aronoff dan Lattimore (1997) memperingatkan hal-hal berikut:
  1. Kerancuan antara volume dengan hasil. Atau kerancuan antara output dengan outcome penelitian. Sejumlah besar kumpulan kliping pers bisa jadi memiliki makna dokumentatif, namun itu bukan kliping dokumen yang “telah menghasilkan” efek.
  2. Menggantikan estimasi dengan pengukuran. Para peneliti PR sebaiknya tidak mengganti pengukuran objektif dengan intuisi atau perkiraan. Perkiraan atau dugaan itu tidak mendapat tempat dalam riset evaluasi .
  3. Menggunakan sampel yang tidak representatif. Menganalisis hanya kepada responden yang secara sukarela atau sampel tak terduga bisa berujung pada kesalahan data yang fatal.
  4. Kerancuan antara sikap dengan perilaku. Tidaklah tepat bila menyamakan antara sikap yang setuju otomatis akan diikuti dengan perilakunya.

Demikianlah ulasan singkat tentang Riset Public Relation, semoga dapat dipahami dan tentunya dapat bermanfaat bagi kalian yang sudah membacanya. Mohon maaf jika ada kesalahan, sekian dan terimakasih!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengalaman saya membuat tugas akhir makalah Call For Paper

Pada semester 6 yang ini saya melalui salah satu masa yang sangat menegangkan dalam hidup saya dimana saya harus diwajibkan dalam pembuatan ...